Industri film Indonesia sedang melaju kencang. Bukan cuma soal kualitas yang makin baik, tapi juga bagaimana film Indonesia mengenal dan memaknai kekayaan bangsa. Soal kecantikan, salah satunya. Kami mewawancarai aktris Asmara Abigail, menggali pandangannya soal ini.
Saat kami temui di sela acara perilisan sebuah produk kecantikan, Asmara hadir memesona. Dengan riasan natural, Asmara membalut tubuhnya dengan gaun sleeveless berwarna krim. Rambutnya dibiarkan terurai di bagian belakang.
Asmara kecil melalui masa-masa sulit karena kulitnya yang berwarna sawo matang. Saat duduk di sekolah dasar, Asmara kerap jadi bahan olok-olok lantaran standar kecantikan saat itu menempatkan orang berkulit gelap sebagai sosok yang jauh dari pemenuhan estetika.
Tak hanya di kursi sekolah dasar. Ejekan untuk warna kulit Asmara berlanjut hingga SMA. Satu-satunya tempat berlindung Asmara di masa-masa sulit itu adalah rumah. Keluarga dan orang-orang terdekatnya selalu menanamkan rasa percaya diri kepada Asmara.
“Tapi aku merasa beruntung dikelilingi oleh orang-orang yang positif. Jadi, walaupun sejak sekolah dasar aku suka di-bully karena warna kulitku yang gelap, orang tua dan keluarga aku selalu bilang kalau kulit aku itu oke,” tutur Asmara di Lucy in the Sky, Jumat, 8 November 2019.
Lingkungan itu membentuk Asmara sebagai perempuan percaya diri. Ia tahu kualitasnya. Dan jelas, baginya tak ada guna mendengar ejekan banyak orang tentang warna kulitnya. Asmara bahkan tak pernah memiliki niat menggunakan produk kecantikan.
Titik balik yang memperkuat kepercayaan diri Asmara adalah ketika dirinya hijrah ke Italia untuk mengambil studi S2. Di Italia, warna kulit Asmara justru dipuja-puja.
“Orang-orang sana (Italia) malah senang banget lihat kulit sawo matang kayak aku. Makanya aku merasa berada di lingkungan positif. Dan di situlah aku merasa appreciate tentang diri sendiri.”
Terjun ke industri film
Hasrat Asmara untuk berkarier di industri film sejatinya telah tumbuh sejak usianya 14 tahun. Hingga usia 18 tahun, Asmara mengikuti berbagai kesempatan casting. Namun, belum banyak ruang untuknya kala itu.
Di waktu-waktu itu, industri film belum memberi banyak ruang bagi aktris-aktris berwarna kulit gelap. Terhitung hanya sedikit nama yang berhasil menembus industri. Fahrani Empel dan Kimmy Jayanti, misalnya. Keduanya juga lah yang jadi idola serta inspirasi Asmara.
Hari ini, industri film mengalami kemajuan pesat. Bukan cuma soal kualitas filmnya yang makin baik, tapi juga soal bagaimana industri film Indonesia mengenal dan memaknai kekayaan bangsa, termasuk soal ruang yang semakin terbuka bagi bakat-bakat berkulit gelap.
Peran sutradara lokal jadi faktor yang sangat berpengaruh dalam kemajuan ini. Sutradara-sutradara macam Garin Nugroho, Joko Anwar, hingga Yosep Anggi Noen jadi orang-orang yang disebut Asmara membangun kesadaran bahwa perempuan Indonesia lah yang harus mewakili cerita-cerita dalam film Indonesia.
“Aku sangat berterima kasih sama sutradara-sutradara yang aku pernah kerja sama bareng dari Garin Nugroho, Joko Anwar, Yosep Anggi Noen karena mereka memang ingin memberikan sosok perempuan yang bisa mewakili cerita mereka yang ceritanya adalah cerita Indonesia. Jadi yang harus ditampilkan ya perempuan Indonesia.”
Nama-nama di atas memang memiliki ikatan pribadi dengan Asmara. Garin Nugroho adalah sutradara yang menukangi Setan Jawa, film yang jadi debut Asmara. Sementara Joko Anwar adalah sutradara dari Perempuan Tanah Jahanam, film yang pertama kali mengangkatnya sebagai salah satu pemeran utama.
Penampilan Asmara Abigail dalam Perempuan Tanah Jahanam (Instagram/@asmaraabigail)
Menginspirasi
Kehadiran Asmara di layar lebar menginspirasi banyak orang. Sejak kemunculan beruntun di berbagai judul film, Asmara kerap menerima pesan –lewat komentar dan direct message di media sosial– dari para penggemarnya.
Kebanyakan dari mereka mengungkap, Asmara telah mengungkit kepercayaan diri mereka yang memiliki warna kulit serupa. Pesan-pesan yang menggugah haru Asmara. “Aku senang banget dan surprise banget. Pertama, semua yang aku post di Instagram di luar dari pekerjaan, itu semua pure ingin aku post buat sharing dan ingin menunjukkan diri aku sendiri,” katanya.
“Jadi, tidak ada iming-iming ‘oh aku ingin mengubah mindset warna kulit’. Tapi, efeknya ternyata sedalam itu. Kayaknya itu efek dari mencintai diri kita. Sekecil itu, tetapi ada artinya bagi orang lain.”
Menerima dan mencintai diri sendiri memang bukan perkara mudah. Asmara membagikan langkah-langkah yang ia lakukan untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap diri sendiri. Pertama, dimulai dengan mengedukasi. Dengan mengajarkan untuk menerima satu sama lain, kita bisa menghargai keberagaman. Termasuk soal warna kulit.
Selain itu, Asmara juga meninggalkan lingkungan-lingkungan yang menghalanginya tumbuh dengan kepercayaan diri. Bukan hal mudah. Tapi, apa yang lebih penting dari membawa diri sendiri ke tempat yang lebih baik.