Gugatan Pasal Penghinaan Presiden di KUHP Baru Tidak Diterima MK
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Mahkamah Konstitusi
(
MK
) menyatakan permohonan gugatan
pasal penghinaan presiden
dan wakil presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (
KUHP
) yang baru tidak dapat diterima.
“Mengadili, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua MK, Suhartoyo dalam pembacaan putusan sidang perkara nomor 143/PUU-XXII/2024, Jumat (3/1/2024).
Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menilai para pemohon yakni Muhammad Amir Rahayaan, Hamka Arsad Refra, dan Harso Ohoiwer yang merupakan warga Jakarta, tak memiliki kedudukan hukum mengajukan permohonan tersebut.
“Seandainya pun para pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan
a quo
dan Mahkamah mempertimbangkan pokok permohonan,
quod non
, namun oleh karenanya berkenaan ketentuan Pasal 218 ayat 1, ayat 2, dan Pasal 219 UU 1/2023 merupakan ketentuan norma yang belum berlaku dan belum memiliki kekuatan hukum mengikat, sehingga terhadap hal yang demikian Mahkamah akan berpendirian bahwa permohonan para pemohon adalah permohonan prematur,” bunyi pertimbangan putusan MK.
Selain itu, meskipun MK berwenang mengadili permohonan tersebut, karena para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum, maka MK tidak mempertimbangkan pokok permohonan.
Adapun pasal penghinaan presiden dan wakil presiden yang digugat para pemohon adalah Pasal 218 ayat 1 dan 2, dan pasal 219 UU 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pasal 218 ayat 1 mengatur pidana yang menyebut setiap orang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat presiden atau wapres bisa dipidana paling lama 3 tahun 6 bulan.
Ayat 2 pasal yang sama menerangkan penyerangan tidak termasuk jika dilakukan untuk kepentingan umum dan membela diri.
Sedangkan Pasal 219 adalah delik yang bisa menjerat setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukan, atau menempelkan tulisan atau gambar dan menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi terkait dengan penyerangan harkat martabat presiden dan wapres.
Pasal ini mengatur pidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan.
Para pemohon kemudian menilai pasal-pasal ini bertentangan dengan konstitusi dan meminta MK menghapus norma tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.