Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

FK3I Jabar Soroti Alih Fungsi Lahan di Kabupaten Bandung

FK3I Jabar Soroti Alih Fungsi Lahan di Kabupaten Bandung

JABAR EKSPRES – Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jawa Barat, kembali menyoroti buruknya pengelolaan lingkungan, khususnya terkait alih fungsi lahan yang dinilai besar-besaran di wilayah Kabupaten Bandung.

Koordinator FK3I Jabar, Dedi Kurniawan mengatakan, pengelolaan yang seharusnya dapat dilakukan pemerintah agar tak berlebihan, di Kabupaten Bandung justru seakan dibiarkan.

“Alih fungsi lahan di Bandung Selatan akibat pembangunan wisata, dikhawatirkan dapat merusak alam seperti di Bandung Utara,” katanya kepada Jabar Ekspres, Selasa (14/1).

BACA JUGA: FK3I Pertanyakan Sikap KLHK Terkait Penyadapan Getah Pinus di dalam Kawasan Konservasi Taman Buru Kareumbi

Menurutnya, kawasan hutan seperti sekitar area wisata Ciwidey, pengelolaan lahan masih dimiliki pemerintah dan BUMN, yaitu Kementrian Kehutanan, Perhutani dan PTPN.

Akan tetapi ujar Dedi, bukannya aman dan terjaga ketika kawasan dipegang oleh pemerintah, namun menurutnya justru kerusakan alam kian mengancam.

Pemerintah dinilai gagal menjalankam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, terkait pengelolaan tanah, air dan kekayaan alam yang dimaksudkan untuk kesejahteraan masyarakat.

“Regulasi konyol dibuat untuk memuluskan pengusaha menguasai lahan, salah satunya adalah pengelolaan kawasan wisata selama 35 tahun dan dapat diperpanjang sampai 50 tahun, dengan dalil nama izin usaha pemanfaatan wisata alam yang hanya dapat diusulkan oleh perusahaan, perorangan dan koperasi,” ujarnya.

Dedi menerangkan, kurangnya produksi bisnis teh, yang diamanatkam undang-undang pun bergeser tanpa payung hukum jelas, alias menyewakan kawasan perkebunan tersebut menjadi tempat wisata yang sangat bebas dikelola.

“Siapa lagi kalau bukan pengusaha bermodal dan dekat dengan birokrasi yang bekerjasama dengan PTPN (PT Perkebunan Nusantara),” terangnya.

Dedi menjelaskan, Glamping Lakeside yang berbatasan dengan cagar alam dan taman wiata alam Patengang, dengan tema Restoran Perahu dan Cottage mewah, menjadi areal wisata di Kawasan PTPN.

“Kami sendiri belum mendapat data payung hukum kerjasama yang jelas, Jembatan dan Kawah Rengganis serta tempat milik Pemda atau Pemerintah Daerah, yang dijadikan wisata-wisata pendukung lainnya pun turut menjamur,” jelasnya.

Dedi memaparkan, kesuksesan pembangunan wisata carut marut tersebut, diikuti oleh BUMN atas nama PTPN. Padahal, kawasan konservasi, kawasan lindung Perhutani hingga kawasan PTPN merupakan kawasan yang diperuntukan semestinya.