Liputan6.com, Jakarta – Harga emas dunia naik menjelang akhir sesi perdagangan Amerika Utara, meskipun imbal hasil obligasi pemerintah AS yang tinggi serta penguatan Dolar AS memberikan tekanan. Pada Rabu (12/3/2025) malam, harga emas tercatat menguat sebesar 0,63% dan diperdagangkan di level USD 2.933 setelah rilis laporan inflasi AS yang lebih lemah dari perkiraan.
Pada hari Kamis (13/3/2025) ini, emas terus menguat dan mendekati puncak sejarahnya di level USD 2.941.
Analisis Dupoin Indonesia Andy Nugraha menjelaskan, tren bullish masih mendominasi harga emas, didukung oleh pola candlestick dan indikator Moving Average yang terbentuk saat ini.
“Prediksi hari ini menunjukkan harga emas berpotensi melanjutkan kenaikan hingga mencapai level USD 2.956. Namun, jika harga mengalami kegagalan dalam mempertahankan momentum bullish dan terjadi reversal, maka harga emas dapat turun hingga USD 2.910 sebagai target penurunan terdekat,” jelas dia dalam keterangan tertulis, Kamis (13/3/2025).
“Faktor utama yang mendukung pergerakan ini adalah ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) setelah data inflasi AS yang lebih rendah dari proyeksi,” kata Andy.
Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS) melaporkan bahwa inflasi konsumen di AS mengalami sedikit penurunan pada bulan Februari. Namun, para investor tetap berhati-hati terhadap perkembangan ini karena kebijakan tarif agresif pada impor AS dapat memicu gelombang inflasi baru. Meskipun demikian, peluang pemangkasan suku bunga The Fed hingga tiga kali pada tahun 2025 semakin terbuka, memberikan dorongan positif bagi harga emas.