Jakarta, Beritasatu.com – Harga minyak dunia mengalami penurunan pada perdagangan Senin (6/1/2025) setelah data ekonomi dari Amerika Serikat (AS) dan Jerman memberikan sentimen negatif.
Dilansir dari Reuters, harga minyak mentah dunia Brent tercatat turun 21 sen atau 0,3% menjadi US$ 76,30 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) AS turun 40 sen atau 0,5% menjadi US$ 73,56 per barel.
Pada akhir pekan lalu, Brent mencapai level tertinggi sejak 14 Oktober 2024, sedangkan WTI mencatat rekor sejak 11 Oktober lalu. Lonjakan harga ini didorong oleh ekspektasi stimulus ekonomi Tiongkok yang bertujuan memulihkan pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Pasar minyak memasuki 2025 dengan fundamental permintaan dan penawaran yang seimbang. Namun, harga minyak dunia tetap terangkat oleh ketegangan geopolitik.
“Sepanjang tahun ini, pertumbuhan permintaan diperkirakan akan rendah, sementara pasokan baru, terutama dari AS dan OPEC, kemungkinan besar akan mendominasi pasar,” ujar laporan dari analis Eurasia Group.
Sebelumnya pada sesi awal perdagangan, harga minyak dunia sempat menguat karena badai musim dingin yang melanda AS. Kenaikan permintaan energi untuk pemanas membuat harga gas alam melonjak hingga 10%, sementara harga solar berjangka mencapai level tertinggi sejak Oktober 2024.
Melemahnya dolar AS sebesar 1,1% terhadap mata uang global juga mendukung kenaikan harga minyak dunia. Dolar yang lebih lemah membuat komoditas seperti minyak menjadi lebih murah bagi pembeli dengan mata uang lain. Namun, dolar kembali menguat setelah Presiden AS terpilih Donald Trump membantah kabar terkait tarif impor selektif.
Dengan faktor geopolitik, kebijakan moneter, dan perubahan cuaca yang memengaruhi pasar, harga minyak dunia diperkirakan akan tetap volatil dalam beberapa pekan ke depan.