Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sri Juliati dan Facundo Chrysnha P
TRIBUNNEWS.COM – Stunting telah menjadi masalah yang dihadapi bersama oleh banyak negara, termasuk Indonesia.
Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes), stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).
Anak stunting ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek dari standar pertumbuhan anak dibandingkan usia dan jenis kelaminnya.
Kondisi stunting membuat sebagian anak memiliki kesempatan lebih kecil untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.
Di Indonesia, angka prevalensi stunting anak balita sudah menunjukkan tren penurunan, meski masih jauh dari target penurunan sebesar 14 persen pada 2024.
Menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi stunting nasional sebesar 21,5 persen, turun sekitar 0,8 persen bila dibandingkan tahun sebelumnya.
Untuk itu, perlu langkah yang lebih serius lagi untuk mempercepat penurunan kasus stunting. Sebab menurunkan angka stunting bukanlah persoalan yang mudah.
Pemerintah pun tak bisa menyelesaikan isu ini sendirian. Perlu dilakukan kerjasama dengan berbagai sektor seperti yang dijalankan Tanoto Foundation.
Tanoto Foundation berkomitmen mendukung target pemerintah untuk menurunkan prevalensi stunting balita di Indonesia menjadi 14 persen pada tahun 2024.
Lembaga filantropi yang didirikan Sukanto Tanoto bersama Tinah Bingei Tanoto pada 1981 ini memiliki program Siapkan Generasi Anak Berprestasi (SIGAP).
Melalui program SIGAP, Tanoto Foundation melakukan sejumlah program peningkatan pemahaman dan pengetahuan tentang stunting.
Jalan yang ditempuh adalah mendirikan Rumah Anak SIGAP di sejumlah daerah, termasuk Desa Sokawera, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas.
Desa di kaki Gunung Slamet ini menjadi penyumbang prevalensi stunting di Banyumas yang kini berada di angka 20,9 persen berdasarkan SKI 2023.
Kepala Desa Sokawera, Mukhayat mengatakan, ada sekitar 114 anak di desanya yang berpotensi stunting.
“Dari 114 anak ini masuk kategori stunted dan kurang lebih 10 persen berpotensi menuju stunting,” kata dia saat peresmian Rumah Anak SIGAP Sokawera pada 10 September 2023.
Mukhayat menjelaskan, kasus balita stunting di desanya disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah pola makan yang tidak baik dan kurangnya asupan protein hewani
“Kondisi mereka terkait pola makan misalnya males makan. Kedua adalah protein yang kurang seperti protein hewani,” ucapnya.
Sementara itu, dari hasil kajian tim pakar Audit Kasus Stunting (AKS) Kabupaten Banyumas, kondisi anak gagal tumbuh bisa dilihat dari usia 0-6 bulan.
Tim AKS, dr Agus Fitrianto mengatakan pentingnya asupan gizi di 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).
Nah, keberadaan Rumah Anak SIGAP pun menjadi wujud intervensi dari pemerintah setempat bersama Tanoto Foundation terhadap pentingnya nutrisi dan gizi di 1.000 HPK.
Koordinator Rumah Anak SIGAP Sokawera, Ani mengatakan, program yang dijalankan pihaknya berfokus pada upaya pencegahan stunting.
Upaya ini dilakukan dengan strategi mengubah perilaku masyarakat dalam hal pola makan, pola asuh, serta pola hidup bersih dan sehat.
“Jadi fokus kami adalah perubahan pola asuh pada penerima manfaat seperti ibu hamil, ibu dengan anak usia 0-3 tahun,” tutur Ani.
Di Rumah Anak SIGAP Sokawera, para ibu akan mendapatkan ilmu tentang pencegahan stunting dari sejumlah narasumber berkompeten.
Misalnya dengan materi pemberian ASI eksklusif, pemenuhan kebutuhan gizi sejak hamil, kehamilan yang sehat, mempersiapkan kelahiran, hingga menikmati proses mengasihi.
“Meski materi atau informasi tersebut bersifat dasar, nyatanya banyak ibu yang belum mengetahui,” ujar dia.
Landscape sekitar bangunan Rumah Anak SIGAP Sokawera Desa Sokawera, Cilongok, Banyumas, Selasa (19/11/2024). (Tribunnews.com/Chrysnha Pradipha)
Materi lain yang berkaitan dengan pencegahan stunting juga diberikan kepada para ibu yang memiliki anak usia 0-6 bulan. Yaitu pentingnya imunisasi dan vitamin A untuk anak usia dini; gizi seimbang untuk keluarga, dan Makanan Pendamping ASI (MPASI).
“Ibu dengan anak usia 6-12 bulan, usia 12-24 bulan, dan usia 24-36 bulan mendapatkan materi yang berbeda, tetapi saling berkaitan dengan pencegahan stunting,” tambahnya.
Bentuk dukungan lain yang diberikan Rumah Anak SIGAP Sokawera adalah rutin memantau tinggi dan berat badan anak secara berkala.
“Jika ada anak yang berat badan dan tinggi badan tidak naik sebulan saja, kami sarankan untuk segera konsultasi dengan bidan atau dokter,” tambahnya.
Berdasarkan data terbaru, jumlah anak stunting di Desa Sokawera per Desember 2023 kini mencapai 84 balita.
Keberadaan Rumah Anak SIGAP sebagai usaha percepatan penurunan stunting di Desa Sokawera mendapatkan apresiasi dari Kepala Bidang Kesehatan Masyarat Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, dr Novita Sabjan.
Novita mengaku salut dengan langkah para pengurus Rumah Anak SIGAP Sokawera. Terlebih pendampingan yang diberikan berfokus pada anak-anak dengan masalah gizi.
“Permasalahan gizi atau stunting erat kaitannya dengan pola asuh, sehingga intervensi ini lebih tepat karena akan ada investasi jangka panjang. Tidak hanya satu atau dua bulan, tapi implementasinya pun akan long lasting melalui sejumlah program yang dilakukan,” katanya.
Novita pun berharap, intervensi semacam ini dapat diadopsi di banyak desa di Banyumas.
Hal senada juga disampaikan Kepala Bidang KKB Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Banyumas, Diah Pancasila Ningrum.
Diah berharap, sejumlah program percepatapan penurunan stunting yang dilakukan Rumah Anak SIGAP Sokawera terus berjalan dan berkelanjutan.
“Saya berharap, program di Rumah Anak SIGAP Sokawera tidak berhenti serta bisa menjadi program yang berkelanjutan,” kata dia.
Lebih lanjut Diah menjelaskan, program Rumah Anak SIGAP Sokawera pun melengkapi usaha lain yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Banyumas demi mempercepat penurunan angka stunting.
Di antaranya pemberian makanan tambahan (PMT) yang dibagikan secara berkala, Orang Tua Asuh/Bapak dan Bunda Asuh Anak Stunting, serta Program Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat).
“Kami juga mendampingi para ibu hamil agar mereka tidak melahirkan anak stunting,” ucapnya.
Sementara itu, Head of Early Childhood Education and Development (ECED) Tanoto Foundation, Eddy Henry berharap melalui program Rumah Anak SIGAP, orang tua mendapatkan edukasi dan informasi seputar pengasuhan sehingga khususnya usia 0-3 tahun, bahkan sejak dari dalam kandungan.
“Masa-masa ini merupakan usia krusial di mana anak perlu mendapatkan gizi dan stimulasi yang cukup sehingga tumbuh kembangnya dapat optimal dan tidak menjadi stunting,” pungkasnya. (*)