Fraksi PKB DPR Minta Fadli Zon Tunda Penulisan Ulang Sejarah Nasional
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Anggota Komisi X
DPR RI
Habib Syarief Muhammad
meminta
penulisan sejarah
ulang yang dimotori oleh
Kementerian Kebudayaan
(Kemenbud) ditunda karena dia menilai proyek historiografi nasional ini bersifat tertutup.
“Daripada kontroversial terus berkelanjutan, kami dari fraksi PKB mohon penulisan sejarah ini untuk ditunda. Ya, jelas untuk ditunda. Karena yang pertama terkesan sangat tertutup,” kata Habib Syarief, Rabu (2/7/2025).
Hal ini dikatakannya dalam rapat kerja dengan Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat.
Ia mengungkapkan, hal itu tecermin dari tidak adanya penjelasan perinci mengenai siapa saja yang terlibat dalam tim penulisan sejarah.
Ia mengaku sudah mencoba mencarinya, namun tidak pernah mendapatkan data lengkap.
Belum lagi, masalah sosialisasi awal penulisan sejarah ulang yang menurutnya tidak kunjung terlaksana.
“Pak Menteri ketika itu menyampaikan bahwa dalam waktu yang singkat akan dilakukan sosialisasi awal. Sampai hari ini, kita tidak mendengar (ada sosialisasi),” beber dia.
Di sisi lain, kata Habib, penulisan sejarah yang ditargetkan rampung hanya dalam 7 bulan sangat singkat.
Padahal, penyusunan sejarah kerap memakan waktu puluhan tahun.
“Setelah saya ngobrol-ngobrol dengan beberapa orang, 7 bulan itu waktu yang sangat singkat, terlalu singkat untuk penulisan sebuah sejarah yang utuh, apalagi mungkin ada kata-kata resmi,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Kebudayaan bakal melakukan penulisan sejarah ulang.
Tujuannya untuk menghapus bias kolonial, menguatkan identitas nasional, hingga menjawab tantangan globalisasi yang relevan bagi generasi muda.
Penulisan sejarah
ini akan terdiri dari 10 jilid utama, mulai dari awal peradaban Nusantara, interaksi dengan dunia luar (India, Tiongkok, Timur Tengah, Barat), masa kolonialisme dan perlawanan, hingga Orde Baru dan Era Reformasi.
Buku ini dirancang dengan pendekatan Indonesia-sentris, berbeda dari narasi lama yang masih dipengaruhi sudut pandang kolonial.
Pemerintah sendiri menunjuk sekitar 113 sejarawan dari seluruh Nusantara yang terlibat dalam Tim Penulisan Ulang Sejarah Nasional.
Namun, ada pula yang akhirnya mundur dari tim karena menemukan kejanggalan.
Kritikan demi kritikan pun mewarnai rencana ini, termasuk soal penggunaan istilah sejarah awal alih-alih prasejarah.
Padahal, istilah prasejarah sudah digunakan secara global selama ini.
Editor umum penulisan ulang sejarah Indonesia, Profesor Singgih Tri Sulistiyono, mengungkapkan, tim memilih menggunakan konsep “sejarah awal” alih-alih “prasejarah” karena menilai ada bias kolonialisme dalam penggunaan istilah “prasejarah”.
Istilah “prasejarah” yang mengandaikan era sebelum masyarakat mengenal tulisan telah menjadi justifikasi penilaian bahwa masyarakat Indonesia di masa lalu adalah masyarakat inferior sebelum berinteraksi dengan kebudayaan India yang memperkenalkan tulisan.
“Padahal teknologi kita sudah maju di zaman itu,” kata Singgih.
Paradigma “sejarah awal” yang diadopsi timnya bukanlah hal yang baru ada sekarang, melainkan sudah dirintis oleh sejarawan Jacob Cornelis van Leur.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/07/02/6864ce6eab0bb.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)