Jakarta, CNBC Indonesia – Raksasa teknologi buka suara terkait kebijakan kontroversial yang ditetapkan Australia untuk melarang anak di bawah usia 16 tahun mengakses media sosial.
Kebijakan itu sudah diketuk palu pada Kamis (28/11) waktu setempat. Penyedia platform media sosial yang melanggar akan dikenai sanksi denda hingga A$49,5 juta atau setara Rp 511 miliar.
Raksasa teknologi menilai aturan tersebut dibuat secara tergesa-gesa. TikTok yang merupakan media sosial populer di kalangan remaja mengatakan pelarangan pemerintah Australia berpotensi membuat anak muda masuk ke ‘jurang kegelapan’ di internet.
“Ke depan, sangat penting bagi pemerintah Australia untuk berkoordinasi dengan industri dalam memperbaiki isu-isu yang muncul karena proses [pemberlakuan kebijakan] yang tergesa-gesa,” kata TikTok, dikutip dari Reuters, Senin (2/12/2024).
“Kami ingin bekerja sama untuk menjaga keamanan para remaja dan mengurangi konsekuensi kebijakan ini terhadap seluruh warga Australia,” TikTok menambahkan.
Pemerintah Australia sudah memberikan peringatan terhadap platform media sosial terkait rencana kebijakan ini selama berbulan-bulan.
Aturan ini pertama kali digaungkan pada awal tahun, ketika parlemen mendengarkan kesaksian dari para orang tua yang anaknya mengalami insiden perundungan siber (cyber bullying) dan melakukan kekerasan terhadap diri sendiri (self-harming).
Partai Buruh Albanese yang tidak mengontrol Senat memenangkan dukungan krusial dari opisisi konservatif untuk meloloskan aturan ini. Hal ini menyebabkan proses pembahasannya berlangsung cepat.
Meta yang merupakan induk Facebook, Instagram, WhatsApp, juga mengkritik aturan tersebut. Meta mengatakan proses aturan itu sudah ditentukan sebelumnya.
“Pekan lalu, komite parlemen mengatakan tak ada keterkaitan jelas antara media sosial dengan kesehatan mental kaum muda Australia. Lalu pekan ini, Komite Senat secara terburu-buru melaporkan bahwa media sosial menyebabkan bahaya,” kata Meta dalam pernyataan awalnya pada Jumat (29/11) waktu setempat.
(fab/fab)