Liputan6.com, Jakarta Harga emas mencapai rekor tertinggi pada hari Selasa (Rabu waktu Jakarta) karena ketidakpastian seputar pemilihan presiden Amerika Serikat atau Pilpres AS dan konflik Timur Tengah, bersama dengan ekspektasi penurunan suku bunga oleh Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed) meningkatkan daya tarik terhadap emas batangan.
Dikutip dari CNBC, Rabu (30/10/2024), harga emas dunia di pasar spot naik 0,9% menjadi USD 2.766,00 per ons, setelah mencapai rekor tertinggi di level USD 2.771,61 pada awal sesi perdagangan.
Sedangkan harga emas berjangka AS naik 0,9% menjadi USD 2.779,50.
Harga emas batangan tumbuh subur dalam kondisi suku bunga rendah dan dianggap sebagai lindung nilai terhadap volatilitas pasar. Harga emas telah melonjak lebih dari 34% sepanjang tahun ini.
Harga emas didukung oleh taruhan safe-haven karena ketegangan geopolitik dan ketidakpastian politik terus berlanjut. Mantan Presiden AS dari Partai Republik Donald Trump dan Wakil Presiden dari Partai Demokrat Kamala Harris juga terjebak dalam persaingan ketat menuju Gedung Putih.
Di bidang geopolitik, sedikitnya 93 warga Palestina tewas dan hilang dalam serangan Israel di Gaza utara, kata Kementerian Kesehatan Gaza.
Pasar saat ini memperkirakan peluang hampir 100% untuk penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin oleh Fed pada bulan November.
“Emas akan mempertahankan kecenderungan naiknya dan bahkan mungkin mendekati USD 2.800 dalam beberapa hari ke depan, selama risiko pemilu AS terus membebani sentimen pasar, sementara ekspektasi penurunan suku bunga Fed tetap utuh,” kata Han Tan, Kepala Analis Pasar di Exinity Group.
Namun, pembeli di India, konsumen emas terbesar kedua di dunia, menepis harga tertinggi yang pernah tercatat, dan melakukan pembelian untuk festival Dhanteras dan Diwali.
Senada dengan harga emas, harga perak naik 2,2% menjadi USD 34,45 per ons. Harga platinum naik 1,8% menjadi USD 1.051,10. Sedangkan harga Paladium naik 0,5% menjadi USD 1.224,25, setelah mencapai level tertinggi dalam 10 bulan karena kekhawatiran sanksi terhadap produsen utama Rusia.