Event: salat Jumat

  • Digerebek Berduaan di Mobil, Pj Kades dan Bu Bidan Belum Disanksi Pemkab Kuansing, Ini Alasannya – Halaman all

    Digerebek Berduaan di Mobil, Pj Kades dan Bu Bidan Belum Disanksi Pemkab Kuansing, Ini Alasannya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pj Kepala Desa (Kades), RU dan Bu Bidan Desa, HS, belum disanksi setelah keduanya digerebek berduaan di dalam mobil.

    Keduanya digerebek warga tengah berada di dalam mobil yang terparkir di masjid Desa Kota Gunung, Kecamatan Gunung Toar, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, Jumat (11/4/2025).

    Kendati demikian, keduanya sudah disidang oleh Pj Sekda Kuansing dan pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) masing-masing pada Senin (14/4/2025).

    Pj Sekda Kuansing, Fahdiansyah mengungkap alasan mengapa belum ada sanksi untuk keduanya.

    “Kami masih harus kaji benar-benar seperti apa kronologinya untuk menetapkan keputusan, katanya, Minggu (20/4/2025).

    Fahdiansyah mengatakan, pihaknya tak ingin mengambil keputusan sebelum kasus tersebut terang benderang.

    Pihaknya ingin mendengarkan keterangan dari berbagai pihak untuk memutuskan sanksi bagi keduanya.

    Ditambah lagi, status Pj Kades dan Bu Bidan yang sudah berkeluarga masing-masing. Hal ini juga menjadi pertimbangan dalam pemberian sanksi.

    “Baik RU dan HS kan punya keluarga, punya anak. Jangan sampai keputusan itu nantinya membuat keluarga mereka teraniaya.”

    “Kita juga harus mengedepankan praduga tak bersalah,” ungkap Fahdiansyah.

    Dijelaskan Fahdiansyah, RU dan HS membantah telah melakukan tindak asusila saat digerebek warga di mobil.

    Namun, keduanya mengakui berduaan di dalam mobil pada hari itu.

    “Prosesnya tetap kita lanjutkan dengan keputusan berupa sanksi,” sambungnya.

    Sementara itu, Plt Kepala Dinas Kesehatan Kuansing, Trian Zulhadi mengatakan, Bu Bidan menyesal telah berduaan dengan RU di dalam mobil.

    Namun, HS membantah telah berbuat tak senonoh dengan Pj Kades tersebut.

    “Keduanya membantah, namun hal itu tetap melanggar etika karena sudah membuat heboh warga,” tandasnya.

    Sementara itu, meski belum disanksi oleh pihak Pemerintah Kabupaten Kuansing, Pj Kades dan Bu Bidan telah disanksi adat.

    Setelah digerebek, keduanya dibawa ke Kantor Desa Gunung.

    Oleh tokoh adat dalam sidang adat, keduanya pun dijatuhi sanksi adat sebesar Rp20 juta.

    Trian menjelaskan, meski keduanya telah diberi sanksi adat, namun tidak akan menghapus sanksi dari Pemkan Kuansing.

    Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat Desa (Dinsos PMD) Erdiansyah mengatakan, telah mencopot RU dari jabatannya sebagai Pj Kades Pebaun Hilir.

    “Begitu dapat intruksi dari Pak Bupati, saya langsung telepon Camat Kuantan Mudik untuk siapkan penggantinya. Sementara ini kita tunjuk Sekdes sebagai Pj Kades,” jelasnya.

    Lebih lanjut, Erdiansyah menjelaskan, saat penggerebekan terjadi, mobil RU sudah berada di halaman masjid sejak setelah salat Jumat.

    Ketika itu, warga curiga karena melihat mobil tersebut bergoyang-goyang.

    “Warga curiga karena mobil itu bergoyang-goyang. Setelah diintip ternyata ada pria dan wanita di dalam mobil sedang berbuat tak senonoh,” jelasnya.

    Saat penggerebekan, RU dan HS masih berpakaian lengkap.

    Keduanya pun panik saat tahu telah dikepung warga. Bahkan, kaca jendela mobil RU digedor warga.

    Oleh warga keduanya lantas dibawa ke Kantor Desa Gunung.

    “Suami HS dan keluarga RU saat itu pun dipanggil,” ujarnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunPekanbaru.com dengan judul Viral Mobil Bergoyang di Kuansing, Pemkab Tak Mau Buru-buru Tetapkan Sanksi Pj Kades dan Bidan Desa

    (Tribunnews.com/Nanda Lusiana, TribunPekanbaru.com/Guruh Budi Wibowo)

  • 4
                    
                        Armuji Geram Pengusaha India Gilir Karyawan untuk Shalat Jumat dengan Dalih Tetap Layani Pembeli
                        Surabaya

    4 Armuji Geram Pengusaha India Gilir Karyawan untuk Shalat Jumat dengan Dalih Tetap Layani Pembeli Surabaya

    Armuji Geram Pengusaha India Gilir Karyawan untuk Shalat Jumat dengan Dalih Tetap Layani Pembeli
    Editor
    SURABAYA, KOMPAS.com
    – Setelah
    penahanan ijazah
    dan potong gaji karena
    shalat Jumat
    di perusahan milik
    Jan Hwa Diana
    , kini polemik hampir serupa terjadi di perusahaan milik pengusaha India.
    Di D’Fashion Textile and Tailor Jalan Basuki Rahmad Surabaya, Jawa Timur penyedia aneka kain dan baju itu menjadi perhatian serius Wakil Wali Kota Surabaya
    Armuji
    .
    Di perusahaan milik pengusaha India itu memberlakukan Jumatan bergilir pada karyawannya.
    Jika Jumat ini, aktivitas ibadah Jumatan untuk karyawan kelompok 1. Maka Jumat berikutnya untuk kelompok 2.
    Sementara kelompok yang lain tidak Jumatan dan tetap melayani pembeli di perusahaan penyedia fashion tersebut.
    Perlakuan karyawan di perusahaan penyedia kain itu pun bikin marah Cak Ji. Pengusaha seenaknya sendiri memberlakukan karyawan.
    Kondisi ini mendapat perhatian Wakil Wali Kota Surabaya Armuji.
    Bahkan Wawali Cak Ji ini memberi atensi khusus dengan sidak ke D’Fashion Textile and Tailor di Jl Basuki Rahmat Surabaya.
    “Karyawan
    kok
    Jumatan
    sampeyan gilir iku yoopo ceritane
    . Ada grup A sama Grup B. Tidak boleh shalat Jumat wajib itu digilir seminggu sekali,” tanya Cak Ji begitu ditemui pimpinan D’Fashion Textile and Tailor, Prakas, Rabu (23/4/2025).
    Sebelumnya, karyawan Prakas atas nama Johan melapor ke Rumah Aspirasi Cak Ji.
    Selain soal jumatan digilir, jam kerja karyawan 12 jam. Masuk jam 08.00 pulang jam 08.00 malam. Upah tidak sesuai UMK dan tidak ada BPJS.
    Saat itu juga, Prakas memberi alasan soal Jumatan bahwa penyedia kain dan baju itu tetap harus melayani pembeli.
    Pihaknya pun menggilir kelompok karyawan shalat Jumat seminggu sekali.
    “Jumat ini kelompok A. Jumat depan kelompok B. Selebihnya bisa shalat di musala,” kata Prakas memberi alasan.
    Cak Ji pun gregetan karena tidak bisa mengatur jam kerja.
    Bukankah dari 30 karyawan banyak juga yang karyawan perempuan.
    Cak Ji pun mendesak agar
    Shalat Jumat
    tidak digilir.
    Sikap kooperatif dan kesanggupan Prakas ditunjukkan bos keturunan India ini.
    Meski dipertemukan dengan Johan langsung, Prakas juga tidak mengelak dengan sistem giliran Shalat Jumat di tokonya.
    Pengusaha keturunan India pun terus patuh setiap permintaan Cak Ji untuk memperbaiki sistem pekerja di toko besarnya itu.
    Pengakuan Johan, karyawan selama ini menerima gaji Rp 2.500.000 per bulan dengan jam kerja 12 jam per hari.
    Prakas yang mengaku sebagai General Manager D’Fashion and Textile itu mengeklaim total gaji karyawan sudah UMK.
    Cak Ji yang ditemui di lantai 2 toko mendesak agar manajemen menghentikan jam kerja hingga 12 jam.
    Sebab ini melanggar dan tidak boleh dilakukan. Peraturan yang berlaku dalam ketenagakerjaan adalah 8 jam.
    Prakas berjanji akan memperbaiki sistem kepegawaian tokonya.
    Sebab tidak ada perjanjian tertulis dalam merekrut karyawan, hanya lisan.
    Jam kerja juga akan diberlakukan shift.
    Cak Ji akan terus memantau. Mulai sistem perekrutan pegawai dilakukan hitam di atas putih secara tertulis serta saling menghormati menjaga hak dan kewajiban satu sama lain.
    “Bikin aturan tertulis biar semua jelas,” ujar dia.
    Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul
    Wakil Wali Kota Surabaya Marah, Pengusaha India Ini Gilir Salat Jumat dan Karyawan Bekerja 12 Jam
    .
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kisruh Penahanan Ijazah Karyawan Jan Hwa Diana, Khofifah Janji Fasilitasi Penerbitan Ulang Ijazah – Halaman all

    Kisruh Penahanan Ijazah Karyawan Jan Hwa Diana, Khofifah Janji Fasilitasi Penerbitan Ulang Ijazah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menanggapi soal kisruh penahanan ijazah yang dilakukan oleh pemilik usaha UD Sentoso Seal, Jan Hwa Diana.

    Khofifah menyebut pihaknya akan memfasilitasi penerbitan ulang ijazah milik pekerja yang ditahan oleh perusahaan, khususnya untuk jenjang pendidikan SMA/SMK yang menjadi kewenangan Pemprov Jatim.

    Menurut Khofifah, penahanan ijazah oleh perusahaan adalah tindakan yang tidak bisa dibenarkan secara hukum.

    Selain itu, penahanan ijazah juga bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2016.

    Atas dasar itu, Khofifah pun berjanji Pemprov Jatim akan menuntaskan masalah penahanan ijazah ini.

    “Saya pastikan Pemprov Jawa Timur akan menuntaskan permasalahan ini. Ijazah adalah dokumen penting yang sesuai aturan hukum tidak boleh ditahan, termasuk oleh perusahaan tempat karyawan bekerja,” kata Khofifah dilansir Kompas.com, Minggu (20/4/2025).

    Lebih lanjut Khofifah menyebut, Disnaker Jatim juga telah berkoordinasi dengan Posko Pengaduan Kota Surabaya dan akan memanggil pelapor pada Senin (21/4/2025) untuk mengklarifikasi data demi keperluan penerbitan ulang ijazah.

    Namun penerbitan ulang ijazah ini hanya bisa dilakukan jika data asal sekolah pekerja telah lengkap dan terdaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), termasuk bagi sekolah yang telah tutup.

    “Bagi pekerja yang telah melaporkan penahanan ijazah dan merupakan lulusan SMA atau SMK, kami akan segera memproses penerbitan ulang.”

    “Jika sekolahnya sudah tutup, Dinas Pendidikan tetap bisa menerbitkan ulang selama datanya ada dalam Dapodik,” jelas Khofifah.

    Menurut data dari Pemkot Surabaya, ada 31 pekerja yang telah melaporkan penahanan ijazah, namun baru 11 di antaranya yang memiliki data lengkap.

    Khofifah pun meminta agar para pekerja segera melengkapi dokumen yang dibutuhkan melalui Posko Pengaduan Pemkot Surabaya agar proses dapat segera ditindaklanjuti Pemprov Jatim.

    Meski Pemprov Jatim telah memfasilitasi penerbitan ijazah ulang, Khofifah memastikan bahwa proses hukum tetap berjalan.

    “Solusi penerbitan ulang ini adalah bentuk kehadiran negara, namun tidak terkait dengan aparat penegak hukum. Proses hukum tetap dilanjutkan sesuai ketentuan yang berlaku,” imbuhnya.

    Khofifah mengaku telah mengadakan pertemuan dengan pemilik perusahaan UD Sentoso Seal yang dilaporkan telah menahan ijazah pekerjanya.

    Namun dalam pengakuannya, proses rekrutmen dilakukan oleh HRD yang telah mengundurkan diri.

    Sehingga pemilik perusahaan tak tahu soal adanya penahanan ijazah karyawan.

    “Pemilik perusahaan mengaku tidak mengetahui adanya penahanan ijazah karena proses rekrutmen dilakukan oleh HRD yang kini telah mengundurkan diri. Saat ini, posisi ijazah pun tidak diketahui,” jelas Khofifah.

    Wamenaker Immanuel Ebenezer Geram, Sebut Jan Hwa Diana Tak Kooperatif Soal Penahanan Ijazah

    Wakil Menteri Tenaga Kerja Immanuel Ebenezer turut menyoroti kasus penahanan ijazah karyawan yang dilakukan oleh pemilik usaha UD Sentoso Seal, Jan Hwa Diana.

    Bahkan, saat melakukan kunjungan ke perusahaan yang berlokasi di Margomulyo Surabaya itu, ia tak mendapat sambutan yang baik.

    Akibatnya Immanuel murka dan menyebut bahwa perusahaan penyedia spare part kendaraan milik Diana itu biadab.

    “Jawabannya biadab. Ini republik diajari norma, dilindungi terkait agama. Siapa pun karyawan mau ke masjid, gereja, pura, wihara kuil. Semua dilindungi UU. Kalau mereka melanggar, tau sendiri ada konsekuensi,” kata Immanuel kepada awak media, Kamis (17/4/2025).

    Ungkapan wamenaker itu muncul setelah ditanya media terkait sejumlah dugaan pelanggaran lain selain penahanan ijazah.

    Mulai dari pemotongan gaji, melarang karyawan salat Jumat, menebus ijazah, dan gaji tak seusai UMKM.

    Immanuel yang didampingi oleh Wakil Walikota Surabaya Armuji dan Kapolrestabes Surabaya juga menyoroti sikap Jan Hwa Diana yang tidak mau kooperatif.

    Begitu tiba di depan gerbang UD Sentoso Seal, tak tampak owner perusahaan distributor onderdil kendaraan itu menyambut. Bahkan sekelas Wakil Menteri pun tak dihargai.

    Mulai datang sampai diskusi di dalam kantor. Diana menjawab tak tahu menahu soal ijazah.

    “Negara tidak dihargai. Saya juga tidak dihargai. Saya pikir hanya Wawali Surabaya yang tidak dihargai,” kata Immanuel dengan nada kesal.

    Kronologi Perseteruan

    Sebagaimana diketahui, Wakil Walikota Surabaya Armuji dilaporkan oleh seorang pengusaha bernama Jan Hwa Diana yang berada di Margomulyo, Surabaya Barat, terkait UU Informasi Traksaksi Elektronik (ITE). 

    Laporan ini terjadi setelah Cak Ji (sapaan akrab Armuji) menindaklanjuti aduan warga Surabaya yang ijazahnya ditahan oleh perusahaan UD Sentoso Seal.

    Usai mendapat laporan tersebut, Cak Ji langsung mendatangi perusahaan tersebut.

    “Saya datang baik-baik, saya tok-tok (gerbangnya), saya telepon, mereka tidak mau bukakan pintu. Anak buah saya, saya suruh telepon dan di-speaker (pengeras suara) agar tahu,” jelasnya.

    Sesampainya di lokasi tersebut, Cak Ji justru mendapat omelan dari Jan Hwa Diana dan menuduh wakil walikota Surabaya itu seorang penipu.

    “Dia menuduh saya seorang penipu, saya ngomong, saya itu datang dengan baik-baik, tolong dibukakan pintunya, kita bicara di dalam. Dia tidak mau, ngomel dan macam-macam,” sambungnya.

    Cak Ji menyebut, perusahaan itu telah menahan ijazah karyawan tanpa alasan jelas. 

    Hal itu, dianggap melanggar hak dasar tenaga kerja. 

    Apalagi dalam konteks pendidikan, yang saat ini sedang digencarkan pemerintah sebagai bagian dari program pemutusan mata rantai kemiskinan.

    “Wong sekolah saja sekarang gratis, masa anak ini sudah kerja mau keluar tapi ijazahnya ditahan? Itu ijazah SMA yang ditempuh 3 tahun. Hak hidupnya dipersulit,” tegas Cak Ji.

    (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/David AdiAdi)(Kompas.com/Diamanty Meiliana)

  • MPR Minta Pemerintah Turun Tangan Usut Perusahaan Potong Gaji Karyawan karena Salat Jumat

    MPR Minta Pemerintah Turun Tangan Usut Perusahaan Potong Gaji Karyawan karena Salat Jumat

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno meminta kementerian maupun pemerintah daerah mengusut soal kabar pemotongan gaji karyawan oleh perusahaan karena melaksanakan ibadah salat Jumat. 

    Perusahaan dimaksud adalah UD Sentosa Seal milik Jan Hwa Diana di Surabaya, Jawa Timur. Selain pemotongan gaji karena ibadah, perusahaan itu diduga menahan ijazah karyawan yang sudah tak lagi bekerja di sana. 

    Menanggapi kasus tersebut, Eddy Soeparno meminta dugaan pemotongan gaji karyawan karena melaksanakan salat Jumat itu diusut tuntas. Bagi Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu, tidak sepatutnya perusahaan memberikan sanksi untuk karyawan yang melaksanakan ibadah. 

    “Kalau benar ada praktik seperti ini maka perusahaan tersebut harus diperingatkan dan kalau perlu diberikan sanksi. Perusahaan seharusnya memberikan ruang kebebasan bagi pekerja untuk melaksanakan ibadah dari ajaran agamanya masing-masing. Bukan justru mengekang dan memberikan sanksi,” ujarnya, dikutip dari siaran pers, Minggu (20/4/2025).

    Eddy lalu meminta kementerian terkait dan pemerintah daerah mengusut kasus tersebut seterang-terangnya dan sejelas-sejelasnya. Penanganan kasus itu secara tuntas menjadi dasar bagi perlindungan beribadah bagi pekerja. 

    “Ditangani sebaik-baiknya dan memberikan hak beribadah bagi pekerja secara tuntas. Bukan hanya di Surabaya tapi juga di tempat-tempat lain, perlindungan beribadah bagi pekerja adalah hal yang dasar dan fundamental,” lanjutnya.

    Mantan Sekjen PAN itu juga menyoroti soal dugaan penahanan ijazah karyawan yang sudah tidak bekerja lagi di sana. Dia turut meminta agar dugaan itu diusut tuntas. 

    Eddy mengatakan persoalan waktu beribadah dan produktivitas jam kerja bisa menjadi konsensus bersama perusahaan dan pekerja. Poin pentingnya adalah saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing. 

    “Perusahaan membutuhkan jam kerja yang produktif sementara karyawan berhak untuk melaksanakan Ibadahnya. Karena itu mengenai waktu dan fasilitas serta sarana ibadah lainnya bisa dibicarakan antar pekerja dan pengusaha untuk mencapai kesepakatan. Bukan langsung dipotong gaji tanpa alasan jelas,” pungkasnya. 

    Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, UD Sentosa Seal berdiri pada 2022 dan merupakan distributor resmi NOK Oil Seal di Indonesia. Perusahaan tersebut memiliki stok produk oil seal, hidrolik seal, mechanical dan waterpump serta berbagai jenis o-rings. 

    Selain NOK OIl Seal, perusahaan itu menjadi dealer resmi Mitsubishi Automotive and Industrial Belts dan ditributor resmi Tokico Shock Absorbers. 

  • Eks Karyawan Ungkap Dugaan Pemotongan Gaji di Perusahaan Jan Hwa Diana – Halaman all

    Eks Karyawan Ungkap Dugaan Pemotongan Gaji di Perusahaan Jan Hwa Diana – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang mantan karyawan UD Sentosa Seal, Peter Evril Sitorus, mengungkapkan bahwa perusahaan yang dimiliki oleh Jan Hwa Diana diduga memotong gaji karyawan yang menunaikan shalat Jumat.

    Pemotongan sebesar Rp 10 ribu ini berlaku bagi karyawan yang ingin menjalankan ibadah shalat Jumat, di mana upah harian mereka adalah Rp 80 ribu.

    Peter, yang mulai bekerja di UD Sentosa Seal pada akhir Desember 2024, menyatakan bahwa praktik pemotongan gaji ini sudah berlangsung lama.

    “Karena saya non-Islam, saya kurang tahu detailnya, cuma saya tahu kalau ada pemotongan waktu salat Jumat sebesar Rp 10.000. Per Jumat, kalau mau salat Jumat, dipotong (gajinya)” ungkapnya saat ditemui di Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya pada Kamis, 17 April 2025.

    Tanggapan dari Kementerian

    Menteri Agama, Nasaruddin Umar, mengaku akan mempelajari kasus ini lebih lanjut.

    “Saya akan pelajari, cek kasusnya,” kata Nasaruddin saat ditemui di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, pada Sabtu, 19 April 2025.

    Ia juga menambahkan bahwa ia belum menerima laporan resmi terkait dugaan pelanggaran hak pekerja di perusahaan tersebut.

    Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, turut memberikan tanggapan.

    Ia menilai praktik pemotongan gaji tersebut sudah melampaui batas kewajaran.

    Laporan Penahanan Ijazah

    Puluhan mantan karyawan UD Sentosa Seal melaporkan penahanan ijazah mereka oleh perusahaan.

    Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, mendesak polisi untuk segera menindaklanjuti laporan tersebut.

    Kasi Humas Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Iptu Suroto, menyatakan bahwa laporan pertama sudah ditindaklanjuti dengan memanggil sejumlah saksi untuk mendalami dugaan penggelapan.

    Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, sebelumnya melakukan inspeksi mendadak ke lokasi perusahaan, namun tidak berhasil menemui pihak perusahaan karena pintu terkunci.

    Ia menghubungi pemilik perusahaan, namun mendapatkan respons negatif.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Daftar ‘Dosa Besar’ Pengusaha Jan Hwa Diana kepada Karyawannya, Ternyata Tak Cuma Tahan Ijazah Asli

    Daftar ‘Dosa Besar’ Pengusaha Jan Hwa Diana kepada Karyawannya, Ternyata Tak Cuma Tahan Ijazah Asli

    TRIBUNJAKARTA.COM – Terkuak sederet ‘dosa besar’ Jan Hwa Diana pemilik UD Sentosa Seal di Surabaya, Jawa Timur kepada karyawannya.

    Nama Jan Hwa Diana mendadak jadi sorotan setelah video sidak Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, di gudang perusahaan tersebut viral di media sosial, Jumat (11/4/2025). 

    Sidak itu dilakukan Armuji usai menerima keluhan dari seorang mantan karyawan yang mengaku ijazahnya ditahan meskipun sudah mengundurkan diri. 

    Diana yang sempat tak terima justru melaporkan Armuji ke Polda Jawa Timur dengan tuduhan pencemaran nama baik dan pelanggaran Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE). 

    Meski dikabarkan laporan itu telah dicabut, persoalan baru kini terkuak.

    Ternyata Jan Hwa Diana tak hanya menahan ijazah karyawannya, berikut daftar dosa pengusaha asal Surabaya tersebut:
     
    1. Potong Gaji Karyawan yang Izin Salat Jumat Lebih dari Batas Waktu

    Karyawan yang melaksanakan shalat Jumat melebihi batas waktu yang ditentukan perusahaan terancam terkena pemotongan gaji. 

    Dugaan itu terkuak saat Wakil Menteri Ketenagakerjaan Imannuel Ebenezer atau akrab disapa Noel menggelar sidak ke gudang perusahaan tersebut bersama Armuji pada Kamis (16/4/2025).  

    Noel pun geram. Dia mengatakan, ada hak memeluk keyakinan dan beribadah yang dipangkas oleh pemilik perusahaan. 

    “Ini Republik yang diajarkan semua dilindungi, termasuk agama. Dia mau ke masjid, mau ke pura, itu dilindungi undang-undang. Kalau melarang, itu ada konsekuensi,” ujar Noel, Kamis. 

    Temuan ini kembali dia tegaskan saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (19/4/2025). 

    Noel menyebut, memang ada dugaan pemotongan gaji bagi karyawan yang shalat Jumat.  

    Beberapa mantan karyawan perusahaan itu pun mengaku mengalami pemotongan gaji ketika izin menunaikan shalat Jumat. 

    Sementara, karyawan bernama Peter Evril Sitorus yang mulai bekerja di UD Sentosa Seal pada akhir Desember 2024 mengungkapkan, ia baru mengetahui ihwal pemotongan gaji tersebut setelah bekerja beberapa minggu. 

    “Karena saya non-Islam, saya kurang tahu detailnya, cuma saya tahu kalau ada pemotongan waktu shalat Jumat sebesar Rp 10.000. Per Jumat, kalau mau shalat Jumat, dipotong (gajinya),” ujar Peter.

    2. Pemotongan Gaji

    Tak hanya terkait ibadah, Jan Hwa Diana juga dituding melakukan sejumlah tindakan merugikan lain terhadap para pekerja. 

    Peter Evril Sitorus menyebut perusahaan menerapkan denda besar apabila karyawan tidak hadir bekerja. 

    “Ada (potongan gaji), jadi kalau tidak masuk satu hari potongannya (seperti kerja) 2 hari. Nominalnya potongannya Rp 150 ribu, terus gaji per harinya Rp 80 ribu,” ujarnya.

    Peter juga menyoroti ketimpangan antara gaji dan jam kerja, serta tidak adanya kompensasi atas lembur. 

    “Gajinya di bawah UMK, jam kerjanya tidak sesuai. Dari pukul 09.30 WIB sampai pukul 17.00 WIB, kalau lembur enggak dihitung lembur,” lanjutnya. 

    3. Dugaan penyekapan 

    Selain pembatasan hak beribadah dan pemotongan gaji, Menteri Noel juga mendapat laporan adanya penyekapan di perusahaan tersebut. 

    Meski tidak memerinci bagaimana penyekapan terjadi, Noel mengatakan, laporan itu bisa menjadi indikasi kejahatan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan. 

    “Karena kan (kemungkinan) karyawan itu ada yang kadang-kadang mereka dikurung, ada kadang-kadang (kalau) shalat gajinya dipotong, seperti itu,” jelasnya. 

    Kemenaker pun memastikan akan menindaklanjuti laporan-laporan ini dan mengimbau para mantan pekerja UD Sentosa Seal menempuh jalur hukum. 

    “Yang pasti kita serahkan proses ini ke proses hukum ya, itu sudah pasti,” ujar Noel.

    4. Bayar Rp2 Juta Jika Tak Ingin Ijazah Ditahan

    Mantan karyawan lainnya, Ananda Sasmita Putri Ageng, menambahkan bahwa lebih dari 50 karyawan mengalami penahanan ijazah oleh perusahaan. 

    Menurutnya, sejak awal masuk kerja, karyawan diwajibkan menitipkan ijazah dengan dalih aturan internal. 

    “Sejak dia (karyawannya) baru pertama masuk ke interview, terus setelah itu hari kedua dia wajib menitipkan ijazah. Keseluruhan pegawai mungkin, ini kan baru beberapa (yang lapor),” ujar Ananda. 

    Jika menolak menitipkan ijazah, lanjutnya, karyawan diwajibkan memberikan uang jaminan sebesar Rp 2 juta. 

    “Kalau tidak (menaruh) ijazah kan mereka harus menaruh uang jaminan sebesar Rp2 juta. Kalau mereka nggak mau menaruh ijazah, mereka mengganti uang itu, mereka menaruh uang,” jelasnya. 

    Ananda kini hanya berharap ijazahnya dikembalikan. 

    “Semoga pemilik perusahaan tersebut membuka hatinya selebar-lebarnya, untuk mengasihkan ijazah kami. Kita hanya minta itu saja, ijazah asli kita, itu ijazah SMA atau SMK tolong dikembalikan,” ujarnya, Kamis (17/4/2025). 

    Tanpa ijazah asli, ia mengaku kesulitan melamar pekerjaan di tempat lain. Peter menyatakan bahwa ia bahkan sengaja bersikap buruk agar dipecat dan ijazahnya dikembalikan tanpa harus membayar denda. Namun, upayanya gagal. 

    “Saya sengaja memang untuk dikeluarkan. Saya kira kalau dikeluarkan itu ijazah saya dikembalikan, ternyata tidak, tetap ditahan dan diminta uang Rp 2 juta,” katanya. 

    Kuasa hukum para mantan karyawan, Edi Kuncoro Prayitno, mengatakan bahwa selain menahan ijazah, pihak perusahaan juga belum melunasi gaji beberapa mantan karyawan yang sudah mengundurkan diri.

    “Teman-teman yang sekarang ini menuntut ijazah ini posisinya sudah di luar, sudah resign. Terakhir ada yang gajinya diberikan, ada yang tidak, ada yang belum,” ungkap Edi. 

    Ia mendesak aparat penegak hukum untuk segera bertindak dan mengamankan bukti. 

    “Saya mendorong kepada pihak kepolisian dan aparat lainnya agar segera mengamankan TKP dan mengamankan barang bukti,” pungkasnya.  

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Gaji Karyawan Jan Hwa Diana Dipotong jika Salat Jumat, Menag Turun Tangan Cek Kasus – Halaman all

    Gaji Karyawan Jan Hwa Diana Dipotong jika Salat Jumat, Menag Turun Tangan Cek Kasus – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perusahaan sparepart mobil UD Sentosa Seal Surabaya milik Jan Hwa Diana, diduga memotong gaji karyawannya jika melaksanakan salat Jumat lebih dari 20 menit.

    Upah karyawan yang salat Jumat nanti akan dipotong sebesar Rp10 ribu dari upah per hari Rp80 ribu.

    Mengenai pemotongan gaji jika karyawan salat Jumat ini, Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar akan mengeceknya terlebih dahulu.

    “Saya akan pelajari (cek kasusnya)” kata Nasaruddin saat ditemui awak media di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Sabtu (19/4/2025), dilansir Kompas.com.

    Sejauh ini, Nasaruddin mengaku, belum menerima laporan terkait dengan kasus dugaan pelanggaran hak-hak pekerja di perusahaan Jan Hwa Diana itu.

    “Belum dapat ke saya itu laporannya,” kata Nasaruddin.

    Sebelumnya, perusahaan milik Jan Hwa Diana tersebut viral karena menahan ijazah karyawannya tanpa alasan jelas.

    Jika para karyawan ingin ijazahnya kembali, mereka harus membayar dengan tebusan jutaan rupiah, ketika resign.

    Selain itu, beberapa aturan juga dinilai melanggar hak-hak karyawan, seperti pemotongan gaji.

    Salah satu karyawan yang mengaku Muslim menyampaikan kepada Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, bahwa gajinya dipotong saat salat Jumat.

    Ia mengungkapkan bahwa pemotongan upah Rp10 ribu itu dilakukan jika salat Jumat lebih dari 20 menit, waktu yang diberikan perusahaan untuk istirahat.

    “Kalau kita Jumatan kan lebih dari itu Pak (waktunya), nah uang Rp 10.000 itu dianggap untuk mengganti waktu yang lebih,” ujarnya dalam tayangan Instagram resmi Armuji, @cakj1.

    Hal yang sama juga diungkapkan oleh mantan karyawan Jan Hwa Diana, Peter Evril Sitorus, yang mengungkapkan bahwa aturan gaji dipotong karena salat Jumat tersebut sudah berlangsung lama.

    Adapun, Peter mulai bekerja di UD Sentoso Seal yang berada di Pergudangan Margomulyo, Kecamatan Asemrowo, Surabaya itu pada akhir Desember 2024.

    Peter mengetahui bahwa beberapa temannya yang beragama Islam mengalami pemotongan gaji karena salat Jumat, tapi mereka tetap memutuskan untuk beribadah.

    “Karena saya non-Islam, saya kurang tahu detailnya, cuma saya tahu kalau ada pemotongan waktu shalat Jumat sebesar Rp10 ribu. Per Jumat, kalau mau salat Jumat, dipotong (gajinya),” ujar dia, dikutip dari Surya.co.id.

    Peter mengungkapkan bahwa pendapatan yang diterimanya dari perusahaan tersebut sebesar Rp80 ribu per hari.

    Menurutnya, angka itu masih kurang jika dibandingkan dengan tugas yang dikerjakannya.

    “Semoga kasus ini cepat kelar, masalahnya selesai teratasi, dan ijazah saya dikembalikan. (Harapan setelah melapor) berjalan sesuai prosedur hukumnya saja,” ujarnya.

    12 Mantan Karyawan Laporkan Jan Hwa Diana ke Polisi

    Atas kasus ini, diketahui sebanyak 12  orang yang mengaku mantan karyawan perusahaan sparepart mobil tersebut, termasuk Peter, mendatangi Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Jawa Timur, untuk melaporkan Jan Hwa Diana selaku pemilik perusahaan.

    Belasan eks karyawan yang melapor tersebut rata-rata berusia 25-20 tahun.

    Mereka mengaku diminta menyerahkan ijazah asli sebagai jaminan saat diterima bekerja di perusahaan Jan Hwa Diana itu.

    Namun, ketika resign, jika ingin ijazah tersebut kembali maka mereka harus membayar dengan tebusan jutaan rupiah.

    Para pelapor itu berencana melaporkan kasus tersebut secara bertahap.

    Seorang pelapor, Ananda Sasmita Putri Ageng, juga menceritakan pengalamannya saat diterima bekerja di UD Sentosa Seal sebagai admin.

    Awal masuk, dia dihadapkan dengan dua pilihan, yakni menyerahkan ijazah atau membayar uang jaminan sebesar Rp2 juta.

    Di antara dua pilihan tersebut, Putri terpaksa memilih menyerahkan ijazah SMA-nya demi mendapatkan pekerjaan.

    Namun, ketika resign, ijazah Putri tidak dikembalikan oleh perusahaan karena tidak bisa menebusnya.

    “Saat resign, saya sudah tahu (ijazah) nggak akan dapat karena tidak sesuai persyaratan (bayar Rp2 juta). Jadi sudah tahu tidak minta,” ujarnya, Kamis (18/4/2025), dikutip dari Surya.co.id.

    Karena hal tersebut, Putri kesulitan mencari pekerjaan baru. 

    Putri mengungkapkan, setidaknya ada 31 mantan karyawan yang bernasib sama dengannya.

    “Kami hanya minta ijazah kami meskipun hanya SMA/SMK bisa kembali,” ucapnya.

    Pemkot Surabaya Gandeng Belasan Pengacara Lawan Jan Hwa Diana

    Dalam kasus ini, Pemkot Surabaya tak main-main dalam mendampingi 31 korban penahanan ijazah untuk melaporkan Jan Hwa Diana.

    Pemkot Surabaya pun sudah menyiapkan belasan pengacara untuk melawan Jan Hwa Diana yang sampai saat ini masih bersikukuh menyatakan tidak menahan ijazah eks karyawannya. 

    Adapun, belasan pengacara itu berasal dari Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Krisnu Wahyuono Law & Partner, serta Aliansi Advokat Surabaya Raya (AASR).

    Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, pihaknya ingin suasana kondusif sekaligus iklim investasi yang bagus.

    “Kalau ada yang melanggar ya ditindak. Sebab, yang bisa menentukan ada atau tidaknya tindak pidana adalah polisi. Sehingga masalah tuntas, solutif, tidak mengambang,” kata Eri di Surabaya, Jumat (18/4/2025), dikutip dari Surya.co.id.

    Eri juga menegaskan bahwa pelaku usaha yang melanggar aturan tidak layak beroperasi di Kota Pahlawan.

    “Ayo kita menata Surabaya dengan hati yang jernih, dengan pikiran yang bersih, sehingga Surabaya tetap kondusif, tetap baik buat pekerja, tetap baik buat pengusaha.”

    “Sehingga nama Surabaya tetap terjaga. Tapi siapa yang melanggar aturan, siapa yang tidak menjalankan kewajiban, maka mereka tidak boleh berusaha di Surabaya,” tegasnya.

    Oleh karena itu, Eri meminta kasus ini segera ditangani dan ditindaklanjuti oleh aparat kepolisian. 

    Bahkan, ia menyampaikan langsung permintaan tersebut kepada pejabat di Polres Pelabuhan Tanjung Perak.

    Selain ancaman pidana, Eri juga tak segan untuk melakukan pencabutan izin berusaha.

    “Saya minta Disperinaker (Dinas Ketenagakerjaan dan Perindustrian) untuk mengecek seluruh perusahaan di Surabaya. Jika izinnya lengkap, silahkan berlanjut,” katanya.

    “Jika tidak berizin, maka harus diperiksa. Saya tidak ingin hanya karena satu atau dua perusahaan, citra ratusan perusahaan lain di Surabaya menjadi buruk,” tegasnya lagi.

    Eri lantas menjelaskan bahwa tindakan tegas ini diambil untuk menjaga kondusifitas Kota Surabaya dan memberikan kepastian kepada investor maupun para pekerja.

    Ia juga meminta para pekerja untuk menyampaikan permasalahan mereka kepada Pemkot Surabaya.

    “Ini harus menjadi pelajaran bagi perusahaan yang tidak taat aturan. Kita akan melihat dari sisi hukum agar tidak menimbulkan kegaduhan di Surabaya. Aturan ini berlaku untuk semua.”

    “Jika ada perusahaan yang terbukti melakukan tindakan seperti ini, maka izinnya akan saya cabut dan tidak akan saya berikan izin kembali untuk beroperasi di Surabaya,” katanya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Selain Tahan Ijazah, Eks Karyawan Jan Hwa Diana Mengaku Gaji Dipotong Rp10 Ribu Jika Sholat Jumat

    (Tribunnews.com/Rifqah) (Surya.co.id/Pipit Maulidiya/Bobby Constantine) (Kompas.com/Firda Janati)

  • Komisi IX DPR Sebut Perusahaan yang Potong Gaji Karyawan Jumatan Bisa Dipidana

    Komisi IX DPR Sebut Perusahaan yang Potong Gaji Karyawan Jumatan Bisa Dipidana

    Jakarta

    Komisi IX DPR prihatin adanya temuan perusahaan di Surabaya yang diduga memotong gaji karyawan yang salat Jumat dan menahan ijazah karyawannya. Anggota Komisi IX DPR RI Ashabul Kahfi mengatakan perusahaan yang melakukan itu jelas melanggar hukum dan tidak bisa ditoleransi.

    “Saya sangat prihatin atas temuan Wakil Menteri Ketenagakerjaan terkait perusahaan di Surabaya yang membayar pekerja di bawah Upah Minimum Regional (UMR), memotong gaji saat ibadah Jumat, dan menahan ijazah karyawan. Tindakan semacam ini jelas melanggar hukum dan tidak dapat ditoleransi,” kata Ashabul kepada wartawan, Sabtu (19/4/2025).

    Ashabul meminta Kementerian Ketenagakerjaan bertindak tegas terhadap perusahaan yang melanggar hukum. Kata Ashabul, saat ini, penegakan hukum yang konsisten sangat penting untuk melindungi hak pekerja.

    “Sebagai anggota Komisi IX DPR RI yang membidangi ketenagakerjaan, saya menegaskan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan harus bertindak tegas terhadap perusahaan yang melanggar ketentuan perundang-undangan. Pengawasan yang efektif dan penegakan hukum yang konsisten sangat penting untuk melindungi hak-hak pekerja,” ujar Ashabul.

    Ashabul menerangkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan perusahaan yang membayar upah di bawah UMR dapat dijerat sanksi pidana. Tak hanya itu, kata dia, tindakan menahan ijazah karyawan juga merupakan pelanggaran hukum yang harus ditindak.

    “Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perusahaan yang membayar upah di bawah UMR dapat dikenakan sanksi pidana, termasuk hukuman penjara hingga 4 tahun dan denda hingga Rp 400 juta. Selain itu, tindakan menahan ijazah karyawan juga merupakan pelanggaran hukum yang harus ditindaklanjuti,” imbuhnya.

    “Terkait dengan pelarangan atau pembatasan waktu untuk melaksanakan ibadah Shalat Jumat, perlu saya tegaskan bahwa hal tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan hukum ketenagakerjaan,” kata Ashabul.

    “Pasal 80 Undang-Undang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya. Selain itu, Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menjamin kebebasan setiap orang untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,” sambungnya.

    “Komisi IX DPR RI akan terus mendorong Kementerian Ketenagakerjaan untuk meningkatkan pengawasan dan memastikan bahwa pelanggaran seperti ini tidak terulang. Kami juga mengajak para pekerja untuk melaporkan pelanggaran yang mereka alami agar dapat segera ditindaklanjuti oleh pihak berwenang,” ujar Ashabul.

    Diketahui, UD Sentoso Seal menjadi sorotan usai dikritik DPRD Surabaya. Perusahaan suku cadang mobil di kawasan Margomulyo, Surabaya, itu diduga melakukan penahanan ijazah hingga pemotongan gaji bagi karyawan yang melakukan Salat Jumat tapi pemilik usaha tetap berkelit.

    Ketua Komisi D DPRD Surabaya Akmarawita Kadir saat hearing menyebutkan adanya dugaan bahwa karyawan di UD Sentoso Seal dipekerjakan dengan tidak sepatutnya. Selain pemotongan gaji karyawan saat menjalankan ibadah Salat Jumat, ada juga yang disekap.

    “Di samping ada penahanan ijazah juga ternyata ada metode kerja yang tidak sesuai. Kalau menurut saya sih ini juga soal perikemanusiaan, jadi seperti ada yang tadi disekap, salat Jumat dipotong gajinya, dan sebagainya,” kata Kadir.

    (whn/dhn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Menag Geram, Jan Hwa Diana Tega Potong Gaji Karyawan Jika Pergi Salat Jumat

    Menag Geram, Jan Hwa Diana Tega Potong Gaji Karyawan Jika Pergi Salat Jumat

    GELORA.CO – Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar akan mempelajari kasus pemotongan gaji karyawan UD Sentosa Seal, bila mana karyawan melaksanakan sholat Jumat melebihi waktu istirahat. Adapun perusahaan yang dimiliki Jan Hwa Diana belakang ini viral karena kasus dugaan penahanan ijazah.

    Menag Nasaruddin mengaku, hingga kini pihaknya belum menerima laporan apapun atas kejadian tersebut.

    “Saya akan pelajari (dugaan pemotongan gaji). belum dapat ke saya itu laporannya,” kata Nazaruddin Umar di asrama haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, Sabtu (19/4/2025).

    Diketahui, perusahaan Diana diduga membatasi waktu pelaksanaan salat Jumat bagi karyawan. Perusahaan diduga hanya memberikan waktu selama 20 menit bagi karyawan yang ingin melaksanakan sholat Jumat.

    Namun jika melebihi batas waktu tersebut, maka karyawan harus siap menerima denda atau pemotongan gaji.

    Terpisah, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer (Noel) sebelumnya melakukan inspeksi mendadak ke UD Sentosa Seal, yang berlokasi di Pergudangan Surya Mulia Permai H-14, Margomulyo, Surabaya, pada Kamis (17/4/2025).

    Setelah sidak, Noel menegaskan praktik penahanan ijazah milik karyawan oleh perusahaan tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.

    Dia mengimbau kepada para pekerja yang merasa ijazahnya ditahan oleh perusahaan tempat mereka bekerja, agar segera melapor ke aparat kepolisian serta Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) di wilayah masing-masing.

    “Saya minta, jika ijazah yang ditahan segera dikembalikan. Kedatangan saya hanya urusan ijazah mantan karyawan. Soal lain, adalah tugas Pemda dan Polri,” ujar Noel.

    Ia menambahkan bahwa negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi tidak hanya pelaku usaha, tetapi juga para pekerja. Oleh karena itu, dirinya meminta agar kedatangannya tidak dianggap sebagai bentuk intimidasi terhadap Perusahaan.

  • Geger Pria dari Kelompok Minoritas Pakistan Tewas Dipukuli Massa

    Geger Pria dari Kelompok Minoritas Pakistan Tewas Dipukuli Massa

    Islamabad

    Seorang pria dari kelompok minoritas Ahmadiyah di Pakistan tewas dipukuli massa pada Jumat (18/4). Insiden mematikan itu terjadi setelah ratusan penganut Islam radikal mengepung tempat ibadah komunitas minoritas itu yang ada di kota pelabuhan Karachi.

    Massa yang kebanyakan berasal dari kelompok politik antipenistaan agama Tehreek-e-Labbaik Pakistan (TLP) itu, seperti dilansir AFP dan Reuters, Sabtu (19/4/2025), menyerbu ruas jalanan sempit di area Saddar sembari meneriakkan slogan-slogan mereka.

    Penyerbuan itu didorong oleh kemarahan massa marah karena para penganut Ahmadiyah diduga melakukan salat Jumat.

    “Salah satu anggota komunitas itu tewas setelah massa mengidentifikasinya sebagai seorang Ahmadi. Mereka menyerangnya dengan tongkat dan batu bata,” ucap seorang pejabat senior Kepolisian Karachi, Muhammad Safdar, saat berbicara kepada AFP.

    “Massa itu mencakup anggota dari beberapa partai keagamaan,” imbuhnya.

    Safdar mengatakan bahwa pihak kepolisian menahan sekitar 25 penganut Ahmadiyah demi keselamatan mereka.

    Seorang jurnalis AFP yang ada di lokasi kejadian melaporkan keberadaan sebuah mobil tahanan yang dikawal oleh beberapa kendaraan polisi membawa pergi para penganut Ahmadiyah, setelah bernegosiasi dengan massa yang terdiri atas 600 orang.

    Lihat juga Video: 3 Bocah SD di Gresik Sudah 4 Kali Curi Motor, Nyaris Diamuk Massa

    Juru bicara komunitas Ahmadiyah, Amir Mahmood, menuturkan pria yang tewas dipukuli massa merupakan seorang pemilik bengkel mobil berusia 47 tahun. Mahmood menyebut massa yang melakukan kekerasan itu berjumlah sekitar 100-200 orang.

    Kelompok Ahmadiyah merupakan kelompok minoritas yang dianggap sesat oleh pemerintah Pakistan dan sebagian besar umat Muslim. Hukum yang berlaku di Pakistan melarang penganut Ahmadiyah menyebut diri mereka sebagai Muslim atau menggunakan simbol-simbol Islam.

    Selama beberapa dekade, banyak penganut Ahmadiyah yang menghadapi ancaman dan intimidasi, serta menjadi korban tindak kekerasan, diskriminasi serta hambatan yang menghalangi mereka untuk menggunakan hak suara mereka dalam pemilu di Pakistan.

    Lihat juga Video: 3 Bocah SD di Gresik Sudah 4 Kali Curi Motor, Nyaris Diamuk Massa

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini