JABAR EKSPRES – Festival Bandung Menggugat digelar di Dago Elos, Sabtu, (12/4/2025). Acara ini menjadi puncak dari rangkaian kegiatan selama enam bulan terakhir yang diinisiasi BandungBergerak bersama komunitas dan mahasiswa.
Festival tersebut menyoroti isu ketimpangan sosial, perampasan ruang hidup, dan penyempitan demokrasi.
Festival dimulai dengan peluncuran buku Mahasiswa Bersuara, yang memuat 28 tulisan mahasiswa dari berbagai daerah. Buku tersebut sebelumnya telah didiskusikan di sejumlah kampus dan warung kopi sepanjang Maret 2025.
Tri Joko Her Riadi, Pemimpin Redaksi BandungBergerak, dalam pengantarnya menyebut bahwa menggugat dan melawan hari ini bukan pilihan eksklusif, melainkan napas keseharian.
BACA JUGA: Ketua DPRD Kabupaten Bogor Tunggu Hasil Akhir Tim Saber Pungli Soal THR dan Kompensasi Sopir
“Di tengah hidup berdemokrasi yang dibajak, menggugat dan melawan harus menjadi keseharian,” ujarnya.
Sejumlah diskusi publik digelar sepanjang hari, salah satunya bertema Selagi Mahasiswa Berani Bersuara, Kampus Belum Akan Mampus, menghadirkan Cindy Veronika, Bivitri Susanti, dan Zen RS sebagai pemantik. Dalam sesi tersebut, Zen menekankan bahwa keberanian mahasiswa adalah hasil dari latihan dan kondisi ekonomi-politik.
Sore harinya, festival dimeriahkan pertunjukan seni dari komunitas teater dan musik. Salah satunya, band Sukatani, tampil membawakan karya bertema sosial.
Di malam hari, diskusi dilanjutkan dengan tema Menggugat Demokrasi Indonesia dalam Bayang-Bayang Rezim Baru dan Dago Elos Hari Ini, menghadirkan pegiat HAM, advokat, dan warga terdampak.
BACA JUGA: Bupati Sumedang Ikuti Panen Raya Bersama Presiden di Majalengka
Pameran foto Melawan sebagai Keseharian menampilkan 23 karya visual yang merekam bentuk perlawanan warga. Kurator Arif Hidayat Iqbal Kusumadirezza menampilkan karya dari fotografer seperti Prima Mulia dan Virliya Putricantika.
Festival ditutup dengan orasi budaya dari Herry “Ucok” Sutresna dan penampilan musik dari Bendi Harmoni.
Sementara dalam diskusi Selagi Mahasiswa Berani Bersuara, Kampus Belum Akan Mampus, menjelaskan berkenaan dinamika sosial pergerakan mahasiswa di kampus yang mulai meredam oleh penyebab yang sistemik.
Zen RS, salah satu pemantik menyatakan bahwa pergerakan mahasiswa layaknya sebuah keberanian dengan dua faktor untuk dibaca. Pergerakan itu sama seperti keberanian. Keberanian itu bukan inharite atau turunan.