Ikahi: Perlindungan Hakim Minim, Harap Prabowo Beri Atensi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Umum (Ketum) Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Yasardin menyebut perlindungan hakim di Indonesia masih sangat minim.
Hal ini ditegaskannya saat merespons kasus terbakarnya rumah Hakim Pengadilan Negeri Medan, Khamazaro Waruwu, pada Selasa (4/11/2025).
“Nah itu jadi intinya pengamanan hakim sampai dengan saat ini sangat minim,” kata
Yasardin
dalam konferensi pers di Gedung MA, Jakarta, Kamis (6/11/2025).
Oleh karenanya, ia berharap Presiden
Prabowo
Subianto bisa memberikan atensi terkait perlindungan dan keamanan hakim.
“Ya mudah-mudahan ke depan dengan pemerintah Bapak Prabowo, pemerintahan Bapak Prabowo ini sangat concern kepada dunia peradilan. Mudah-mudahan ini bisa terpecahkan pada saatnya nanti,” ujarnya.
Dia mengatakan perihal keamanan hakim sudah diatur dalam Undang-Undang 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Namun, kenyataannya, hakim saat ini masih diamankan oleh pihak keamanan kantor apabila sedang ada di kantornya. Sementara pengamanan di rumah hakim masih tidak ada.
“Tapi realisasinya sekarang ini, hakim hanya diamankan oleh security kantor. Kalau dia sedang berada di kantor. Kalau di rumah tidak ada sama sekali pengamanan,” ujar Yasardin.
Menurutnya, pengamanan dari pihak Kepolisian baru ada ketika ada permintaan.
Sebab, aparat Kepolisian juga memiliki keterbatasan jumlah dan tugas yang banyak.
“Kecuali ada ancaman misalnya kita minta kepada kepolisian agar mengamankan. Itu baru ada pengamanan biasanya. Dan itu incidental,” ungkapnya.
Sebagai informasi, rumah hakim Khamozaro yang terbakar pada Selasa lalu berlokasi di Komplek Taman Harapan Indah, Jalan Pasar II, Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan, Sumatera Utara.
Adapun bagian rumah yang terbakar adalah bagian kamar. Saat terbakar, rumah sedang dalam keadaan kosong sehingga tak ada korban jiwa.
Khamozaro diketahui merupakan hakim yang beberapa kali menangani perkara korupsi di Sumatera Utara.
Sejak akhir September 2025, ia memimpin sidang kasus korupsi proyek pembangunan jalan senilai Rp 231,8 miliar yang menyeret sejumlah pejabat di antaranya Topan Ginting, mantan Kepala Dinas PUPR Pemprov Sumut.
Selain itu, turut terlibat eks Kepala UPTD Dinas PUPR Gunung Tua, Rasuli Efendi Siregar; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumatera Utara, Heliyanto; serta dua kontraktor, Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG) Akhirun Piliang dan Direktur Utama PT Rona Mora, Reyhan Dulsani.
Kedua kontraktor itu dijadwalkan menjalani sidang tuntutan pada Rabu (3/11/2025).
Mereka sebelumnya ditangkap dalam dua operasi tangkap tangan (OTT) terkait proyek jalan di Sumatera Utara dengan total nilai proyek yang diduga bermasalah mencapai Rp 231,8 miliar.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Ikahi: Perlindungan Hakim Minim, Harap Prabowo Beri Atensi
/data/photo/2025/11/06/690c35c201443.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)