Sidoarjo (beritajatim.com) – Fraksi Gerindra DPRD Kabupaten Sidoarjo menilai Jawaban Eksekutif dalam Rapat Paripurna 20 November 2025 masih jauh dari substansi yang seharusnya disampaikan kepada publik maupun legislatif.
Dua isu strategis yang disebut tidak dijawab secara memadai adalah terkait SK KPM Nomor 01/SK/PERUMDA-DT/VII/2025 tentang penggunaan laba bersih Perumda Delta Tirta serta tidak adanya kejelasan arah revitalisasi PT Aneka Usaha Perseroda sebagai BUMD Pangan tahun 2026.
Gerindra menilai eksekutif tidak memberikan penjelasan komprehensif mengenai dasar penyusunan SK KPM tersebut, terutama terkait validitas sumber laba bersih Delta Tirta yang sebagian sebelumnya menjadi perdebatan di Komisi B maupun publik.
Sebagian laba bersih diketahui berasal dari proses reklasifikasi utang usaha meragukan, sehingga memunculkan pertanyaan mengenai legalitas, akurasi, dan dampak fiskal dari keputusan penggunaan laba tersebut.
Ketua Fraksi Gerindra sekaligus Anggota Badan Anggaran DPRD Sidoarjo, H. Ahmad Muzayin Syafrial, menilai jawaban eksekutif belum memberikan klarifikasi substantif atas isu tersebut.
Ia menghormati adanya audit KAP dan penguatan opini dari Prof. Dr. Soegeng Soetejo, SE., Ak., CA., CFrA, namun menegaskan audit dan opini tersebut tidak otomatis menyelesaikan persoalan tanpa penjelasan implementasi secara rinci.
“Memang benar nilai laba sudah diaudit oleh KAP dan juga mendapatkan opini dari Prof. Soegeng Soetejo. Namun yang menjadi kekhawatiran kami adalah apakah seluruh rekomendasi ahli itu telah dilaksanakan sepenuhnya atau belum. Kami menilai perlu dilakukan penilaian dengan perspektif hukum, bukan hanya akuntansi, karena bila kebijakan ini kurang tepat dapat berdampak pada kerugian negara,” ucap Muzayin.
Gerindra menilai ketiadaan penjelasan hukum dan tata kelola mengenai penggunaan laba bersih Perumda Delta Tirta dapat mengganggu validitas perhitungan PAD, sekaligus memunculkan risiko fiskal jangka menengah. Karena itu, eksekutif diminta membuka dasar analitis dan legalitas dari SK KPM tersebut secara transparan.
Selain itu, Gerindra juga menyoroti tidak adanya arah kebijakan jelas tentang penguatan sistem ketahanan pangan daerah tahun 2026, meskipun sektor tersebut merupakan prioritas nasional dalam RPJMN 2025–2029. Minimnya program dan belanja modal pangan dinilai menunjukkan lemahnya komitmen eksekutif.
Usulan revitalisasi PT Aneka Usaha sebagai BUMD Pangan juga disebut sama sekali tidak disentuh dalam jawaban eksekutif. Menurut Gerindra, Aneka Usaha Perseroda memiliki potensi besar sebagai instrumen daerah dalam penguatan produksi pangan, distribusi, stabilisasi harga, hingga intervensi pasar. Ketiadaan penjelasan ini dianggap sebagai indikasi bahwa konsep ketahanan pangan Sidoarjo belum dirumuskan dengan matang.
Muzayin menegaskan bahwa ketahanan pangan tidak bisa dikelola hanya dengan jawaban administratif. Dibutuhkan desain kebijakan yang terukur sejak hulu hingga hilir, termasuk penguatan produksi lokal, tata kelola distribusi, serta penguatan BUMD pangan sebagai simpul implementasi.
“Ketahanan pangan adalah fondasi kesejahteraan masyarakat. Tanpa perencanaan matang dan dukungan anggaran yang memadai, ketahanan pangan kita akan lemah,” tambahnya.
Dengan sikap politik tersebut, Fraksi Gerindra menegaskan komitmennya untuk mengawal pembahasan RAPBD 2026 secara ketat. Eksekutif diminta memberikan penjelasan lanjutan atas dua isu krusial—penggunaan laba bersih Perumda Delta Tirta dan revitalisasi PT Aneka Usaha sebagai BUMD Pangan—agar RAPBD 2026 disusun berdasarkan data akurat dan kebijakan yang akuntabel serta berpihak pada masyarakat Sidoarjo. [isa/ian]
