Di sudut Kota Bandung, tepatnya di Gang Kupat, aroma janur segar menyapa siapa saja yang melintas. Gang ini bukan sekadar jalan sempit di antara rumah-rumah padat, melainkan pusat produksi ketupat yang menjadi denyut nadi tradisi Lebaran.
Muhamad Nizar, Jabar Ekspres.
Seorang perajin ketupat, Tata, ialah salah satu perajin yang telah bergelut secara tahun menahun menjalani profesi ini. Dengan cekatan, jemarinya merangkai janur menjadi wadah ketupat yang sempurna.
Tahun ini, katanya, permintaan ketupat meningkat drastis. “Sekarang sehari bisa dapat 1.000 kupat. Kalau yang lebih cepat bisa sampai 2.000,” ujar Tata kepada Jabar Ekspres, belum lama ini.
BACA JUGA:Cara Membuat Ketupat Lebaran Lembut dan Padat
“Tahun kemarin total produksi kami sampai 7.000 kupat, tapi sekarang sudah 7.000 padahal belum puncaknya. Jadi tahun ini memang lebih banyak,” sambungnya.
Dirinya menambahkan, tak hanya dari Bandung, permintaan juga datang dari daerah lain seperti Jakarta dan Tangerang. Permintaan itu muncul akibat ketersediaan ketupat di daerah pemesan tengah kosong.
Dia mengakui, saking melonjaknya permintaan di Gang Ketupat, beberapa waktu lalu dirinya pernah mengalami lonjakan pesanan. Pesanan mencapai 300 kupat dengan harga Rp1 juta karena tingginya kebutuhan pembeli.
“Kadang kalau di daerah Jakarta kosong, ada yang pesan ke sini. Banyak yang merasa belum boboran (lebaran) kalau belum punya ketupat,” guraunya sambil ‘menjahit’ janur.
BACA JUGA:Makna Filosofi Eksistensi Ketupat yang Selalu Hadir dalam Menu Sajian Lebaran
Sementara itu, Iroh, perajin ketupat lainnya yang berusia 65 tahun, turut merasakan peningkatan produksi. “Dalam sehari bisa sampai 1.000 ketupat,” ungkapnya.
Tahun ini, dirinya sudah menjual ketupat mulai dari harga Rp10.000 per ikat, menyesuaikan dengan permintaan pasar. Perkiraan pun pada lebaran kali ini, menurutnya, amat banyak.
Iroh memiliki waktu yang panjang seharian untuk merangkai janur-janur itu. “Tahun ini perkiraan bisa mencapai 25 ribu kupat, mulai dari pagi sampai sore,” pungkasnya.