Bisnis.com, JAKARTA Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor bahan baku atau penolong pada September 2025 mencapai US$13,83 miliar, naik 1,33% secara bulanan (month-to-month/mtm) dari bulan sebelumnya US$13,64 miliar.
Dalam laporan BPS, impor bahan baku/penolong secara tahunan juga meningkat 2,10% year-on-year (yoy) dibandingkan September 2024 yang senilai US$13,54 miliar.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan, impor menurut penggunaan pada September 2025 mengalami peningkatan untuk seluruh golongan penggunaan secara tahunan.
“Nilai impor bahan baku naik 2,10%, kemudian nilai impor barang modal sebagai pendorong utama peningkatan impor naik sebesar 28,02% dan dengan andil peningkatan sebesar 5,28%,” kata Pudji dalam rilis BPS, Senin (3/11/2025).
Impor barang modal tercatat sebesar US$4,58 miliar pada September 2025 atau naik dari September 2024 yang sebesar US$3,57 miliar. Secara bulanan, impor barang modal juga lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai US$3,94 miliar.
Kenaikan impor bahan baku dan barang modal periode September 2025 ini juga seiring dengan ekspansi manufaktur yang tercerminkan dalam laporan S&P Global yang rilis hari ini.
Purchasing Managers Index atau PMI manufaktur Indonesia tercatat mencapai level 51,2 pada Oktober 2025 atau lebih tinggi dari bulan sebelumnya 50,4. Namun, angkanya masih lebih rendah dibandingkan Agustus 2025 yang mencapai 51,5.
Angka PMI menunjukkan kondisi manufaktur yang stabilnya dari segi produksi, peningkatan aktivitas pembelian, serta penyerapan tenaga kerja. Ekspansi ini juga terjadi dalam 3 bulan beruntun.
Ekonom S&P Global Market Intelligence Usamah Bhatti mengatakan, kondisi manufaktur Indonesia dalam fase perbaikan dan diproyeksi makin menguat pada awal kuartal keempat tahun ini.
“Kondisi permintaan menunjukkan tren positif, dengan penjualan yang meningkat cukup kuat sehingga mendorong kenaikan pada tingkat ketenagakerjaan dan aktivitas pembelian,” ujarnya dalam laporan baru tersebut.
Meskipun demikan, volume produksi sedikit tertinggal dan berada di level netral karena sebagian produsen melaporkan telah menghabiskan persediaan barang jadi yang ada sebelumnya.
Namun, tak dipungkiri bahwa tekanan harga masih tetap tinggi, dengan produsen mencatat kenaikan beban biaya rata-rata paling tajam dalam delapan bulan terakhir, seiring laporan kenaikan harga bahan baku.
Selain itu, perusahaan juga cenderung berhati-hati untuk membebankan kenaikan biaya kepada pelanggan sehingga harga jual hanya meningkat tipis sebagai upaya mempertahankan daya saing harga.
Di samping itu, beberapa produsen disebut meningkatkan kapasitas guna mengimbangi permintaan baru, sementara sebagian lainnya memanfaatkan stok yang ada untuk memenuhi pesanan, menyebabkan persediaan barang jadi sedikit menurun.
