Jakarta –
Ekonom Senior Faisal Basri menilai rencana presiden terpilih Prabowo Subianto yang dikabarkan akan menaikkan rasio utang hingga 50% terhadap produk domestik bruto (PDB) berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi makro Indonesia.
Faisal Basri mengatakan peningkatan rasio utang hingga pelebaran defisit di atas batas 3% dari PDB membutuhkan ongkos yang sangat mahal. Terlebih jika tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan negara.
“Kalau dipaksakan, ya siap-siap saja makro stability-nya goyang. Ongkosnya mahal,” kata Faisal Basri kepada wartawan dikutip Kamis (11/7/2024).
Faisal Basri juga bicara desas-desus yang menyebut batas rasio utang 60% dan batas defisit 3% dari PDB akan dihapus di pemerintahan Prabowo. Jika benar, hal itu disebut tidak ada disiplin fiskal bagi pemerintah dalam mengelola keuangan negara.
“Artinya arogan sekali generasi sekarang, ingin mewujudkan keinginan mereka sekarang, tapi yang membiayai melalui utang,” ucapnya.
Faisal Basri tidak yakin target Prabowo meningkatkan rasio pajak (tax ratio) hingga 23% dari PDB akan terealisasi. Hal itu dinilai sulit tercapai, melihat rasio perpajakan Indonesia yang masih berada di level 10,21% pada 2023.
“Mana ada sih di dunia (tax ratio) yang naik dua kali lipat lebih? Nggak ada. Artinya yang akan dinaikkan apa? PPN biasanya yang dinaikkan, kan (rencana tahun 2025) akan jadi 12% dan efeknya ke rakyat,” tutur Faisal Basri.
Terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad meyebut defisit fiskal maksimal 3% dari PDB yang berlaku saat ini merupakan batas yang paling ideal bagi negara berkembang seperti Indonesia.
“UU itu bisa diubah oleh pemerintah, tetapi untuk negara berkembang seperti kita, bukan negara maju, itu batas yang paling rasional dengan kemampuan ekonomi untuk membayar utang,” ujar Tauhid.
Dengan defisit APBN yang diperlebar, pemerintah ke depan dikhawatirkan akan membayar pokok dan bunga utang dengan cara menambah utang lagi. Pelebaran defisit fiskal yang tidak diiringi dengan peningkatan tax ratio akan menyebabkan terjadinya lonjakan penarikan utang pemerintah.
“Boleh (defisit) nambah di atas 3%, tapi tax ratio bisa nambah tidak? Jangan sampai tax ratio-nya tetap, defisit ditambah, ya jebol lah (APBN). Mungkin 1-2 tahun (rasio utang) sudah di atas 40% PDB, 60% dalam 5 tahun bisa lewat karena tax ratio nggak ada upaya (ditingkatkan),” ucapnya.
Rencana Prabowo Naikkan Rasio Utang 50%
Adik kandung Prabowo, Hashim Djojohadikusumo mengatakan peningkatan rasio utang hingga 50% PDB akan dibarengi dengan peningkatan penerimaan negara. Kebijakan ini dilakukan untuk mendanai program-program yang menjadi janji kampanye, salah satunya makan bergizi gratis.
“Idenya adalah untuk meningkatkan pendapatan dan meningkatkan tingkat utang. Saya sudah berbicara dengan Bank Dunia dan menurut mereka 50% adalah tindakan yang bijaksana,” kata Hashim dalam wawancara di London kepada Financial Times, dikutip Kamis (11/7/2024).
Jika benar, jumlah itu naik dari posisi rasio utang 38,64% saat ini dan mendekati batas aman yang telah ditetapkan yakni 60% PDB sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
(aid/das)