Jakarta –
Sebuah kapal tanker raksasa berkelir dominan merah dan hitam tampak bersandar di sebuah dermaga di wilayah Turki. Kapal raksasa itu adalah Gamsunoro, seperti tertulis di bagian lambung kapal.
Kapal Gamsunoro merupakan kapal milik PT Pertamina International Shipping (PIS), subholding Integrated Marine Logistics PT Pertamina (Persero). Kapal ini memiliki bobot 105.000 DWT.
Kapal Gamsunoro bukan sembarangan kapal. Diambil dari nama gunung di Kepulauan Maluku, Kapal Gamsunoro sempat menghebohkan dunia di awal tahun 2024. Saat itu, perhatian dunia tengah tertuju di Laut Merah yang kondisinya mencekam karena serangan Houthi.
Banyak kapal menghindar dan memilih jalur yang lebih jauh. Namun, dua kapal diberitakan bisa melenggang dengan aman di Laut Merah. Salah satu kapal itu adalah kapal tanker berbendera Indonesia yang kemudian diketahui adalah Gamsunoro.
Keberadaan Gamsunoro di Turki untuk menjalani perawatan. Bukan karena rusak, kapal pengangkut minyak mentah itu berada di fasilitas Kuzey Star Shipyard di Tuzla, Turki untuk memenuhi ketentuan internasional. Seperti halnya motor yang rutin melakukan perawatan, Gamsunoro juga demikian untuk memastikan performa kapal tetap baik. Selain itu, Gamsunoro mengalami sedikit modifikasi seperti peningkatan (upgrading) bollard atau penambat tali supaya bisa melewati Terusan Panama.
Terusan Panama merupakan jalur penting untuk menuju ke Amerika Serikat (AS). Dengan melewati jalur tersebut, Gamsunoro bisa menempuh perjalanan yang relatif singkat dan aman.
“Kita melakukan upgrading di sistem ballast water treatment, dan juga kita melakukan upgrading di bollard tali temali, ini kapal kita akan melewati Panama Kanal. Jadi kita harus lengkapi dengan beberapa equipment, agar kapal ini bisa comply dengan aturan negara setempat,” kata Vice President Fleet PIS, I Gusti Ngurah Handiyana di Kuzey Star Shipyard di Tuzla, Turki, Jumat (25/10/2024) lalu.
Perawatan dan modifikasi ini membuat Kapal Gamsunoro untuk siap menembus Negeri Paman Sam. Hal ini juga menjadi tanda jika Pertamina melalui PIS terus melebarkan sayap ke pasar global.
CEO PIS Yoki Firnandi dalam keterangannya mengatakan, untuk menjawab tantangan bisnis dan terus tumbuh, pelaku industri pelayaran Indonesia perlu go global. Langkah tersebut juga sebagai cara memperkuat posisi Indonesia di kancah industri maritim dunia.
“Kami juga telah go global dengan membuka kantor di Singapura dan Dubai untuk melayani berbagai rute internasional, di samping rute-rute domestik untuk distribusi BBM dan komoditas lainnya seperti green cargo,” katanya.
Perusahaan pun terus meningkatkan investasi untuk memacu kinerja. Ini terlihat dari realisasi belanja modal (capital expenditure) yang menyentuh angka US$ 312 juta hingga Juni 2024. Angka itu telah mencapai 89% dari total realisasi investasi sepanjang 2023. PIS sendiri berencana menggelontorkan investasi hingga US$ 654,5 juta hingga akhir tahun ini.
Salah satu investasi untuk memacu pertumbuhan bisnis ini adalah dengan mendatangkan armada-armada tanker baru. Selama semester I 2024, PIS telah menambah 6 tanker baru, termasuk tanker pengangkut gas raksasa.
Adapun 4 tanker di antaranya merupakan Very Large Gas Carrier (VLGC) yaitu VLGC Pertamina Gas Caspia, VLGC Pertamina Gas Dahlia, VLGC Pertamina Gas Tulip, VLGC Pertamina Gas Bergenia yang semuanya telah beroperasi. Kemudian, 2 armada merupakan tanker Medium Range untuk mendukung ketahanan energi nasional sekaligus ekspansi market internasional yakni PIS Jawa dan PIS Kalimantan.
Pada awal tahun, PIS juga telah meneken kerja sama untuk pembangunan tanker baru yang akan siap dioperasikan dalam 2-3 tahun mendatang. Langkah ini diyakini akan terus mendorong pertumbuhan bisnis perusahaan.
Sebuah kapal tanker berbendera Indonesia sempat menghebohkan dunia pada awal 2024 silam. Kapal tersebut berhasil melintasi Laut Merah yang kala itu sedang memanas. Foto: Achmad Dwi Afriyadi
Kepada detikcom, Manager Corporate Communication and Relations PIS, Vega Pita menerangkan, saat ini perusahaan mengoperasikan 320 kapal tanker di mana 101 di antaranya merupakan kapal milik perusahaan. Dia mengatakan, saat ini PIS telah berlayar ke-64 rute internasional.
“Yang terbaru, pada Juni 2024, PIS Middle East sukses mendapatkan kontrak kerja sama untuk Kapal Transko Yudhistira. Kerja sama bisnis ini untuk mengangkut produk bahan bakar minyak di wilayah Afrika Barat. Melalui kerja sama ini, PIS juga sukses menambah rute baru internasionalnya di pasar Afrika dengan tujuan baru Mauritius dan Togo,” terangnya.
Selain Kapal Gamsunoro yang telah memenuhi standar untuk melewati Terusan Panama, terang Vega, beberapa armada PIS juga telah memenuhi persyaratan untuk berlayar di perairan internasional. Salah satunya adalah Kapal Pertamina Gas 2 yang telah mendapat Sertifikat Kepatuhan (Certificate of Compliance) dari United States Coast Guard (USCG).
“Dokumen ini menjadi syarat bagi kapal berbendera asing untuk berlayar di perairan Amerika Serikat. Untuk memperluas jangkauan pelayaran, armada PIS juga telah memenuhi persyaratan Paris MOU untuk berlayar ke Eropa,” ungkap Vega.
Sejalan dengan penguatan armada itu, kinerja PIS menunjukkan adanya pertumbuhan. Perusahaan membukukan laba bersih sebesar US$ 280,9 juta pada semester I 2024 atau naik 103% jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya di angka US$ 138,5 juta. Laba tersebut juga menembus target Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2024 yang ditargetkan US$ 267,1 juta hingga akhir tahun.
Vega menambahkan, PIS memiliki target untuk memperoleh pendapatan sebesar US$ 8,9 miliar pada tahun 2034. Hingga paruh pertama tahun ini, PIS mencatatkan pendapatan sebesar US$ 1,72 miliar.
“Terdapat beberapa strategi untuk mencapai target tersebut, salah satunya adalah dengan menambah armada-armada tanker baru untuk menguatkan bisnis di dalam maupun luar negeri,” ujar Vega.
Tak Melulu Urusan Bisnis
Pengamat maritim dari Ikatan Keluarga Besar Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC) Marcellus Hakeng Jayawibawa menilai, ekspansi bisnis pelayaran internasional Pertamina melalui PIS merupakan langkah yang strategis. Hal itu akan memperkuat strategi diversifikasi dan ketahanan energi nasional.
Menurutnya, Pertamina tidak hanya mengandalkan kegiatan eksplorasi dan ekploitasi minyak dan gas bumi (migas), tapi juga mengembangkan sumber daya energi di pasar global. Jaringan pelayaran internasional yang kuat memungkinkan PIS untuk memberikan kendali lebih besar bagi Pertamina atas rantai pasok migas dari luar negeri ke Indonesia.
Langkah ini sangat krusial dalam mengurangi ketergantungan pada pihak ketiga, serta meminimalisir risiko gangguan pasokan yang bisa disebabkan oleh dinamika pasar global. Dia mengatakan, dengan kendali logistik yang lebih baik, Pertamina mampu menjamin kelancaran distribusi energi di seluruh wilayah Indonesia dan meningkatkan independensi dalam rantai pasok energi nasional.
“PIS juga membuka sumber pendapatan baru bagi Pertamina dengan menyediakan layanan pengangkutan internasional bagi pihak ketiga,” katanya saat dihubungi detikcom.
Pendapatan tambahan ini mendukung stabilitas finansial Pertamina, yang pada gilirannya memperkuat posisi keuangan perusahaan dalam menghadapi fluktuasi harga minyak dunia. Dengan demikian, kata dia, PIS berperan sebagai penopang stabilitas finansial bagi Pertamina.
Di luar aspek finansial, penguatan armada ini juga membuka peluang pekerjaan baru di sektor maritim seperti di bidang teknisi, pelaut dan tenaga pendukung lainnya. Kondisi ini juga membuka peluang untuk mengakselerasi transfer teknologi dan inovasi di bidang pelayaran.
Marcellus juga berpandangan, ekspansi PIS di pasar internasional juga memperkuat posisi Indonesia dalam diplomasi ekonomi maritim. Kehadiran kapal-kapal berbendera Indonesia di jalur perdagangan internasional meningkatkan pengaruh Indonesia dalam menjaga stabilitas jalur perdagangan global. Kemudian, PIS berperan dalam mengukuhkan citra Indonesia sebagai negara yang mampu bersaing dan berkontribusi positif dalam perdagangan dan keamanan maritim global.
Dengan demikian, percepatan bisnis pelayaran internasional melalui PIS memberikan dampak luas bagi Pertamina dan Indonesia.
“Bagi Pertamina, ini berarti ketahanan pasokan energi yang lebih baik dan stabilitas keuangan yang kokoh. Sementara bagi Indonesia, keuntungan dari langkah ini mencakup penguatan ekonomi, peningkatan teknologi, dan pengukuhan diplomasi maritim, yang pada akhirnya mendukung peran Indonesia sebagai negara maritim yang tangguh dan berdaya saing tinggi di kancah global,” tutup Marcellus.
(acd/eds)