Bulan Ramadan adalah bulan yang penuh berkah dan bulan yang dinanti-nantikan oleh kaum muslimin untuk menunaikan ibadah puasa. Hal ini sebagaimana Nabi Muhammad SAW bersabda :
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Telah datang kepada kalian Ramadan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1.000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.” (Hadis sahih, dan diriwayatkan oleh An –Nasa’i)
Dari statement di atas bahwa bulan Ramadan adalah bulan yang diberkahi dan di mana ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan setara dengan mengerjakan kebaikan selama 83 tahun.
Bulan Ramadan juga memiliki fenomena menarik yang sudah diketahui publik, yakni kolak “biji salak”. Awalnya biji salak sesuai dengan konotasinya biji salak secara diksi dan logika, tetapi alangkah mengejutkannya ia adalah konsumsi makanan yang disediakan untuk ta’jil ifthor atau makanan sekedar untuk membatalkan puasa.
Ada yang mengejutkan, banyak para ahli memfilosofikan kolak biji salak adalah kejadian histori tentang pengerjaran Nabi Musa oleh Fir’aun dan tentaranya. Ada yang memfilosofikan dengan kata kolak itu ada khola’ yang berarti kosong, yang mengindikasikan kekosongan jiwa dari kotoran-kotoran batiniah, seperti iri, dengki, riya, sum’ah dan sombong. Jadi puasa menjadi sarana untuk membersihkan hati dari kotoran-kotoran batin.
Buah salak adalah buah yang sulit untuk dibuka. Demi memakannya, duri-duri di sekitar buah salak harus dikupas agar mendapatkan daging buah yang segar dan manis. Kadang jari tangan sedikit terluka oleh keras kulit dan duri yang melekat di pohon dan buah.
Ada juga yang mencocoklogikan kata “kolak” dengan kata Kholik yang berarti Sang Pencipta, yang berarti hubungan puasa adalah hubungan manusia dan hubungan Sang Pencipta (Allah Swt). Pahalanya yang diperoleh dalam puasa adalah prerogatif milik Allah Swt.
Jadi fenomena kolak “biji salak” adalah hidangan yang merajalela saat takjil untuk iftar atau buka puasa merupakan suatu keberkahan yang didapati umat muslimin Pulau Jawa khususnya, dan umumnya di Indonesia. Kolak “biji salak” mempunyai rasa yang manis dan ada santan sebagai kuah yang cukup menggugah saat berbuka puasa.
Santan itu memiliki beberapa filosofi yang berasal dari kata “Nganpunten” yang berarti memaafkan. Dalam hal ini berarti ada saat memaafkan dan membersihkan diri dari dosa yang dibuat sendiri dan dari orang lain, sehingga harus segera memaafkan dan meminta maaf. Hal ini biasa dilakukan di saat bulan ruwah atau sebelum puasa atau sesudah puasa, dengan melakukan silaturahmi menjelang hari raya Idulfitri.
Jadi dapat disimpulkan bahwa fenomena dan filosofi kolak “biji salak” adalah hidangan puasa dan persiapan puasa dan setelah puasa sebagai makna harus melakukan pembersihan diri sebelum puasa dan tidak mengotori lagi setelah menjalani puasa. Saling memaafkan dan kesabaran ada dalam filosofi “bijik salak”.
Selanjutnya adalah fenomena “timun suri” yang banyak dijual pada saat Ramadan dan menjadi keberkahan umat Islam dalam menjalani puasa. Biasa dihidangkan dengan dipotong dadu, disiram sirup cap pisang Ambon yang membuat hidangan buka puasa semakin menggugah selera.
Timbul dibenak kita semua, apa yang menjadikan “timun suri” menjadi ikon minuman yang ada saat buka puasa khususnya di Jakarta? Padahal tidak ada rasa, hanya harum sekali apabila sudah matang. Apa filosofi yang terkandung dalam minuman timun suri? Kenapa timun suri hanya ada pada saat Ramadan?
Mari kita bahas sesuai dengan asumsi dan hipotesa yang akan kita jelaskan. Itulah salah satu keberkahan Ramadan, seperti yang ditemukan pada saat puasa, salah satunya kolak biji salak.
Filosofi timun suri adalah, buah yang tidak menyebutkan asal pohonnya, sama seperti melon, blewah, dan lainnya. Itu semua tidak mencantumkan asal pohonnya.
Filosofi selanjutnya adalah, timun suri merupakan buah yang jujur dan tidak bisa bohong, kenapa? Karena pada saat matang, buah ini memiliki ciri khusus yaitu retak dan mengeluarkan aroma harum dan wangi khas.
Saking berkahnya bulan Ramadan, Allah Swt berikan minuman timun suri adalah minuman yang menyegarkan dan menyehatkan kepada umat Islam. Salah satunya adalah sebagai obat pencegahan radang dan panas dalam khususnya bagi orang puasa Ramadan. Alhamdulillah.
Takjil es timun suri dengan sirup manis, walaupun terlihat sederhana tapi bisa menghilangkan dahaga yang meradang sejak siang hari. Sederhana dan manis, tetapi mengugah selera dan dapat menghilangkan dahaga para shoimin.
Anehnya para pedagang yang menjajakan timun suri paling banyak pada saat menjelang Ramadan. Hampir di lokasi Jakarta dan Sekitarnya menjajahkan dagangan buah tersebut.
Aroma mulut orang yang berpuasa, menurut Allah Swt, lebih harum daripada bau misik. Filosofi timun suri, semakin matang dan semakin masak, buah tersebut merekah dan mengeluarkan aroma wangi semerbak. Hal ini dikaitkan dengan mulut orang berpuasa yang harumnya lebih harum dari misik.
Pahala yang diberikan Allah Swt kepada orang yang berpuasa, adalah karena kesabarannya melawan dahaga dan lapar saat siang hari. Berpuasa juga untuk merasakan fakir miskin dan papa yang tidak menemukan makanan setiap harinya. Hal ini ada kaitannya dengan filosofi timun suri yang berarti di balik kesederhaan buah dan banyak yang tidak diminati, tetapi harum dan wanginya menggoda semua orang.
Pada bulan puasa ada satu malam yang sebanding dengan 1.000 malam atau sebanding dengan mengerjakan ibadah kurang lebih 83 tahun. Dalam bulan Ramadan ini ada beberapa hadis mengatakan, pahala orang yang berpuasa di bulan ini akan dilipatgandakan.
Ini juga bisa dikaitkan dengan filosofi buah timun suri, di mana buah yang memiliki biji yang banyak sekali, yang berarti setelah dimakan buahnya, biji-biji yang di dalamnya dapat dimanfaatkan oleh petani untuk ditanam kembali.
*Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI)
