Hidup di Bawah Atap Bocor: Perjuangan Yuliana Emawati sebagai Guru TK di Jombang

Hidup di Bawah Atap Bocor: Perjuangan Yuliana Emawati sebagai Guru TK di Jombang

Jombang (beritajatim.com) – Di sebuah rumah sederhana di Desa Johowinong, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang, Yuliana Emawati (43) terus berjuang. Sebagai seorang ibu tunggal dan guru TK, ia mengabdikan diri mendidik anak-anak meski hidup dalam keterbatasan.

Rumahnya yang telah lapuk dengan atap bocor dan dinding bambu yang mulai rapuh, tidak menghalangi semangatnya untuk terus memberikan yang terbaik bagi generasi penerus. Dengan gaji hanya Rp350 ribu per bulan, Yuliana bertahan, meski hidup di tengah kondisi rumah yang memprihatinkan. Namun, di balik segala kesulitan ini, ia tetap mengajarkan nilai ketekunan dan semangat untuk bertahan.

Yuliana duduk perlahan, menatap atap rumah yang bocor di sana-sini. Rumah yang selama sembilan tahun ini ia tempati bersama anaknya, kini semakin rapuh, dengan dinding bambu (gedek) yang mulai robek dan triplek yang semakin terkelupas.

Dengan jilbab merah yang menyelimutinya, Yuliana mengisahkan hari-harinya yang penuh perjuangan. Setiap pagi, ia harus menempuh perjalanan sekitar 30 menit mengendarai sepeda onthel untuk sampai ke sekolah tempatnya mengajar. Gaji sebagai guru TK yang hanya Rp350 ribu per bulan tidak cukup untuk menutupi kebutuhan rumah tangga, apalagi untuk memperbaiki rumah yang sudah hampir roboh.

“Bayaran guru TK hanya Rp350 ribu sebulan,” kata Yuliana dengan suara yang begitu lirih, menggambarkan betapa sulitnya hidup yang ia jalani, Senin (13/10/2025).

Di rumah yang sudah tidak layak huni itu, kondisi semakin memburuk. Atap yang bocor saat hujan deras membuat air masuk begitu saja. Dinding bambu yang miring dan mulai rapuh, beberapa bagian bahkan ditambal dengan banner bekas. Kerusakan yang sudah berlangsung dua tahun ini belum pernah bisa diperbaiki, mengingat keterbatasan ekonomi.

“Kalau hujan deras, air masuk dari atas. Kami terpaksa tidur di kamar yang tidak bocor, agar bisa beristirahat. Kalau angin kencang, suara bannernya sangat keras, menahan angin. Saya dan anak selalu cemas,” ungkap Yuliana, suaranya penuh keletihan.

Bagi Yuliana, setiap hari adalah perjuangan. Dengan gaji yang pas-pasan, bahkan untuk kebutuhan makan sehari-hari pun kadang tidak mencukupi. Untuk menambah penghasilan, Yuliana berjualan bahan dapur, pernak-pernik, dan kerudung secara kecil-kecilan. Namun, usaha itu pun tidak cukup untuk menutupi biaya hidup dan memperbaiki rumah yang sudah hampir roboh.

Selain itu, bantuan dari pemerintah juga tak kunjung datang. Yuliana mengaku belum pernah menerima bantuan untuk perbaikan rumahnya. “Saya tidak pernah dapat bantuan PKH atau bantuan lainnya. Hanya pernah dapat sembako dari Bupati Jombang. Saya juga tidak tahu bagaimana cara meminta bantuan untuk perbaikan rumah,” ujarnya dengan nada putus asa.

Namun, harapan belum sepenuhnya sirna. Menanggapi kondisi Yuliana, Kepala Bidang Pengembangan Kawasan Pemukiman Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kabupaten Jombang, Ahmad Rofiq Ashari, menjelaskan bahwa saat ini Dinas Perkim sedang melakukan pendataan rumah tidak layak huni di seluruh Kabupaten Jombang.

“Bupati Jombang sudah mengajukan permohonan bantuan sekitar 10 ribu unit rumah ke pemerintah pusat untuk mendukung program bedah rumah. Terkait kondisi rumah Bu Yuliana, sesuai data dan informasi, memang layak untuk mendapat bantuan. Kami akan segera melakukan pengecekan agar tidak ada warga yang terlewat,” jelas Ahmad Rofiq Ashari. [suf]