Bisnis.com, JAKARTA — PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) dan Citilink Indonesia segera menggunakan bahan bakar berkelanjutan atau sustainable aviation fuel/SAF untuk penerbangan internasional ke Singapura pada 2026.
Environmental Management System Division Head Garuda Indonesia Muhammad Oki Zuheimi mengungkapkan, secara umum belum semua negara menerapkan kewajiban penggunaan SAF alias bioavtur di bandaranya.
Untuk Garuda Indonesia, baru rute Amsterdam—CGK yang menerapkan kebijakan blending 2%. Menyusul Singapura dengan kebijakan SAF 1% mulai 1 Januari 2026.
“Jadi penerbangan yang dari Singapura otomatis akan menggunakan SAF yang disediakan dari fuel provider di airport setempat. Citilink tentunya akan mengikuti,” ujarnya dalam FGD Life Cycle Assessment Produksi Sustainable Aviation Fuel Berbasis Refined, Kamis (30/10/2025).
Oki memaparkan, mandat penggunaan SAF akan bertahap dalam beberapa tahun ke depan, baik di Indonesia maupun di negara-negara lainnya.
Indonesia merencanakan kewajiban penggunaan SAF 1% untuk penerbangan internasional, paling cepat pada tahun depan atau 2026. Sementara Korea Selatan—khususnya ke Incheon International Airport (ICN)—juga akan menerapkan kebijakan serupa pada 2027, dan meningkat menjadi 3%—5% pada 2030, dan 7%—10% pada 2035 mendatang.
Berbeda dengan Jepang, untuk rute Bandara Internasional Tokyo Haneda (HND)—CGK dan Bandara Internasional Narita (NRT)—I Gusti Ngurah Rai Bali (DPS) baru akan menerapkan wajib SAF 10% pada 2030 mendatang.
Oki tak menampik bahwa penggunaan bioavtur yang saat ini digunakan untuk penerbangan dari Jakarta ke Amsterdam terbukti mengerek naik biaya bahan bakar hingga 8%.
Adapun, untuk mendorong penggunaan SAF oleh maskapai di Indonesia, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah menggodok kebijakan pemberian insentif untuk mendorong penggunaan SAF.
Perwakilan Indonesia dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub untuk Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA) Feschilia Nidya mengungkapkan, pihaknya akan bertanggung jawab untuk menyediakan permintaan atau demand, melalui penyediaan insentif.
“Kami sedang menyusun kebijakan untuk memastikan seluruh pemangku kepentingan memperoleh insentif yang tepat untuk mendorong penggunaan SAF. Contohnya untuk para maskapai, bandara, atau pelaku-pelaku di dunia penerbangan,” ujarnya.
Dalam peta jalan atau roadmap SAF, pemerintah berencana untuk menerapkan kewajiban SAF 1% pada 2027 dan mencapai 50% pada 2060 mendatang. Meski demikian, penahapan implementasi rencananya mulai dilakukan pada 2026 untuk penerbangan internasional.
