Jombang (beritajatim.com) – Ratusan pedagang yang tergabung dalam SWK (sentra wisata kuliner) Jombang menggalang tanda tangan untuk menolak rencana kebijakan yang akan diterapkan pada 2026.
Kebijakan tersebut mengharuskan pedagang untuk membayar sewa lapak per meter, yang dianggap memberatkan pedagang kecil. Selain itu, kebijakan ini dinilai tidak mencerminkan upaya pembinaan terhadap pedagang kaki lima (PKL).
Ratusan pedagang itu hadir dalam pertemuan di Desa Pulo Lor, Kecamatan Jombang, pada Selasa (23/12/2025), mereka membubuhkan tanda tangan sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan yang digagas oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag). Pertemuan ini dihadiri oleh sekitar 300 pedagang kuliner yang merasa kebijakan ini akan sangat membebani mereka.
Ketua Serikat Pedagang Kaki Lima (Spekal) Jombang, Joko Fattah Rochim, menilai kebijakan yang akan diterapkan lebih mengarah pada kepentingan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan pembinaan PKL.
“Sebenarnya, kami tidak bermasalah dengan PAD. Masalahnya pembinaan tidak pernah dilakukan. Ibarat Disperindag beli sapi lalu ditaruh di hutan dan dibiarkan mencari makan sendiri,” ujar Fattah dengan tegas.
Menurut Fattah, jika kebijakan ini diterapkan, maka para pedagang akan kesulitan mengumpulkan biaya untuk membayar sewa per meter, terutama mengingat kondisi ekonomi yang serba sulit.
Tidak hanya itu, biaya tambahan untuk listrik yang juga harus ditanggung sendiri membuat beban semakin berat. “Dari mana kami mengumpulkan uang sebanyak itu. Jadi, kami semua ini menolak rencana lapak dibuat sewa. Kami ini butuh pembinaan untuk kemajuan, bukan sekadar mengejar PAD,” tegasnya.
Fattah juga menambahkan bahwa selama ini pedagang sudah mengatur dan memasang fasilitas lapak mereka sendiri, termasuk instalasi kabel listrik, tanpa ada pendampingan atau bantuan dari pemerintah.
“Selama ini tidak pernah ada koordinasi dari pihak Disperindag. Apa yang kurang dari PKL tidak pernah ditanyakan. Kabel di lapak saja kami pasang sendiri. Bahkan MCK pun saat ini tidak bisa dipakai,” jelasnya.
Sebagai alternatif, Fattah menegaskan bahwa para pedagang bersedia untuk membayar biaya listrik secara mandiri jika pemerintah tidak lagi menanggung biaya tersebut, dengan syarat kebijakan sewa lapak dibatalkan.
Namun, jika permintaan ini tidak dipenuhi, para pedagang mengancam akan keluar dari area sentra wisata kuliner dan kembali berjualan di lokasi lama mereka, seperti di kawasan Alun-alun, Jalan Ahmad Dahlan, dan Jalan Diponegoro, Jombang. “Kami akan membawa fasilitas lapak, termasuk kabel dan perlengkapan lainnya,” pungkas Fattah. [suf]
