TRIBUNNEWS.COM – Kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dengan tegas menolak berperang atau berkonflik dengan Israel.
Pemimpin HTS, Abu Mohammed al-Jolani, mengaku kini berfokus memulihkan Suriah yang baru saja ditinggalkan rezim Bashar al-Assad.
Di sisi lain, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) telah menyerang Suriah ratusan kali sejak rezim Assad tumbang.
“Israel sudah jelas melewati batas di Suriah, itu merupakan ancaman eskalasi tak berdasar di kawasan ini,” kata Jolani tempo hari saat diwawancarai Syria TV.
“Kondisi Suriah yang letih karena perang, setelah konflik dan perang bertahun-tahun, tidak mengizinkan adanya konfrontasi baru. Prioritas saat ini adalah pembangunan kembali dan stabilitas, tidak ditarik ke dalam sengketa yang bisa memunculkan kehancuran lebih lanjut.”
Dia mengatakan solusi diplomatik adalah satu-satunya cara untuk memastikan keamanan dan stabilitas. Menurutnya, “petualangan politik yang tanpa perhitungan” tidak dihendaki.
Sementara itu, pemerintah Israel sudah menyetujui rencana untuk mengembangkan kawasan Dataran Tinggi Golan, wilayah Suriah yang diduduki Israel.
Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Minggu (15/12/2024), mengatakan rencana itu termasuk memperkuat pemukiman dan menggandakan jumlah penduduk di sana.
“Pemerintah secara bulat menyetujui rencana Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mendukung pertumbuhan demografi di pemukiman di Dataran Tinggi Golan dan Katzrin dengan total anggaran lebih dari 40 juta shekel,” kata kantor itu, dikutip dari Sputnik News.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (khaberni/HO)
Di samping itu, yang turut menjadi menjadi bagian dari rencana itu ialah kawasan pendidikan, energi terbarukan, dan pembangunan tempat tinggal pelajar.
Ada pula progam pengembangan organisasi yang bertujuan untuk membantu Dewan Regional Golan dalam menyambut penduduk baru.
“Penguatan Dataran Tinggi Golan itu penting untuk keamanan dan stabilitas negara Israel. Itu penting terutama dalam situasi saat ini. Kita akan terus menjaga, mengembangkan, dan menduduki area ini.”
Sebelumnya, Netanyahu mengklaim Dataran Tinggi Golan akan selamanya menjadi bagian dari Israel.
Israel memperkuat pertahanan di Golan setelah rezim Assad tumbang. Negara Zionis itu juga merampas sebagian wilayah Suriah.
Pada Minggu, Netanyahu berujar kesepakatan yang dicapai setelah Perang Yom Kippur 1973 tak lagi sah lantaran pasukan Suriah telah meninggalkan posisinya. Dia kemudian meminta IDF menduduki buffer zone atau zona penyangga.
Rencana Netanyahu untuk Golan itu mendapat kecaman dari Arab Saudi. Menurut Arab Saudi, tindakan Israel itu adalah “sabotase”.
“Sabotase yang berlanjut terhadap peluang untuk memulihkan keamanan dan stabilitas di Suriah,” kata Kementerian Luar Negeri Arab Saudi pada Minggu.
Sementara itu, PBB sudah meminta Israel untuk menarik diri dari zona penyangga yang berada di perbatasan Israel-Suriah.
“Sangat prihatin atas pelanggaran besar terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Suriah baru-baru ini,” kata Sekjen PBB Antonio Guterres.
Prancis, Jerman, dan Spanyol juga sudah meminta Israel mundur dari zona demiliterisasi.
Seorang tentara Israel duduk di belakang truk dekat zona penyangga yang memisahkan Dataran Tinggi Golan yang dianeksasi Israel dari wilayah Suriah lainnya pada 8 Desember 2024. (AFP/JALAA MAREY)
Kapal induk AS dikerahkan ke Timur Tengah
Di tengah berlangsungnya konflik Suriah, AS mengirimkan satuan tempur kapal induk USS Harry S. Truman ke Timur Tengah.
Pada Senin kemarin, kapal itu sudah dilaporkan berlayar di Laut Merah.
“Pada tanggal 14 Desember, Satu Tempur Kapal Induk USS Harry S. Truman (HSTCSG) yang terdiri atas kapal komando USS Harry S. Truman (CVN 75), Sayap Udara (CV) 1 dengan sembilan skuadron udara yang diberangkatkan; Skuadron Perusak (DESRON) 28; rudal penjelajah kelas Ticonderoga dengan sistem pemandu, USS Gettysburg …,” kata Komando Pusat AS melalui akun X.
Menurut Komando Pusat AS, tujuan pengerahan itu ialah menjaga stabilitas dan keamanan di Timur Tengah.
Adapun pada awal November lalu, jet-jet tempur F-15E dikerahkan ke Timur Tengah dari Inggris. Jet itu memperkuat militer AS di Timur Tengah.
(Tribunnews/Febri)