Jakarta, Beritasatu.com – Kurikulum pendidikan baru, yakni deep learning yang tengah diterapkan pemerintah, dalam hal ini Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti, mendapat dukungan dari guru. Hal itu dikarenakan kurikulum baru ini dirancang untuk meningkatkan pemahaman siswa melalui pendekatan yang lebih mendalam dan fokus pada keterlibatan aktif.
Guru Bahasa Indonesia SMPN 20 Kota Tangerang Tri Prasetiyawati, mengaku setuju dan menyepakati dengan perubahan kurikulum merdeka dan fokus pada deep learning.
Kata deep learning meliputi mindfull learning (menghargai keunikan dan keterlibatan siswa), meaningfull Learning (pentingnya pembelajaran yang relevan), dan joyfull learning (menciptakan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan). Hal itu disebut dapat mengena dalam pembelajaran di sekolah asalkan guru harus selalu hadir di kelas bisa dan menguasai metode tersebut.
“Karena pendekatan tersebut mendorong siswa untuk menerapkan P5 atau proyek penguatan profil pelajar Pancasila, yang sudah dilakukan dalam kurikulum merdeka. Deep learning mengutamakan pemahaman konsep yang mendalam dan keterampilan yang relevan, sehingga siswa tidak hanya menghafal informasi, tetapi juga mampu menerapkannya dalam situasi nyata,” katanya kepada Beritasatu.com, Sabtu (16/11/2024).
Tri juga menilai kurikulum yang selalu berganti dengan menteri baru bisa efektif, asalkan adanya sumber daya manusia (SDM) dengan pelatihan yang konsisten.
Menurutnya, di satu sisi perubahan kurikulum dapat membawa inovasi dalam metode pengajaran dan pembelajaran. Namun, jika tidak diimbangi dengan pelatihan yang memadai untuk guru dan fasilitas yang mendukung, perubahan tersebut bisa kurang efektif. Maka perlu adanya kerja sama dari warga sekolah, kepala sekolah, guru, siswa dan orang tua.
“Selain itu, adaptasi siswa dan guru terhadap kurikulum baru juga menjadi faktor penting dalam menentukan efektivitas,” tegasnya.
Tri menjelaskan, kurikulum yang baru dapat meningkatkan kecerdasan dan keterampilan siswa, asalkan diterapkan dengan baik dan kerja sama dengan warga sekolah. Dengan pendekatan yang lebih fokus pada pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, siswa memiliki peluang lebih besar untuk memahami materi secara mendalam dan pembelajaran yang menyenangkan.
“Keberhasilan tersebut juga tergantung pada dukungan lingkungan belajar, motivasi siswa, dan keterlibatan orang tua,” papar dia.
Terkait kurikulum 25 tahun lalu dengan sekarang, Tri memaparkan bahwa kurikulum 25 tahun lalu cenderung lebih berfokus pada penghafalan dan penilaian berbasis ujian. Guru hanya ceramah anak dan dituntut duduk, catat, dan dengar. Guru lebih aktif daripada siswa.
Sedangkan kurikulum sekarang lebih menekankan pada pengembangan kompetensi dan pemahaman konsep. Terlebih dengan adanya P5 dengan bermacam-macam dimensi, seperti bertaqwa kepada Tuhan YME, berkebhinekaan global, kemandirian, gotong royong, bernalar kritis, dan kreatif, yang dilaksanakan di sekolah satu tahun tiga kali.
“Dalam hal kemudahan pelaksanaan, penerapan kurikulum deep leaning ini tergantung pada konteks. Beberapa guru mungkin menemukan kurikulum baru lebih menantang karena memerlukan pendekatan yang lebih aktif, inovatif, kemandirian, bertaqwa kepada Tuhan YME, dan kreatif, sehingga siswa mungkin merasa lebih terlibat dan termotivasi. Dengan dukungan yang tepat, kurikulum baru dapat menciptakan suasana belajar yang lebih dinamis dan menarik,” pungkas Tri Prasetiyawati.