FINI Ungkap Jurus Tarik Investor Hilirisasi Nikel ke RI

FINI Ungkap Jurus Tarik Investor Hilirisasi Nikel ke RI

Bisnis.com, JAKARTA — Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) menilai percepatan hilirisasi nikel membutuhkan langkah strategis untuk menarik lebih banyak investasi, khususnya dari sektor swasta.

Ketua Umum FINI Arif Perdanakusumah mengatakan, pembangunan industri bernilai tambah dianggap menjadi kunci agar Indonesia mampu memperluas kapasitas produksi dan menghasilkan produk jadi yang lebih kompetitif.

“Pertama adalah kaitannya dengan jaminan investasi, insentif fiskal karena negara-negara di Asean maupun Asia Timur berlomba-lomba menarik investor sehingga kita perlu ada strategi bagaimana bisa menarik investor ke dalam negeri,” kata Arif dalam Bisnis Indonesia Forum (BIF), Kamis (20/11/2025). 

Arif menambahkan, untuk menarik investor, maka diperlukan pengembangan infrastruktur yang memadai, penyederhanaan kerangka regulasi serta kepastian kebijakan pemerintah. 

Dia juga menekankan bahwa keberlanjutan dan aspek lingkungan juga perlu diperhatikan agar industri hilir dapat tumbuh secara bertanggung jawab. Selain itu, Arif menilai kualitas sumber daya manusia menjadi komponen paling penting. 

“Yang paling penting adalah pengembangan tenaga kerja dan kerangka teknologi, kita harus menginvestasikan secara serius bagaimana pengembangan tenaga kerja ini bisa menghasilkan tenaga kerja yang kompeten, andal yang bisa terlibat di dalam industri digital,” ujarnya.

Sejumlah kebijakan tersebut dapat mendorong pertumbuhan industrialisasi nikel ke arah yang lebih hilir. Pasalnya, saat ini Indonesia baru mampu mengolah bijih nikel hingga ke produk intermediate. 

“Harapannya kami dapat memfokuskan pada produk-produk prioritas dan juga untuk mengisi rantai pasok yang masih kosong,” tuturnya. 

Senada, Direktur Hilirisasi Mineral dan Batu Bara Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM Rizwan Aryadi Ramdhan menambahkan pihaknya sepakat bahwa diperlukan terobosan baru dan insentif tambahan untuk meningkatkan daya tarik investasi ke Indonesia. 

“Selama ini yang sudah kita berikan ada beberapa seperti tax holiday, tax allowance, pembebasan bea masuk atau master list untuk bahan baku dan mesin, dan ada tax deduction,” jelasnya, dalam kesempatan yang sama. 

Namun, berakhirnya aturan terkait tax holiday pada 2025 serta penerapan Global Minimum Tax (GMT) mendorong pemerintah mencari skema alternatif yang tetap kompetitif. 

Di sisi lain, dukungan terhadap kegiatan riset dan pengembangan juga diperkuat melalui skema super tax deduction sebesar 200–300% dari nilai investasi untuk mendorong perusahaan meningkatkan aktivitas research and development (R&D) di dalam negeri.

Saat ini, kementerian terkait termasuk Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian ESDM disebut sedang membahas bentuk insentif baru bagi sektor-sektor pionir. 

“Memang kalau selama ini kita bisa dibilang insentif itu bukan utama dalam penentuan keputusan investor dalam melakukan investasi di Indonesia tapi itu menjadi nilai tambah,” pungkasnya.