TRIBUNNEWS.COM – Israel terus melancarkan serangan udara ke Gaza, Palestina.
Salah satu serangan tersebut menewaskan juru bicara Hamas, Abdel-Latif Al-Qanoua.
Dikutip dari Reuters, Kamis (27/3/2025), Al-Qanoua tewas ketika tendanya di Jabalia menjadi sasaran serangan udara Israel.
Hamas mengonfirmasi kematian Al-Qanoua dalam pernyataan yang dipublikasikan di Telegram.
Hamas menggambarkan Al-Qanoua sebagai “contoh keteguhan dan dedikasi dalam melayani rakyatnya dan tujuan mereka.”
“Penargetan para pemimpin dan juru bicara gerakan oleh pendudukan tidak akan mematahkan tekad kami.”
“Sebaliknya, hal itu hanya akan meningkatkan semangat kami untuk terus maju hingga pembebasan tanah dan tempat-tempat suci.”
“Darah para martir akan tetap menjadi bahan bakar dan inspirasi bagi perlawanan hingga kemenangan,” ujar Hamas dalam pernyataannya.
Serangan yang sama juga melukai beberapa orang di wilayah tersebut.
Selain itu, militer Israel turut menyerang Kota Gaza dan Khan Yunis di Gaza selatan. Sedikitnya tujuh orang dilaporkan tewas dalam serangan di dua wilayah itu.
Gencatan Senjata Berakhir, Serangan Berlanjut
Awal pekan ini, serangan udara Israel juga menewaskan Ismail Barhoum, anggota kantor politik Hamas, serta Salah al-Bardaweel, salah satu pemimpin senior Hamas.
Menurut laporan dari sumber Hamas, Barhoum dan Bardaweel merupakan bagian dari badan pembuat keputusan Hamas yang beranggotakan 20 orang.
Sejak perang dimulai pada akhir 2023, sebelas anggota badan ini telah tewas akibat serangan Israel.
Minggu lalu, Israel mengakhiri gencatan senjata yang telah berlangsung selama dua bulan dengan kembali melancarkan serangan udara dan operasi darat.
Hal ini meningkatkan tekanan terhadap Hamas untuk membebaskan sandera yang masih ditahan.
Sejak 18 Maret 2025, serangan militer Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 830 orang.
Menurut laporan Al Jazeera, lebih dari setengah korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.
Israel dan Hamas saling menuduh telah melanggar kesepakatan gencatan senjata yang mulai berlaku sejak Januari.
Gencatan senjata tersebut sebelumnya memberikan jeda bagi 2,3 juta penduduk Gaza, yang telah mengalami kehancuran akibat aksi militer Israel.
Pernyataan Netanyahu
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa serangan diperintahkan karena Hamas menolak perpanjangan gencatan senjata.
Pada Rabu (26/3), Netanyahu kembali memperingatkan bahwa Israel akan merebut lebih banyak wilayah di Gaza jika Hamas tidak membebaskan para sandera yang masih ditahan sejak serangan 7 Oktober 2023.
Hamas sendiri masih menahan 59 dari sekitar 250 sandera yang diculik dalam serangan tersebut.
Kelompok itu menuduh Israel menghambat negosiasi pembebasan sandera dan merusak upaya mediator dalam mencari solusi permanen untuk mengakhiri pertempuran.
Sementara itu, rumah sakit di Gaza dilaporkan kewalahan menghadapi lonjakan korban akibat serangan Israel.
Blokade total yang diberlakukan Israel selama lebih dari tiga minggu telah memperburuk krisis kemanusiaan dengan minimnya pasokan medis dan bantuan untuk warga sipil di wilayah tersebut.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)