Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau ID Food Ghimoyo mengungkapkan masih terdapat stok gula nasional sebanyak 427.852 ton yang belum terserap pasar hingga akhir masa giling tahun ini.
“Stok gula BUMN ada 303.980 ton, stok pedagang 75.251 ton, dan stok petani 48.628 ton. Jadi total stok itu ada 427.852 ton. Itu betul-betul gula yang belum terserap,” ujar Ghimoyo dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta Pusat, Senin.
Jumlah tersebut diperkirakan masih bergerak hingga November-Desember seiring berakhirnya masa giling tebu.
Menurutnya, stok yang melimpah justru menimbulkan beban keuangan karena ID FOOD harus menyerap gula petani dengan pendanaan berbunga dari Danantara (7%) dan perbankan (8,75%).
Sebagaimana diketahui, Danantara telah menyalurkan dana Rp1,5 triliun kepada ID FOOD pada akhir Agustus lalu sebagai tindak lanjut usulan penguatan Cadangan Gula Pemerintah. Selama gula tersimpan, ID FOOD wajib membayar bunga pinjaman sekitar 0,8% per bulan.
“Khusus untuk ID FOOD yang menyerap gula petani dengan harga sama menggunakan pendanaan Danantara, tapi ada bunganya,” ujarnya.
Selain terbebani bunga, gula ID FOOD juga kalah bersaing di pasar. Sebab, pedagang lebih memilih membeli langsung dari petani yang menawarkan harga sama dengan tempo pembayaran 30-45 hari. Akibatnya, stok gula ID FOOD cenderung tak terserap belakangan.
“Jadi kita jualnya ke pedagang, petani juga jualnya ke pedagang. Jadi kita akan dibeli pada saat yang terakhir. Setiap bulan ada hampir 0,8 persen tambahan bunga,” kata Ghimuyo.
Maka dari itu, untuk meringankan tekanan, ID FOOD meminta dukungan pemerintah melalui Komisi VI DPR RI agar penugasan stabilisasi harga harus disertai surat penugasan dan subsidi bunga.
“Selain itu untuk menjamin ketersediaan gula dalam negeri, untuk ke depan diusulkan ada cadangan gula nasional dibeli oleh pemerintah melalui BUMN Pangan. Jadi kurang lebih sama dengan Bulog,” ujarnya.
Lebih lanjut, ID FOOD juga mengusulkan agar neraca komoditas gula, baik konsumsi maupun industri, dikelola oleh satu badan terpusat guna menghindari tarik-menarik kebijakan antarkementerian.
“Kami usulkan agar neraca komoditas gula, baik gula konsumsi maupun gula industri, dikelola oleh satu badan atau lembaga yang terpusat untuk memastikan koordinasi antara kementerian/lembaga menjadi lebih efisien dan terintegrasi. Tidak ada tarik-tarikan, jadi satu badan,” tambahnya.
