Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Cokelat Bean to Bar Indonesia (ACBI) menyebut harga biji kakao dunia tengah terjun bebas usai sempat menyentuh rekor tertinggi di awal tahun.
Pengurus ACBI Peni Agustiyanto mengatakan penurunan harga tersebut terjadi karena panen raya di Afrika yang merupakan produsen terbesar dunia.
Peni menuturkan, kondisi ini turut menekan harga kakao dalam negeri yang kini berada di bawah Rp100.000 per kilogram.
Padahal, ungkap dia, harga biji kakao sempat mencapai level tinggi di awal tahun hingga September 2025, yang menyentuh US$11.000 per metric ton. Namun, kini harganya turun menjadi US$6.000 per metric ton.
“Harga kakao kemarin [awal tahun sampai September] puncak keemasannya itu bisa sampai Rp180.000–Rp200.000 per kilogram,” kata Peni saat ditemui seusai acara Peringatan Hari Kakao Indonesia 2025 bertajuk Penguatan Sektor Hulu Untuk Memperkokoh Hilirisasi Kakao Indonesia di Hotel Pullman, Jakarta, Kamis (23/10/2025).
Di tengah tekanan harga global, ACBI menegaskan pentingnya menjaga mutu biji kakao Indonesia, terutama dari sisi kualitas tanah dan proses fermentasi. Menurut Peni, meski bahan tanam unggul tersedia, kondisi tanah dan nutrisi tetap akan mempengaruhi kualitas biji.
Dia mengungkap, daerah seperti Bali, Aceh, dan Sumatera Barat memiliki kualitas tanah yang relatif lebih baik lantaran minim penggunaan pupuk kimia.
Lebih lanjut, Peni menyampaikan pelaku bean to bar tetap berupaya memperkenalkan kakao Indonesia ke pasar global dengan proses fermentasi panjang hingga delapan hari untuk mengeluarkan aroma khas buah dan rempah.
“Jadi kakao kita itu dianggap kakao yang diproses asalan. Asalan itu, jadi kalau proses fermentasi kami itu bisa sampai 8 hari. Tapi kakao yang asalan itu hanya 3 hari, 2 atau 3 hari,” ujarnya.
Adapun, pasar ekspor utama bagi kakao bean to bar Indonesia masih didominasi Eropa dan Amerika Serikat (AS). Hal itu sejalan dengan rata-rata konsumsi cokelat masyarakat Eropa dan AS yang mencapai 5 kilogram per orang per tahun.
Ke depan, Peni menilai, pemerintah perlu memperkuat kerja sama lintas sektor untuk menjaga daya saing industri kakao nasional di tengah fluktuasi harga global.
“Pemerintah nggak bisa kerja sendiri. Artinya meskipun dia pemegang regulasi dia juga harus melibatkan pengguna dalam lini chocolate maker,” pungkasnya.
