TRIBUNNEWS.COM – Pemimpin senior Gerakan Perlawanan Palestina Hamas, Mahmoud al-Mardawi, menegaskan bahwa rencana Israel untuk menduduki seluruh Jalur Gaza tidak akan berhasil dan perlawanan rakyat Palestina akan terus menguat.
Menurutnya, ancaman Israel itu hanyalah bagian dari strategi yang lebih luas untuk menghancurkan semangat rakyat Palestina, memaksa mereka menyerahkan hak-hak mereka, dan meninggalkan tempat-tempat suci mereka, dikutip dari Palestine Chronicle.
Pernyataan ini muncul setelah bocoran yang mengungkapkan bahwa pemerintah Israel telah menyetujui rencana besar untuk menduduki Jalur Gaza sepenuhnya.
Media Israel melaporkan bahwa rencana tersebut mencakup perluasan operasi militer di seluruh wilayah Gaza hingga mencapai kendali penuh.
Sehari sebelumnya, Kepala Staf Israel Eyal Zamir mengumumkan bahwa puluhan ribu panggilan cadangan telah dikeluarkan untuk menghadapi operasi tempur yang diperluas.
Dalam wawancara dengan Al-Jazeera, al-Mardawi menegaskan bahwa Hamas tidak akan menerima penyelesaian apa pun yang gagal memenuhi tuntutan utama rakyat Palestina.
Tuntutan tersebut mencakup pembebasan semua tawanan Israel yang ditahan oleh kelompok perlawanan, gencatan senjata total, penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza, dimulainya proses rekonstruksi pasca-kerusakan besar-besaran, serta pembebasan semua tahanan Palestina di penjara-penjara Israel.
Di sisi lain, pemerintah Israel semakin agresif.
Kabinet Keamanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyetujui rencana untuk memanggil pasukan cadangan dan menyerahkan tanggung jawab distribusi bantuan kemanusiaan di Gaza kepada militer Israel.
Rencana tersebut mencakup penguasaan total wilayah Gaza serta pemindahan penduduk ke wilayah selatan demi alasan ‘perlindungan’.
Namun, kebijakan ini mendapat penolakan dari sebagian pihak di Israel sendiri.
Kepala Angkatan Darat Eyal Zamir memperingatkan bahwa operasi militer besar-besaran dapat membahayakan para sandera yang masih ditahan Hamas, dikutip dari Al Mayadeen.
Sementara tokoh oposisi seperti Yair Lapid mempertanyakan tujuan militer yang tidak jelas dari Netanyahu.
Selain itu, Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Itamar Ben-Gvir bahkan mendorong pemblokiran total terhadap makanan, air, obat-obatan, dan bahan bakar, sebuah langkah yang dikritik Zamir karena dapat memicu tuduhan pelanggaran hukum internasional.
Sementara itu, al-Mardawi menggambarkan kondisi di Gaza sebagai bencana kemanusiaan akibat blokade total dan serangan yang terus berlanjut.
Ia memperingatkan bahwa anak-anak Gaza menghadapi ancaman kematian akibat kekurangan gizi akut.
Di Tepi Barat, katanya, rakyat Palestina juga menderita akibat kebijakan Yahudisasi, pemindahan paksa, dan kelaparan.
Meski krisis memburuk, al-Mardawi menegaskan bahwa keteguhan dan perlawanan rakyat Palestina tetap menjadi satu-satunya cara untuk menghadapi agresi Israel.
“Semua upaya pendudukan untuk memaksakan kehendaknya melalui ancaman dan kekerasan massal akan gagal,” ujarnya.
Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa rakyat Palestina tidak punya pilihan lain selain menuntut kesepakatan komprehensif yang dapat menjamin keselamatan dan keamanan mereka.
Sementara itu, Israel terus melancarkan serangannya di Gaza sejak 7 Oktober 2023.
Korban sipil akibat serangan Israel terus meningkat.
Lebih dari 52.500 warga Palestina dilaporkan telah tewas dalam pembantaian di Gaza.
Mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak.
Serangan ini juga telah menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza dan menyebabkan hampir seluruh populasinya mengungsi.
Selain itu, Israel memperketat pengepungan terhadap wilayah tersebut dengan menghalangi masuknya makanan, air, obat-obatan, listrik, dan bantuan kemanusiaan lainnya yang sangat dibutuhkan.
(Tribunnews.com/Farrah)
Artikel Lain Terkait Hamas dan Konflik Palestina vs Israel
