Liputan6.com, Jakarta – Harga minyak dunia turun sekitar 3% sepanjang perdagangan tahun 2024, dan membukukan pelemahan untuk tahun kedua berturut-turut.
Pendorong merosotnya harga minyak dunia ini karena pemulihan permintaan pascapandemi terhenti, ekonomi Tiongkok yang menjadi importir utama minyak tak kunjung pulih, dan AS serta produsen non-OPEC lainnya memompa lebih banyak pasokan minyak mentah ke pasar global.
Mengutip CNBC, Kamis (2/1/2025), harga minyak mentah Brent berjangka pada hari Selasa, hari perdagangan terakhir 2024, ditutup naik 65 sen atau 0,88% menjadi USD 74,64 per barel.
Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate AS ditutup naik 73 sen atau 1,03% menjadi USD 71,72 per barel.
Harga acuan Brent ditutup turun sekitar 3% dari harga penutupan akhir 2023 sebesar USD 77,04. Sementara harga WTI hampir tidak berubah dengan harga penutupan akhir tahun lalu.
Pada September, harga minyak mentah Brent ditutup di bawah USD 70 per barel untuk pertama kalinya sejak Desember 2021, dan tahun ini Brent diperdagangkan secara luas di bawah harga tertinggi yang terlihat dalam beberapa tahun terakhir karena permintaan pascapandemi meningkat dan guncangan harga akibat invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022 mulai mereda.
Prospek 2025
Harga minyak mentah kemungkinan akan diperdagangkan sekitar USD 70 per barel pada tahun 2025 karena permintaan Tiongkok yang lemah dan pasokan global yang meningkat, mengimbangi upaya yang dipimpin OPEC+ untuk menopang pasar.
Prospek permintaan yang lebih lemah di Tiongkok khususnya memaksa Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan Badan Energi Internasional (IEA) untuk memangkas ekspektasi pertumbuhan permintaan minyak mereka untuk tahun 2024 dan 2025.
IEA melihat pasar minyak memasuki 2025 dengan surplus, bahkan setelah OPEC dan sekutunya menunda rencana mereka untuk mulai meningkatkan produksi hingga April 2025 dengan latar belakang harga yang turun.
Produksi minyak AS naik 259.000 barel per hari ke rekor tertinggi 13,46 juta barel per hari pada bulan Oktober, karena permintaan melonjak ke level terkuat sejak pandemi, data dari Badan Informasi Energi AS menunjukkan pada Selasa kemarin.
Menurut IEA, produksi akan naik ke rekor baru 13,52 juta barel per hari tahun ini.