Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Harga Bitcoin Terus Meroket Pecahkan Rekor, Ini Penyebabnya

Harga Bitcoin Terus Meroket Pecahkan Rekor, Ini Penyebabnya

Jakarta

Harga koin kripto Bitcoin terus melambung tinggi. Bahkan baru-baru ini melewati rekor tertinggi sepanjang sejarah di kisaran US$ 93.000 atau Rp 1.472.190.000 (Rp 1,47 miliar jika dihitung dalam kurs Rp 15.830 per dolar AS).

Tidak hanya nilai jualnya yang terus bertambah, kapitalisasi pasar Bitcoin saat ini sudah menembus lebih dari US$ 1,77 triliun atau Rp 28.019,1 triliun. Kondisi ini membuat Bitcoin melampaui kapitalisasi pasar perak (US$ 1,70 triliun atau Rp 26.911 triliun) sebagai aset terbesar ke-8 di dunia.

Saat ini, kapitalisasi pasar Bitcoin hanya berada di bawah emas (US$ 17,23 triliun), Nvidia (US$ 3,63 triliun), Apple (US$ 3,4 triliun), Microsoft (US$ 3,16 triliun), Google (US$ 2,2 triliun), Amazon (US$ 2,2 triliun), dan Saudi Aramco (US$ 1,79 triliun) dalam peringkat aset terbesar dunia.

CEO sekaligus pendiri Indodax, Oscar Darmawan, mengatakan pergerakan pasar Bitcoin yang terus meningkat ini sebagian besar didorong oleh pembelian institusional dan arus kas masuk ke ETF Bitcoin yang terus berlanjut.

“Pencapaian kapitalisasi pasar Bitcoin yang kini menembus US$ 1,77 triliun adalah bukti semakin diterimanya aset digital ini di kancah global sebagai alternatif investasi yang potensial,” jelas Oscar dalam keterangan resminya, Minggu (17/11/2024).

“Lonjakan harga Bitcoin yang melewati level US$ 93.000 mencerminkan tingginya minat institusi besar terhadap kripto sebagai salah satu aset utama dalam portofolio investasi,” sambungnya lagi.

Selain itu optimisme atas kemenangan Donald Trump sebagai Presiden baru AS, yang dikenal dengan sikap pro-kripto, turut mendukung kepercayaan para investor bahwa regulasi yang lebih mendukung aset digital ini akan segera hadir.

“Saya melihat adanya potensi besar dalam regulasi yang mendukung industri kripto seperti Financial Innovation and Technology for the 21st Century Act (FIT 21) dan Financial Innovation Act (FIA) dalam kebijakan Amerika, dan juga kebijakan baru mengenai perpindahan regulasi ke OJK di Indonesia di 2025,” papar Oscar.

“Dukungan regulasi yang positif akan memperkuat perkembangan pasar dan mengurangi risiko yang dihadapi oleh para investor kripto,” terangnya lagi.

Menurutnya selain faktor-faktor tadi, faktor pendorong lainnya seperti sentimen inflasi juga memberikan dampak pada pergerakan harga Bitcoin. Misalkan saja pada Rabu (13/11) kemarin saat inflasi di AS tercatat sebesar 2,6% YoY atau naik dari periode sebelumnya yang sebesar 2,4%.

Kenaikan sebesar 0,2% ini sebetulnya masih dalam perhitungan konsensus, sehingga seharusnya kenaikan inflasi ini memberikan pandangan positif terhadap dolar. Namun, kripto Bitcoin justru mengalami kenaikan dan berhasil mencapai all-time high (ATH), mencerminkan antusiasme investor terhadap adopsi Bitcoin di tengah kondisi ekonomi saat ini.

“Dengan inflasi tinggi, Bitcoin dianggap sebagai aset yang dapat melindungi nilai dan menarik investor yang mencari alternatif investasi yang lebih stabil dibandingkan aset tradisional yang bisa terdampak penurunan nilai akibat inflasi,” katanya.

Karena itu, Oscar optimis bahwa Bitcoin masih memiliki ruang untuk tumbuh lebih jauh, terutama jika didukung oleh kerangka regulasi yang lebih jelas dan penerimaan publik yang terus meningkat.

(kil/kil)