Liputan6.com, Jakarta – Harga emas dunia melemah tipis pada penutupan perdagangan hari Jumat. Pelemahan harga emas ini terjadi karena tekanan dolar Amerika Serikat (AS) dan imbal hasil surat utang AS.
Namun, pelemahan data tenaga kerja AS mendorong para analis untuk meningkatkan taruhan mengenai penurunan suku bunga dari Bank Sentral AS atau Federal Reserve (Fed), membatasi pelemahan harga emas.
Mengutip CNBC, Sabtu (2/11/2024), harga emas di pasar spot turun 0,2% menjadi USD 2.736,28 per ons. Pada perdagangan hari sebelumnya, harga emas juga turun 1,5% karena beberapa pelaku pasar mengambil untung setelah emas batangan mencapai rekor tertinggi USD 2.790,15 per ons.
Sedangkan harga emas berjangka AS sebagian besar stabil di USD 2.749,2 per ons.
Otoritas AS baru saja merilis data mengenai jumlah pekerja nonpertanian yang naik 12.000 pekerjaan pada Oktober kemarin. Jika menengok ke belakang, angka kenaikan ini merupakan terkecil sejak Desember 2020.
Pelemahan jumlah pekerja ini dipengaruhi oleh gangguan akibat badai dan pemogokan oleh pekerja pabrik kedirgantaraan.
Sedangkan nilai tukar dolar AS mampu menghapus kerugian yang telah dicetak sebelumnya dengan naik 0,4%. Sementara imbal hasil surat utang AS berjangka waktu 10 tahun juga pulih dari penurunan sebelumnya.
Gerak dari dua instrumen keuangan ini membuat emas yang tidak memberikan imbal hasil menjadi kurang menarik.
Analis senior RJO Futures Bob Haberkorn menjelaskan, terlalu banyak risiko yang harus dihadapi menjelang pemilihan umum AS dan juga dengan pembicaraan tentang serangan balasan Iran terhadap Israel, dan laporan pekerjaan yang buruk seharusnya memicu penurunan suku bunga oleh Fed.
Ekonom melihat peluang 100% penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin oleh Fed minggu depan, dibandingkan peluang 91% sebelum data pekerjaan dirilis.