Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Impor Bijih Besi China Bakal Cetak Rekor di Tengah Lesu Penjualan Baja

Impor Bijih Besi China Bakal Cetak Rekor di Tengah Lesu Penjualan Baja

Jakarta, CNN Indonesia

China akan mencatat rekor tertinggi impor bijih besi tahun ini meski permintaan baja menurun di tengah lesunya sektor properti.

Negeri Tirai Bambu akan meningkatkan impor bijih besi 10 juta hingga 40 juta metrik ton. Dengan begitu, China akan memiliki pasokan bijih besi 1,27 miliar ton tahun ini, lebih tinggi dari prediksi para pakar.

Peningkatan ini dipicu bertambahnya pasokan bijih besi dari dua pemasok terbesar, Australia dan Brazil.

“Para penambang ingin menjual bijih sebelum proyek bijih besi raksasa Simandou mulai berproduksi akhir tahun ini dan membanjiri pasar dengan pasokan baru,” seperti dilansir Channel News Asia, Kamis (2/1).

Proyek Simandou adalah pertambangan bijih besi berkualitas tinggi di Afrika Barat. Proyek raksasa itu diinisiasi perusahaan multinasional Rio Tinto dan akan mulai berjalan pada 2025.

Para penambang, terang laporan itu, khawatir pasar akan dibanjiri produk bijih besi berkualitas setelah Simandou dimulai. Jika itu terjadi, harga bijih besi akan turun. Oleh karena itu, mereka buru-buru menjual pasokannya ke China.

Harga bijih besi diperkirakan turun di kisaran US$75 dan US$120 per ton tahun ini. Berdasarkan data konsultan Steelhome, harga bijih besi tahun 2024 berkisar US$88 hingga US$144 per ton.

“Skenario dasar kami mengasumsikan surplus moderat pada tahun 2025 dan harga bertahan di sekitar US$95-100/t,” kata Kepala Pertambangan EMEA di UBS Myles Allsop.

Dia menambahkan, “Kami melihat surplus akan semakin besar pada tahun 2026/2027 yang mendorong harga semakin dalam ke kurva biaya.”

Melonjaknya impor bijih besi akan membuat stok di pelabuhan China mencapai 170 juta ton. Stok bijih besi China sebenarnya sudah naik 28,3 persen per tahun menjadi 146,85 juta ton per 27 Desember kemarin.

Permintaan Baja Lesu

Impor jor-joran bijih besi dilakukan China di tengah lesunya permintaan baja. Hal itu diyakini karena industri properti sedang krisis.

Lembaga Penelitian dan Perencanaan Industri Metalurgi Tiongkok (MPI) memperkirakan permintaan baja turun 4,4 persen (year-on-year) tahun 2024. Mereka memprediksi akan ada penurunan 1,5 persen di tahun ini.

“China, yang membeli lebih dari dua pertiga kargo laut global, mengimpor 1,124 miliar ton bijih besi dalam 11 bulan pertama tahun 2024, naik 4,3 persen per tahun, bahkan saat produksi baja mentahnya turun 2,7 persen selama periode yang sama.

“Sektor manufaktur yang bergairah dan ekspor baja yang tangguh gagal sepenuhnya mengimbangi penurunan sektor real estat,” dikutip dari laporan tersebut.

China sedang mengeluarkan sejumlah stimulus untuk melecut ekonomi mereka yang terdampak rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menaikkan tarif.

Kepala Data Konsultan Kallanish Commodities melihat sebagian besar stimulus akan meningkatkan permintaan dari konsumen baja lapis kedua, seperti produsen otomotif dan barang-barang rumah tangga.

“Meskipun ini positif, hal itu tidak akan cukup untuk melawan dampak restrukturisasi di sektor real estat,” ujarnya.

(dhf/sfr)