Gowa Makassar Tourism Development Beberkan 4 Dokumen Negara yang Tegaskan Kepemilikan Lahan

Gowa Makassar Tourism Development Beberkan 4 Dokumen Negara yang Tegaskan Kepemilikan Lahan

Sebelumnya, Founder & Advisor Kalla Group, Jusuf Kalla (JK), angkat bicara tegas terkait polemik kepemilikan lahan seluas 16,4 hektare di depan Trans Mall, Jalan Metro Tanjung Bunga, Makassar, Sulawesi Selatan. Mantan Wakil Presiden RI dua periode itu menolak klaim PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD), yang disebutnya sebagai tindakan rekayasa dan bentuk perampasan hak.

JK menegaskan bahwa lahan yang kini disengketakan telah dibelinya langsung dari ahli waris Raja Gowa sejak tiga dekade lalu, saat kawasan itu masih termasuk wilayah Kabupaten Gowa. Ia menyebut kepemilikan tanah tersebut sah secara hukum, dilengkapi dengan sertifikat dan akta jual beli.

“Ini tanah saya sendiri yang beli, dari anak Raja Gowa, tiga puluh tahun lalu. Sudah bersertifikat dan ada akta jual belinya. Dulu memang wilayah Gowa, tapi sekarang sudah masuk Makassar,” ujar JK saat meninjau lokasi lahan yang akan dikembangkan menjadi proyek properti terintegrasi, Rabu (5/11/2025).

Ia menuding pihak GMTD yang berafiliasi dengan Grup Lippo melakukan klaim sepihak tanpa dasar hukum yang jelas.

“Tiba-tiba ada yang datang merekayasa segala macam, mau merampok. Mereka itu omong kosong, pembohong semua,” tegas JK. 

Dalam kunjungan tersebut, JK sempat berbincang dengan para pekerja dan penjaga lahan. Ia menyebut tindakan GMTD sebagai bentuk penghinaan terhadap martabat masyarakat Bugis-Makassar, yang menjunjung tinggi nilai siri (harga diri).

“Selama 30 tahun kami menjaga tanah ini, tiba-tiba ada yang mau merampas. Ini soal kehormatan. Dalam Islam, mempertahankan tanah itu jihad,” kata JK dengan nada geram.

Seorang pekerja yang berada di lokasi pun menyatakan siap membela JK. “Harga mati membela Puang (JK), karena kebenaran sudah jelas, datanya lengkap, sertifikatnya ada,” ujarnya.

JK juga menanggapi isu eksekusi lahan oleh GMTD. Menurutnya, tindakan itu tidak sah karena tidak melalui prosedur hukum yang berlaku.

“Eksekusi harus ada pengukuran resmi. Mana BPN-nya? Mana camatnya? Tidak ada semua,” ucap JK.