Iqbal menjelaskan bahwa kerusakan tersebut menghilangkan fungsi alam sebagai penyangga kehidupan. Ia menilai bahwa hutan alam yang rusak tidak lagi mampu menahan air hujan, sehingga limpasan air dengan mudah berubah menjadi banjir bandang yang menghancurkan permukiman warga.
Iqbal menuntut isu ini dibahas secara serius karena melihat adanya ketimpangan antara daya juang masyarakat dan tanggung jawab negara.
Ia mengakui bahwa warga terdampak bencana memiliki ketahanan luar biasa untuk bertahan hidup, namun ia menegaskan bahwa tidak semua situasi dapat dihadapi tanpa kehadiran negara.
Dalam pandangannya, negara memiliki kewajiban untuk hadir tidak hanya pada fase darurat, tetapi juga dalam pemulihan jangka panjang.
“Masyarakat punya daya juang yang luar biasa, tetapi ada situasi di mana mereka tidak bisa bangkit tanpa kehadiran negara. Yang dibutuhkan bukan hanya bantuan, tetapi kejelasan dan tanggung jawab pemerintah,” tegasnya.
Isu ini menjadi semakin penting karena, menurut Iqbal, pola penanganan dan komunikasi pemerintah dalam situasi bencana sering kali tidak memberikan kepastian kepada masyarakat.
Pernyataan-pernyataan resmi yang menyebut kondisi “terkendali” justru menimbulkan kebingungan di tengah warga yang kehilangan rumah dan mata pencaharian.
Ia menilai bahwa masyarakat membutuhkan kejelasan tentang rencana pemulihan, relokasi, serta jaminan keberlanjutan hidup setelah bencana berlalu.
Melalui kritiknya, Iqbal Damanik ingin menegaskan bahwa penyelesaian masalah bencana tidak bisa dilepaskan dari pembenahan kebijakan lingkungan. Ia menilai bahwa tanpa menghentikan deforestasi dan menurunkan emisi, bencana serupa akan terus berulang dan semakin besar skalanya.
