Gelombang Penolakan Tak Kunjung Padam, Masih Bisakah UU TNI Dibatalkan?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Gelombang penolakan terhadap Undang-Undang (UU) TNI yang telah direvisi masih terjadi di sejumlah daerah di Indonesia.
Aksi demonstrasi pun dilakukan oleh mereka yang menolak UU TNI yang baru ini.
Padahal, pengesahan terhadap Revisi UU TNI sudah diketok oleh DPR sejak pekan lalu.
Misalnya, di Malang, demo UU TNI berakhir ricuh, dan bahkan beberapa orang dilaporkan hilang.
Selain itu, demo di Surabaya juga mengalami kericuhan, di mana massa sampai melempar molotov ke polisi.
Aksi unjuk rasa menolak Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) di Kota Malang, Jawa Timur, berujung ricuh pada Minggu (23/3/2025) malam.
Massa aksi yang berkumpul di depan Gedung DPRD Kota Malang terlibat bentrokan dengan aparat keamanan, hingga menyebabkan kebakaran akibat lemparan molotov.
Menurut rilis dari Aliansi Suara Rakyat (ASURO), sejumlah korban berjatuhan dalam insiden tersebut.
Hingga pukul 21.25 WIB, diperkirakan ada 6 hingga 7 orang peserta aksi yang dilarikan ke rumah sakit akibat luka-luka.
Selain itu, sekitar 10 orang massa aksi dilaporkan hilang kontak, sementara 3 orang lainnya telah diamankan oleh pihak kepolisian.
Kericuhan juga menyebabkan korban di pihak aparat keamanan.
Kasi Humas Polresta Malang Kota, Ipda Yudi Risdiyanto, mengonfirmasi bahwa tujuh aparat mengalami luka-luka akibat bentrokan tersebut.
“Iya benar, ada 7 personel yang terluka. Terdiri dari 6 anggota polisi dan satu orang TNI,” ujar Yudi saat dikonfirmasi pada Minggu malam.
Dengan demikian, total korban luka-luka dari kedua belah pihak mencapai sekitar 14 orang.
Lalu, untuk di Surabaya, setidaknya 25 orang demonstran ditangkap oleh aparat kepolisian ketika menggelar aksi tolak UU TNI di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin (24/3/2025).
Demonstrasi tersebut mulai memanas sekitar pukul 17.00 WIB.
Kemudian, sejumlah aparat kepolisian pun mulai mendatangi para pedemo.
Tampak beberapa anggota polisi yang mengenakan seragam maupun pakaian sipil menangkap dan membawa sejumlah demonstran masuk ke dalam Gedung Grahadi.
Aparat kepolisian terus melakukan penangkapan ketika massa aksi mulai mundur ke Jalan Pemuda.
Selanjutnya, puluhan orang itu dikumpulkan di halaman sisi timur Gedung Grahadi.
Mengenai hal itu, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya, Fatkhul Khoir, mengatakan total ada sekitar 25 orang massa aksi Tolak RUU TNI yang ditangkap.
“Sementara kami data yang di Mapolrestabes (Surabaya) ada 25 orang. Tapi identitasnya belum dapat detail semua, baru dua yang berhasil kami identifikasi,” kata Fatkhul saat dikonfirmasi, Senin.
“Kami sempat koordinasi dengan pihak penyidik, cuma memang belum diberikan akses untuk masuk karena memang belum ada kuasa,” imbuh dia.
Lantas, bagaimana seharusnya Pemerintah bersikap dalam menanggapi gelombang
penolakan UU TNI
ini?
Pakar hukum tata negara Feri Amsari menegaskan, Presiden
Prabowo Subianto
sebenarnya dapat melakukan upaya khusus untuk menyikapi gelombang penolakan dari masyarakat terhadap UU TNI.
Feri menyebut, Prabowo bisa mengeluarkan Perppu untuk mencabut UU TNI.
“Tentu saja Presiden dapat melakukan upaya khusus untuk membatalkan ketentuan undang-undang itu. Presiden bisa mengeluarkan Perppu pencabutan terhadap UU TNI,” ujar Feri saat dihubungi Kompas.com, Selasa (25/3/2025).
Menurut Feri, penting bagi Prabowo untuk memperlihatkan bahwa dirinya peduli kepada masyarakat.
Dia meminta Prabowo mendengarkan kehendak publik yang masif ini.
“Nah ini penting untuk memperlihatkan bahwa Presiden peduli, dan memang gagasan militeristik yang dipaksakan ini tidak terjadi karena mendengarkan kehendak publik,” imbuhnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Gelombang Penolakan Tak Kunjung Padam, Masih Bisakah UU TNI Dibatalkan?
/data/photo/2025/03/24/67e0a365849d5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)