Fenomena Sound Horeg, Butuh Pengaturan Atau Pelarangan? – Page 3

Fenomena Sound Horeg, Butuh Pengaturan Atau Pelarangan? – Page 3

Liputan6.com, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin mengatakan penggunaan sound horeg atau sistem pengeras suara ukuran besar yang marak di sejumlah daerah membutuhkan pengaturan, bukan pelarangan.

Dia menyebut pengaturan sound horeg perlu memerhatikan berbagai aspek, mulai dari aspek yuridis, sosiologis, hingga filosofis.

“Penggunaan sound horeg perlu pengaturan, bukan pelarangan. Banyak aspek yang harus menjadi pertimbangan,” kata Khozin seperti dilansir Antara.

Dia mengatakan bentuk pengaturan sound horeg dapat berupa peraturan maupun panduan yang diterbitkan oleh pemerintah, khususnya di tingkat daerah, seperti gubernur, bupati, dan walikota.

“Bisa saja peraturan kepala daerah, surat edaran atau perubahan terhadap peraturan daerah (perda) yang selama ini eksis, seperti Perda Penyelenggaraan Ketertiban yang hampir semua pemda memilikinya,” ujarnya.

Dia menyebut pengaturan tersebut dimaksudkan untuk memotret fenomena sound horeg yang berdampak pada aspek ekonomi, khususnya pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta hiburan.

“Namun sound horeg juga menimbulkan persoalan di tengah masyarakat. Pada poin inilah relevansi pengaturannya,” ucap anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Timur IV itu.

Khozin menuturkan isi pengaturan sound horeg dapat mencakup radius penyelenggaraan kegiatan dari permukiman warga, misalnya di tempat pertunjukan khusus atau di tempat terbuka, prosedur perizinan, besaran desibel yang dapat diputar dengan pertimbangan kesehatan telinga, serta kegiatan yang tidak terdapat unsur pornografi atau pornoaksi.

“Pemda harus arif dalam merespons aspirasi yang muncul, termasuk dari fatwa MUI ini dengan meminimalisasi mafsadat (akibat buruk) dan mengoptimalkan manfaat,” tuturnya.