Di sisi lain, Djoko juga mengusulkan kepada Kementerian Perhubungan agar program mudik sepeda motor gratis untuk jalur darat dihapus. Lebih baik anggarannya dialokasikan untuk mengangkut calon pemudik.
“Mudik sepeda motor gratis sebaiknya dihilangkan, kecuali untuk kapal. Program ini bisa dialihkan untuk meningkatkan fasilitas transportasi penumpang saja,” ujarnya.
Menurut dia, jumlah kendaraan pribadi, terutama sepeda motor, yang melintas saat mudik sangat tinggi, dan mengurangi jumlah sepeda motor akan membantu mengurangi kemacetan yang biasa terjadi di jalur darat.
Lebih lanjut, kata Djoko, masalah yang sering muncul adalah keterisian bus yang tidak maksimal. Banyak bus yang berangkat dengan kondisi kursi kosong, meskipun ada penumpang yang ingin berangkat.
“Lebih baik dikoordinir satu pintu saja, yang berasal dari BUMN lebih baik satu pintu saja itu lebih efektif. Kemudian kalau dia tidak bisa ikut, harus memberi tahu, kalau kosong orang bisa langsung masuk, jadi tak perlu ada calo-caloan,” ujarnya.
Dia juga menekankan pentingnya pengawasan terhadap bus-bus swasta, memastikan bus yang digunakan memenuhi standar keamanan dan terdaftar dengan benar.
“Kemudian kalau ada swasta gimana? Ya silahkan, tetapi harus diawasi bus-bus itu. Jangan gunakan bus asal murah-murah ternyata bisnya tidak terdaftar, dan gak ada KIR-nya, jangan sampai,” jelasnya.
Djoko juga mengingatkan agar keberangkatan transportasi mudik lebih dipusatkan di terminal, bukan di tempat umum yang tidak memiliki fasilitas istirahat yang layak bagi sopir maupun penumpang. Menurutnya, penyelenggaraan mudik Lebaran sebaiknya mengutamakan efisiensi dan kenyamanan bagi semua pihak, bukan sekadar seremonial.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4694396/original/011940000_1703154570-Stasiun_Senen_mulai_dipadati_pemudik_Nataru-ANGGA_7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)