Blitar (beritajatim.com) – Bendungan Wlingi Raya (Jegu) dan Bendungan Serut di Kabupaten Blitar dilakukan flushing atau pladu pada 20-24 Mei 2024. Selama kegiatan flushing atau penggelontoran air bendungan ini PLTA Wlingi Raya berhenti beroperasi.
Artinya selama empat hari ke depan, PLTA Wlingi tak bisa menghasilkan listrik untuk masyarakat. Padahal, PLTA Wlingi ini merupakan pembangkit tenaga listrik dengan daya terpasang 2 X 27 Megawatt (MW).
PLTA Wlingi di Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar ini pun bisa menghasilkan 175 juta Megawatt listrik setiap tahunnya. Namun selama pladu ini, PLTA Wlingi tidak bisa memproduksi listrik.
“Setahu saya selama kegiatan pladu atau flushing ini, PLTA Wlingi tidak beroperasi jadi air dibiarkan langsung mengalir begitu saja,” kata Herman Cahyo Nugroho, Kepala Divisi Jasa Ada 1 PErum Jasa Tirta 1, Selasa (21/5/2024).
Kondisi yang sama juga terjadi di PLTA Serut, Kabupaten Blitar. PLTA yang memanfaatkan aliran Sungai Brantas sebagai pembangkit listriknya itu juga tidak beroperasi selama masa flushing berlangsung.
Meski demikian sejumlah pihak terkait memastikan bahwa pasokan listrik ke masyarakat tetap aman meski kedua PLTA itu tidak beroperasi. Hasil komunikasi Perum Jasa Tirta, PLN Jawa Bali bakal menggantikan suplai listrik dari 2 PLTA tersebut.
“Tetap aman, karena kan kalau listrik ini terkoneksi antara Jawa Bali dan PLTA ini, jadi jika disini berhenti maka listrik ke masyarakat akan disuplai dari yang lain,” tegasnya.
Perum Jasa Tirta 1 sendiri sengaja melakukan pembersihan di 2 bendungan tersebut untuk melakukan pembersihan sedimentasi. Diharapkan dengan adanya flushing ini, endapan lumpur yang ada di bendungan tersebut bisa bersih.
Sebelumnya, kapasitas bendungan ini berkurang akibat adanya tumpukan sampah dan sendimen.
“Kapasitas awal bendungan Wlingi saat awal pembangunan adalah 25 juta kubik, namun saat ini hanya sekitar2,5 juta kubik saja,” jelas Hermawan.
Dengan adanya flushing ini akan membuat sekitar 350-500 meter kubik endapan sedimen ke bagian hilir.
“Sedimen atau endapan yang digelontorkan ke sungai Brantas ini diharapkan bisa menutup sejumlah cekungan-cekungan di dasar sungai akibat adanya penambangan pasir,” jelasnya.
Sedimen atau endapan lumpur dari hasil flushing ini jumlahnya setiap tahun tidak sama. Hal ini tergantung dari sejumlah faktor diantaranya cuaca, debit air serta pergerakan alat di bendungan.
“Biasanya jumlah sedimen yang berhasil dikeruk dari Bendungan Wlingi dan Lodoyo yakni 350 sampai 500 kubik,” ucapnya.
Dengan flushing kita tahu kondisi waduk seperti apa, hal ini juga akan berimbas pada pengerjaan perbaikan infrastruktur atau fasilitas peralatan yang ada di bendungan.
” Kita setiap tahun ada ecosonding yang hasilnya akan di-overlay-kan. Maka akan terlihat akan penumpukan sedimentasi ada di titik mana,” tutupnya.
Untuk flushing kali ini, pintu air di bendungan Lodoyo dibuka terlebih dahulu untuk menstabilkan elevasi air yang ada di bendungan Wlingi.
“Pintu air kita buka bertahap. Ada tiga pintu yang akan dibuka secara bergiliran untuk memaksimalkan flushing,” tutupnya. [owi/beq]