Event: salat Jumat

  • Gibran Pastikan Penanganan Cepat Pengungsi Korban Kebakaran Kapuk Muara – Page 3

    Gibran Pastikan Penanganan Cepat Pengungsi Korban Kebakaran Kapuk Muara – Page 3

    Pada kesempatan yang sama, Ketua RW 04 Kelurahan Kapuk Muara, Sudiono, menjelaskan kronologi kejadian bahwa kebakaran terjadi saat lingkungan dalam kondisi sepi. Kebakaran berlangsung bertepatan dengan waktu salat Jumat dan perayaan Iduladha.

    “Waktu itu pas berbarengan kebakarannya. Satu, pas waktu sembahyang Jumat. Kedua, pas hari raya Idul Adha,” tutur Sudiono.

    “Jadi waktu itu kondisinya sepi, tau-tau, api udah gede,” imbuhnya.

    Lebih lanjut, Sudiono menyampaikan bahwa bantuan dari berbagai tingkatan pemerintahan telah hadir secara cepat dan terpadu. Fasilitas darurat seperti MCK, air bersih, dan makanan telah tersedia di lokasi pengungsian.

    “Selama ini penanganannya dari tingkat kelurahan sampai ke tingkat provinsi dan pusat pun selalu merespons semua. Jadi, dari itu, udah disiapin langsung MCK portabel, terus air, semua terpenuhi, dan makanan, alhamdulillah, tidak kekurangan,” urainya.

    Sudiono mengucapkan terima kasih atas kunjungan Wapres Gibran yang menunjukkan kepedulian pemerintah terhadap kondisi warga. Ia berharap kehadiran Wapres menjadi solusi bagi korban dan wilayah terdampak.

    “Saya terima kasih Bapak (Wapres) menyempatkan mengunjungi atau melihat langsung kondisi pengungsian korban kebakaran di wilayah kami,” ucapnya.

     

  • Curhat-Keluhan Warga Korban Kebakaran Penjaringan yang Hanguskan Ratusan Rumah

    Curhat-Keluhan Warga Korban Kebakaran Penjaringan yang Hanguskan Ratusan Rumah

    Jakarta

    Kebakaran di kawasan padat penduduk di Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara, menyisakan duka bagi ribuan warga. Ratusan rumah terbakar, memaksa para korban kehilangan tempat tinggal dan mengungsi ke tenda-tenda darurat.

    Kebakaran terjadi pada Jumat (6/6) pukul 12.18 WIB dan baru berhasil dipadamkan pukul 23.15 WIB. Tidak ada korban jiwa, namun sebanyak 500 rumah di RT 17 RW 004, Kelurahan Kapuk Muara, hangus terbakar. Luas area terdampak mencapai sekitar 3 hektare, dan sedikitnya 3.200 jiwa terdampak, dengan 1.900 di antaranya kini tinggal di lokasi pengungsian.

    Warga Sampaikan Keluhan di Pengungsian

    Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung telah meninjau langsung lokasi pengungsian. Ia menerima sejumlah keluhan dari warga, terutama terkait suhu panas di dalam tenda serta kebutuhan balita yang belum sepenuhnya terpenuhi.

    “Kalau untuk urusan makanan, minuman, kesehatan, nggak ada masalah. Hanya memang karena panas, mereka meminta kipas angin, kemudian juga ada permintaan susu formula,” ujar Pramono di lokasi pengungsian, Minggu (8/6).

    Pramono memastikan permintaan warga akan segera ditindaklanjuti. Ia juga menugaskan dinas-dinas terkait, termasuk kesehatan, sosial, dan dukcapil untuk mendampingi warga yang kehilangan dokumen seperti KTP atau ijazah.

    Cerita Warga Kehilangan Tempat Tinggal

    Di tengah suasana pengungsian, Medi (52), salah satu warga terdampak, menceritakan kehilangan tempat tinggal dan alat bekerja. Bersama 14 rekannya yang sehari-hari mengamen, mereka kini tinggal di bawah tenda darurat.

    Ia mengenang saat kejadian, kebakaran terjadi ketika banyak warga sedang melaksanakan salat Jumat. Api cepat membesar dan melahap permukiman semipermanen yang rapat satu sama lain.

    Polisi Selidiki Penyebab Kebakaran

    Kapolsek Penjaringan AKBP Agus Ady Wijaya menyebut pihaknya sedang menyelidiki penyebab kebakaran. Selain itu, kepolisian juga telah mendirikan posko keamanan 3 pilar di lokasi untuk membantu warga.

    “Pelayanan administrasi terhadap warga yang kehilangan surat, KTP, ATM, dan lain-lain, serta pengamanan di lokasi pengungsian terus dilakukan,” kata Agus, Minggu (8/6).

    Pihaknya juga menyalurkan bantuan logistik, mengamankan distribusi bantuan, hingga melakukan trauma healing untuk anak-anak dan perempuan di lokasi pengungsian.

    Antisipasi Pemprov DKI: 1 RT 1 APAR

    Pemprov DKI Jakarta memastikan penanganan korban menjadi prioritas. Dalam kunjungannya, Gubernur Pramono Anung menyampaikan bahwa pendataan dan penggantian dokumen warga yang hangus akan dipermudah.

    Untuk mencegah kejadian serupa, Pramono juga menandatangani Peraturan Gubernur (Pergub) tentang program “1 RT 1 APAR” atau Alat Pemadam Api Ringan. Pengadaan APAR akan dipercepat di seluruh RT di Jakarta.

    “Saya barusan menandatangani tentang pergub tentang APAR. Saya yakin mungkin di sini belum semua RT itu setiap RT 1 APAR. Karena pemerintah DKI memang menyiapkan untuk itu. Dan mudah-mudahan di bulan Agustus ini setiap RT punya 1 APAR. Jadi kalau ada kejadian seperti ini maka cepat untuk bisa ditangani,” ujar Pramono, Minggu (8/6).

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kemensos kirim bantuan untuk korban kebakaran Kapuk Muara

    Kemensos kirim bantuan untuk korban kebakaran Kapuk Muara

    Bantuan Kemensos untuk korban kebakaran Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu (7/6/2025). Foto: Kemensos

    Kemensos kirim bantuan untuk korban kebakaran Kapuk Muara
    Dalam Negeri   
    Editor: Nandang Karyadi   
    Sabtu, 07 Juni 2025 – 17:42 WIB

    Elshinta.com – Kementerian Sosial Republik Indonesia merespons cepat bencana kebakaran di Jalan Gang Damai RT 17/RW 04, Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Seperti diketahui di jago merah melahap kawasan padat penduduk itu, Jumat (6/6/2025) pukul 12.00 WIB. 

    Peristiwa ini menyebabkan sekitar 500 unit rumah semi permanen terbakar dan sedikitnya 800 kepala keluarga atau 3.200 jiwa terdampak.

    “Kami langsung dapat instruksi Gus Mensos Saifullah Yusuf untuk memastikan seluruh bantuan logistik dan dukungan psikososial menjangkau para korban, khususnya kelompok rentan. Pesan Pak Menteri Proses pemulihan harus berjalan cepat, tepat, dan berpihak kepada warga,” ujar Adrianus Alla Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial dan Non Alam Kementerian Sosial, Sabtu (7/6/2025).

    Kebakaran diduga bermula dari api kompor yang ditinggal menyala, kemudian menjalar dengan cepat ke rumah-rumah warga, gudang, dan lapak usaha. Proses pemadaman melibatkan 29 unit mobil pemadam kebakaran dan warga sekitar yang baru selesai melaksanakan salat Jumat. Pemadaman berlangsung hingga malam hari dan dilanjutkan dengan pendinginan sampai dini hari.

    Sebagian besar warga kini mengungsi ke rumah kerabat dan lahan kosong milik PT. Duta Harapan Indah, sementara pendataan kelompok rentan seperti lansia, anak-anak, dan penyandang disabilitas masih terus dilakukan.

    Sebagai bentuk kehadiran negara, Kementerian Sosial telah menyalurkan bantuan tanggap darurat berupa tenda serbaguna, tenda gulung, selimut, pakaian dewasa dan anak-anak, serta perlengkapan dasar lainnya senilai Rp291 juta lebih. 

    Selain bantuan logistik, Kemensos juga menyiapkan Layanan Dukungan Psikososial (LDP) untuk kelompok rentan serta melakukan koordinasi intensif dengan Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, BPBD, PMI, dan pemerintah setempat untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar para penyintas.

    Kementerian Sosial akan terus mengawal proses pemulihan bagi warga terdampak, memastikan tidak ada yang terlewat dari perhatian. Ini sebagai wujud komitmen dan tanggung jawa negara.

    Penulis: Suwiryo/Ter

    Sumber : Radio Elshinta

  • Pendakwah yang Menyala Sampai Padam

    Pendakwah yang Menyala Sampai Padam

    OLEH: AHMADIE THAHA

    DI Masjid Darul Falah, Makassar Sulawesi Selatan, Jumat siang, 6 Juni 2025, udara masih harum oleh jejak pagi. Minyak wangi masih merebak dari baju gamis jamaah yang baru saja menunaikan salat Iduladha. Ketupat dan opor masih hangat dalam ingatan.

    Belum lama mereka pulang sebentar ke rumah, mengganti baju koko, lalu kembali lagi ke masjid untuk salat Jumat — karena hari raya tetap tidak membatalkan kewajiban mingguan.

    Dan di atas mimbar, berdiri sosok yang suaranya dikenal lebih lantang dari toa masjid: Ustaz Dr. H. Muhammad Yahya Yopie Waloni, M.Th. Usianya menjelang 55 tahun.

    Beliau berkhutbah tentang pengorbanan. Ayat demi ayat, hadits demi hadist, meluncur dari bibirnya seperti biasanya. Suaranya membakar, mengguncang, kadang-kadang juga menyulut kontroversi.

    Tapi siang itu, ada ketenangan aneh dalam suaranya. Ia bicara tentang Nabi Ibrahim dan Ismail, tentang ketundukan total pada kehendak Ilahi. Mungkin, tanpa disadari, ia sedang mengisyaratkan sebuah perpisahan.

    Lalu — seperti potongan film yang terlalu dramatis untuk kenyataan — suara itu mengecil. Bibirnya seperti masih hendak bicara, tapi suaranya terhisap. Tubuhnya lunglai, kemudian jatuh menggebrak ke lantai mimbar.

    Tak ada efek suara. Hanya kesunyian yang mendadak menggigit. Jemaah panik. Sujud pun tertunda. Shalat Jumat diinterupsi oleh kenyataan: sang khatib tak bergerak. Innalillahi wa inna ilayhi rajiun.

    Meninggal di atas mimbar seperti itu adalah cita-cita sebagian pendakwah. Mungkin juga kita. Tapi sedikit yang betul-betul “dijemput” Allah saat masih menggenggam tugasnya.

    Yahya Waloni, mantan pendeta yang menjadi pendakwah Islam, tampaknya telah menyelesaikan naskah hidupnya di titik paling dramatis. Di atas mimbar. Dalam khutbah tentang pengorbanan.

    Namun, jangan buru-buru menjadikannya bak malaikat. Sosok ini adalah tokoh yang penuh warna  — dan terkadang over –saturasi. Yahya Waloni bukan pendakwah kalem ala Ustaz Abdul Somad atau dai televisi yang sopan dan rapi seperti Aa Gym.

    Ia dikenal sebagai juru bicara Islam “garis keras”, bersuara lantang, dan… yah, cukup senang menabrak tembok toleransi. Dalam daftar kontroversinya: menyebut kitab suci agama lain sebagai palsu, sehingga dijatuhi vonis lima bulan penjara karena ujaran kebencian.

    Dalam dunia medsos, ia dijuluki “Ustaz Pansos” — alias Panjat Sosial, label sinis yang, ironisnya, malah menambah popularitasnya. Tapi, apakah semua itu membatalkan nilai perjuangannya? Belum tentu. Tentu tidak.

    Fakta tak bisa dibantah: ia adalah seorang mualaf yang memilih jalan Islam dengan total. Islam kaffah, bahkan bersama istrinya yang juga muallafah.

    Ustaz yang lahir di kota Manado pada 30 November 1970 dari keluarga Kristen Minahasa yang taat ini pernah memimpin sekolah teologi Kristen. Lalu ia meninggalkan semuanya untuk menyatakan syahadat.

    Tidak mudah menjadi mualaf di usia matang, apalagi setelah menjadi tokoh dalam agama sebelumnya. Ia kehilangan teman, posisi, dan — mungkin juga — rasa aman. Tapi ia tetap maju. Dalam gaya yang kadang bikin jemaah mengangguk, kadang menggeleng, tapi tak pernah membuat mereka diam.

    Dan di sinilah kita perlu jujur: tak semua yang keras itu jahat, tak semua yang lembut itu benar. Yahya Waloni adalah potret Islam yang bergulat dengan realitas pluralisme di Indonesia, tapi punya batasan akidah yang tak bisa ditawar.

    Sebagian melihatnya sebagai pembela akidah. Sebagian lagi melihatnya sebagai pembelah harmoni. Ia adalah semacam refleksi keras kepala dari kita semua yang tak selesai berdamai dengan sejarah konversi, trauma kolonial, dan luka-luka teologis.

    Tapi apa pun penilaian kita, kematiannya di mimbar adalah simbol yang tidak bisa diremehkan. Bayangkan: ia menghembuskan napas terakhir di hadapan jemaah. Di atas mimbar. Di Hari Raya, persis saat jutaan haji bersatu di padang Arafah. Di sela khutbah tentang pengorbanan. Dan di hari Jumat!

    Apakah itu kebetulan? Atau skenario ilahi dengan naskah paling puitis sekaligus suci?

    Tubuhnya memang dilarikan ke RS Bahagia — nama rumah sakit yang sangat ironis dalam konteks duka. Tapi bagi sebagian orang, terutama mereka yang percaya bahwa hidup adalah medan jihad ideologis, ia tidak wafat biasa. Ia syahid di jalan dakwah.

    Dan seperti biasa, setelah jenazah dikafani, media sosial pun mulai mengkafani narasi. Ada yang mengenangnya sebagai pahlawan iman. Ada yang mengecamnya sebagai provokator.

    Tapi mungkin, Yahya Waloni akan tersenyum dari alam sana, sebab seperti yang biasa ia ucapkan: “Biar saya yang maki, yang penting kamu mikir.” Kini, setelah ia tak bisa bicara lagi, kita yang mesti berpikir.

    Tentang cara menyampaikan dakwah tanpa melukai. Tentang bagaimana menjaga akidah tanpa membakar jembatan kemanusiaan. Dan tentang bagaimana, kadang, satu nyawa yang padam bisa lebih nyaring dari seribu ceramah.

    Selamat jalan, Ustaz Yahya Waloni. Akhir hidupmu mungkin bukan akhir damai. Tapi siapa tahu, itu awal dari percakapan baru — yang lebih jujur, lebih terbuka, dan lebih manusiawi, tentu tanpa pernah harus mengorbankan akidah.

    (Penulis adalah Wartawan Senior dan Pengasuh Ma’had Tadabbur Quran)

  • Lara Warga Penjaringan Diamuk Si Jago Merah di Momen Idul Adha

    Lara Warga Penjaringan Diamuk Si Jago Merah di Momen Idul Adha

    Jakarta

    Kebakaran hebat terjadi di kawasan padat penduduk Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara. Kebakaran di tengah suasana Hari Raya Idul Adha ini menghanguskan sejumlah bangunan.

    Titik api dilaporkan terjadi di Jalan Kapuk Raya No. 26, RT 5 RW 5, dekat SPBU AKR. Laporan kebakaran diterima pertama kali oleh Command Center pukul 12.18 WIB, Jumat (6/6/2025).

    Kepala Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) Jakarta Utara, Gatot Sulaeman, mengatakan sebanyak 17 unit mobil damkar dan 85 personel diterjunkan ke lokasi untuk memadamkan api, sekitar pukul 12.27 WIB.

    Hingga pukul 16.30 WIB kemarin, asap masih mengepul. Berdasarkan pantauan detikcom, sebagian besar bangunan sudah rata dengan tanah.

    Asap pekat membatasi jarak pandang dan tiang-tiang beton beserta puing-puing hangus berserakan. Warga terlihat mondar-mandir di sekitar lokasi, beberapa di antaranya mencoba menyelamatkan sisa barang berharga.

    750 KK Terdampak

    Kadis Gulkarmat DKI Jakarta Bayu Meghantara memastikan tak ada korban jiwa dalam insiden ini.

    “Alhamdulillah sampai saat ini belum ada yang kami terima laporan korban, termasuk dari warga juga termasuk personil kami, alhamdulillah semuanya aman,” sambung dia.

    “Kerugian sekitar Rp 8 miliar. Warga yang terdampak sekitar 750 KK,” kata Gatot.

    Kendala Damkar Padamkan Api

    Bayu Meghantara menceritakan kendala saat proses pemadaman api. Dia menyebut lokasi kebakaran di permukiman padat membuat petugas menyiasati menarik selang dari aliran sungai sekitar.

    “Iya, sementara ini kan memang kawasan padat, sehingga untuk akses seperti biasa, akses air kami harus juga ada tandon-tandon yang tersedia. Memang karena luasannya cukup agak luas, kami perlukan air yang relatif lebih banyak,” kata Bayu kepada wartawan di lokasi, Jumat (6/6/2025).

    Selain itu, akses jalan ke titik lokasi juga terbatas. Pantauan detikcom hanya jalan setapak atau gang kecil untuk masuk ke pemukiman padat penduduk itu.

    Unit damkar mengakses jalan itu dengan menarik selang disambung-sambung hingga mencapai titik api. Area yang terbakar luas.

    “Iya, kami nyisir. Kami di sisi-sisi luar ini dapat kami punya akses. Dan tentu dengan bantuan selang, selang ini kan bisa tereksekusi lah kira-kira untuk pemadamannya,” sambung dia.

    Detik-detik Api Menjalar

    Muna (40), warga RT 17, mulanya melihat asap hitam dari kobaran api yang muncul dari belakang rumahnya. Kala itu salat Jumat sedang berlangsung di masjid.

    “Api udah kedengeran dari belakang ngebakar gitu, ‘keretak, keretak, keretak’, gitu. Ah saya ngira paling kebakaran kecil, korslet karena emang biasanya gitu. Paling satu kamar tuh, soalnya beberapa kali pernah. Lah pas saya keluar kok api gede, langsung masuk bangunin anak-anak di kamar, suruh keluar,” kata Muna saat ditemui di lokasi, Jumat (6/6/2025).

    Muna, saat kejadian sedang menjaga warung. Dia hanya sempat menyelamatkan beberapa dokumen penting seperti ijazah dan kartu keluarga. Selebihnya, seluruh isi warung dan lantai dasar rumahnya ludes terbakar.

    “Saya mikir, surat kan penting dijadiin satu, akta, ijazah, karena di sini sering (kebakaran) gitu, udah dijadiin satu aja gitu. Jadi kalau ada apa tinggal ambil di map gede gitu” jelas Muna yang mengaku telah tinggal di kawasan tersebut sejak tahun 2008.

    Kawasan permukiman yang berdiri di atas tanah rawa dan mayoritas bangunan semi permanen membuat api cepat merambat. Muna mengaku kini kebingungan usai kehilangan tempat tinggalnya.

    Hal senada disampaikan Warni (54), warga lainnya yang rumahnya juga hangus terbakar. Dia hanya bisa menyelamatkan barang seadanya.

    “Saya pulang kerja rumah belum kena, cuma karena apinya dekat cuma beda dua rumah, saya sedikit menyelamatkan baju rombeng. Dari situ saya udah nggak bisa masuk lagi. Jadi, cuma baju rombeng yang saya bawa,” ucap Warni.

    (wia/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Nestapa Warga Penjaringan, Rumahnya Ludes Dilahap Api Saat Hari Raya Idul Adha
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        7 Juni 2025

    Nestapa Warga Penjaringan, Rumahnya Ludes Dilahap Api Saat Hari Raya Idul Adha Megapolitan 7 Juni 2025

    Nestapa Warga Penjaringan, Rumahnya Ludes Dilahap Api Saat Hari Raya Idul Adha
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ratusan rumah warga di Kampung Sawah, Penjaringan, Jakarta Utara, ludes dilahap api, Jumat (6/6/2025). Insiden ini terjadi tepat di Hari Raya Idul Adha 2025.
    Kebakaran di Penjaringan
    ini tepatnya terjadi pada pukul 12.25 WIB. Dalam rekaman video yang Kompas.com terima, mulanya ada sekitar lima rumah yang dilalap si jago merah.
    Api terlihat lebih dulu membakar area atap rumah semi permanen tersebut. 
    “Objek yang terbakar merupakan rumah tinggal,” ujar Kasiops Sudin Gulkarmat Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu Gatot Sulaeman saat dikonfirmasi, Jumat.
    Humas RT 17, Wawan Hermawan, mengatakan, setidaknya ada 250 keluarga yang terdampak kebakaran itu.
    Berdasarkan pengamatan Kompas.com di lokasi, para warga masih bertahan di pinggir jalan depan gang rumah mereka.
    Mereka terlihat berjaga di dekat barang-barang berharganya yang masih bisa terselamatkan.
    Beberapa warga masih ada yang sibuk menyelamatkan perabot rumah tangga, seperti lemari, televisi, kulkas, kasur, dan lain sebagainya.
    Banyak warga yang terlihat meneteskan air mata karena harus menerima kenyataan bahwa rumahnya habis terbakar.
    Namun, ada pula warga yang sudah pasrah dan hanya berharap api segera cepat padam.
    “Harapannya sih semoga api segera cepat padam,” ucap salah satu warga bernama Warsi (54) saat diwawancarai Kompas.com di lokasi.
    Sejumlah warga mengaku tak sempat menyelamatkan barang berharganya saat
    kebakaran di Penjaringan
    .
    Salah satunya warga bernama Warni (54) yang tak sempat menyelamatkan barang berharganya karena ketika kebakaran terjadi dia sedang tak berada di rumah.
    Saat api mulai merambat ke rumahnya, Warni sedang bekerja. Warni sempat nekat masuk ke dalam rumah untuk menyelamatkan pakaiannya.
    “Jadi, cuma baju rombeng yang saya bawa,” kata Warni.
    Kemudian, dia langsung bergegas meninggalkan rumahnya karena kobaran api yang semakin membesar.
    Ia terpaksa meninggalkan barang berharganya yang lain karena tak bisa lagi kembali ke rumahnya.
    “Barang berharga lainnya enggak ada sama sekali yang bisa diselamatkan cuma baju doang,” jelas Warni.
    Warga lain bernama Jauhari (30) juga mengaku tak bisa menyelamatkan barang berharga saat rumahnya terbakar.
    “Enggak ada, habis. Orang jalannya juga sempit mau gimana lagi,” ucap Jauhari.
    Jauhari mengatakan saat kebakaran terjadi warga berbondong-bondong menyelamatkan barang berharga masing-masing ke tempat yang aman.
    Hal itu membuat jalanan di depan rumahnya sangat penuh barang dan tidak kondusif. Di sisi lain, pemadam juga tengah berusaha masuk ke dalam gang untuk memadamkan api.
    Tak hanya Warni dan Jauhari, kebakaran di Penjaringan ini juga menyisakan duka bagi Solihin (50). 
    Rumahnya habis terbakar hanya dua hari setelah istrinya meninggal. Istrinya baru saja berpulang pada Rabu (4/6/2025) lalu.
    “Ini rumah saya enggak ada yang tersisa, enggak ada yang bisa diselamatkan,” ujar Solihin.
    Saat kebakaran terjadi, Solihin tengah melaksanakan shalat Jumat di masjid yang terletak di seberang rumahnya.
    Setelah selesai shalat, dia terkejut melihat api besar yang telah melalap habis rumahnya. Dia tidak bisa lagi masuk ke dalam rumahnya.
    Sementara itu, anak dan menantunya sibuk menyelamatkan diri. Akibatnya, barang-barang berharga milik Solihin tidak ada yang bisa diselamatkan.
    Saat ini, Solihin masih meratapi rumahnya yang kini hanya menyisakan puing-puing. Bahkan, dia sendiri belum tahu ke mana akan mengungsi.
    “Saya enggak tahu, mengungsi ke mana belum tahu,” katanya sambil menahan tangis.
    Solihin menduga, api pertama kali muncul dari salah satu rumah warga yang sedang memasak kue.
    “Titik apinya infonya dari (rumah warga) lagi masak kue, posisinya ditinggal, terus apinya merambat,” kata Solihin.
    Solihin mengatakan kebakaran terjadi saat sebagian besar warga sedang menunaikan shalat Jumat di masjid. Ia mengaku terkejut saat kembali dari masjid dan mendapati rumahnya sudah dilalap si jago merah.
    “Kami pas habis salat Jumat di masjid seberang tahu-tahu apinya sudah gede. Ya, sudah habis semua,” tambah dia.
    Sementara itu, warga lain bernama Jauhari (30) mengatakan, saat kebakaran terjadi, dia sedang tertidur pulas.
    Ia terbangun ketika merasakan hawa panas dan melihat api besar sudah membakar bagian belakang rumahnya.
    “Waktu itu saya lagi tidur, di belakang rumah saya tiba-tiba besar aja, itu dari warung mie,” ucap Jauhari.
    Namun, hingga kini belum diketahui secara pasti penyebab kebakaran di Penjaringan itu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ratusan Sapi Disembelih di RPH Magetan, Termasuk Bantuan Presiden

    Ratusan Sapi Disembelih di RPH Magetan, Termasuk Bantuan Presiden

    Magetan (beritajatim.com) – Pelaksanaan penyembelihan hewan kurban di Rumah Potong Hewan (RPH) Magetan dimulai sejak Jumat (6/6/2025), bertepatan dengan hari pertama Iduladha. Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Magetan, drh Nur Haryani, menyebutkan bahwa hingga hari Minggu nanti, total sebanyak 132 ekor sapi telah terdaftar untuk disembelih di RPH tersebut. Pendaftaran berasal dari masyarakat maupun lembaga seperti Lazismu.

    Biasanya, pemotongan di RPH dikenakan retribusi sebesar Rp 50 ribu untuk sapi betina dan Rp 30 ribu untuk sapi jantan. Namun, khusus untuk momentum Iduladha mulai Jumat hingga Senin, seluruh proses penyembelihan digratiskan sebagai bentuk pelayanan publik.

    “Pelaksanaan penyembelihan hewan kurban di Rumah Potong Hewan (RPH) Magetan dimulai sejak Jumat (6/6/2025), bertepatan dengan hari pertama Iduladha. Dari total 14 sapi yang dijadwalkan akan disembelih berdasarkan pendaftaran masyarakat, satu ekor sapi belum datang. Hingga siang hari, baru 13 ekor yang berada di kandang dan langsung disembelih,” jelas Haryani.

    Selanjutnya, penyembelihan akan berlanjut dengan hewan kurban dari lembaga zakat Lazismu. Sementara untuk sapi bantuan dari Presiden, Gubernur Jawa Timur, dan Pemkab Magetan, proses penyembelihannya dijadwalkan pada Minggu (8/6) pagi.

    “Sebenarnya sudah ditawarkan agar sapi langsung dipotong usai penyerahan simbolis karena itu lebih afdhal. Tapi takmir Masjid Baitussalam belum siap apabila dilakukan pada hari Jumat karena bertepatan dengan salat Jumat, sehingga disepakati penyembelihan dilakukan hari Minggu,” terang Haryani.

    Sapi bantuan dari Presiden Prabowo, yang diberi nama Blangor, memiliki bobot hampir 1 ton. Haryani menjelaskan bahwa sapi tersebut tidak dihadirkan saat penyerahan simbolis karena pertimbangan keamanan dan logistik. “Meski besar, Blangor, sapi dari bantuan Presiden tidak membutuhkan persiapan khusus. Kandang jepit di RPH masih mampu menahan berat rata-rata 1 ton, dan alat pemotongan otomatis juga masih dapat digunakan,” ujarnya.

    Penyembelihan di RPH Magetan dilaksanakan dengan pengawasan ketat dan mengikuti protokol kesehatan hewan. Seluruh sapi diperiksa terlebih dahulu sebelum dipotong. “Alhamdulillah, dari laporan petugas, semua sapi dalam kondisi sehat. Kami pastikan proses penyembelihan sesuai dengan prinsip ASUH, yaitu Aman, Sehat, Utuh, dan Halal,” pungkas Haryani. [fiq/but]

  • Kebakaran di Kapuk Muara Diduga Berasal dari Rumah Orang Membuat Kue
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        6 Juni 2025

    Kebakaran di Kapuk Muara Diduga Berasal dari Rumah Orang Membuat Kue Megapolitan 6 Juni 2025

    Kebakaran di Kapuk Muara Diduga Berasal dari Rumah Orang Membuat Kue
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Penyebab kebakaran yang melanda kawasan Kampung Sawah, RT 17 RW 04, Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara, pada Jumat (6/6/2025), masih belum dapat dipastikan.
    Namun, menurut keterangan salah satu warga yang menjadi korban, Solihin (50), api diduga berasal dari rumah warga yang sedang memasak kue dan ditinggal dalam keadaan menyala.
    “Titik apinya infonya dari (rumah warga) lagi masak kue, posisinya ditinggal, terus apinya merambat,” ujar Solihin saat diwawancarai
    Kompas.com
    di lokasi kejadian, Jumat.
    Solihin mengatakan kebakaran terjadi saat sebagian besar warga sedang menunaikan shalat Jumat di masjid. Ia mengaku terkejut saat kembali dari masjid dan mendapati rumahnya sudah dilalap si jago merah.
    “Kami pas habis salat Jumat di masjid seberang tahu-tahu apinya sudah gede. Ya, sudah habis semua,” tambah dia.
    Sementara itu, warga lain bernama Jauhari (30) menceritakan bahwa saat kebakaran terjadi, dirinya sedang tertidur pulas. Ia terbangun ketika merasakan hawa panas dan melihat api besar sudah membakar bagian belakang rumahnya.
    “Waktu itu saya lagi tidur, di belakang rumah saya tiba-tiba besar aja, itu dari warung mie,” tutur Jauhari.
    Seperti halnya Solihin, rumah Jauhari juga ludes terbakar. Ia tak sempat menyelamatkan barang berharga apa pun karena kobaran api yang cepat membesar.
    Kondisi semakin sulit karena banyak warga yang berdesakan di depan rumah untuk menyelamatkan barang-barang mereka masing-masing.
    Hal tersebut membuat Jauhari kesulitan mengevakuasi barang berharganya ke tempat aman.
    Saat ditemui
    Kompas.com
    , Jauhari tampak duduk termenung, menatap sisa bangunan rumahnya yang telah rata dengan tanah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemeriahan Iduladha di Tebuireng Jombang, 51 Hewan Kurban dan Semangat Berbagi yang Membumi

    Kemeriahan Iduladha di Tebuireng Jombang, 51 Hewan Kurban dan Semangat Berbagi yang Membumi

    Jombang (beritajatim.com) – Suasana Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, begitu semarak pada Hari Raya Iduladha 1446 Hijriah, Jumat (6/6/2025). Sejak pagi, santri dan warga sekitar memadati area pesantren untuk mengikuti salat ied dan menyambut prosesi penyembelihan hewan kurban yang menjadi tradisi tahunan di pesantren bersejarah ini.

    Tahun ini, Tebuireng menyembelih total 51 hewan kurban. Rinciannya, 40 ekor sapi dan 11 ekor kambing yang disembelih secara bertahap selama tiga hari ke depan. Proses penyembelihan dimulai tak lama setelah salat ied usai, dengan lantunan takbir yang menggema dari masjid pesantren, menambah khidmat suasana.

    Hewan-hewan kurban tersebut berasal dari berbagai pihak, terutama para wali santri yang setiap tahunnya menjadi penyumbang utama. Selain itu, sejumlah tokoh penting dan pejabat juga berpartisipasi dalam menyumbangkan hewan kurban, di antaranya Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Kapolda Jatim, serta Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur.

    “Sapi dari PWNU Jatim yang paling besar, bobotnya mencapai satu ton,” ungkap H Lukman Hakim, salah satu pengurus Tebuireng. Ia juga menjelaskan bahwa penyembelihan dilakukan secara bergilir selama tiga hari guna memastikan proses distribusi daging berlangsung tertib dan merata.

    Lebih dari 3.000 penerima manfaat dari daging kurban tercatat tahun ini. Mereka terdiri dari para santri serta warga sekitar pondok. Selepas salat Jumat, antrean panjang mulai terlihat di area pembagian daging. Warga membawa kupon yang telah dibagikan sebelumnya. Meskipun jumlah antrean cukup besar, suasana tetap berjalan tertib dan lancar.

    Yang menarik, Tebuireng kembali menggunakan kemasan ramah lingkungan untuk membungkus daging, yaitu besek atau wadah anyaman bambu. Langkah ini tak hanya memperkuat kesan tradisional dan lokal, tetapi juga mendukung kampanye pengurangan sampah plastik di momentum keagamaan.

    Di tengah antrean itu, tampak Siti Julaikah, seorang warga sekitar, menggenggam kuponnya dengan penuh harap. Ketika tiba gilirannya, ia melangkah cepat ke depan, menukar kupon dengan sebungkus daging kurban, lalu tersenyum bahagia. “Alhamdulillah, setiap tahun saya selalu dapat bagian dari Tebuireng. Terima kasih banyak,” ucapnya tulus.

    Melalui prosesi Iduladha tahun ini, Pondok Pesantren Tebuireng kembali membuktikan bahwa esensi kurban bukan sekadar penyembelihan hewan, melainkan juga perwujudan semangat berbagi, mempererat solidaritas, dan merawat nilai kepedulian sosial yang berakar dari tradisi dan nilai keislaman. [suf]

  • FGD “Wawasan Series” Bahas Aksi Bersama Redam Maraknya Curanmor di Surabaya

    FGD “Wawasan Series” Bahas Aksi Bersama Redam Maraknya Curanmor di Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Forum Group Discussion (FGD) “Wawasan Series: Curanmor Meresahkan, Aksi Kita Menentukan” digelar pada Rabu (4/6/2025), menghadirkan berbagai pihak untuk merumuskan langkah konkret menekan angka pencurian kendaraan bermotor (curanmor) di Surabaya dan sekitarnya.

    Forum dibuka oleh Hendra Hutagalung, Penyiar Program Wawasan Suara Surabaya, yang menyampaikan data laporan kehilangan motor dari pendengar selama Maret hingga Mei 2025. “Total lebih dari 500 unit sepeda motor hilang dicuri,” ungkapnya.

    Diskusi ini diprakarsai oleh Suara Surabaya Media bekerja sama dengan Pemerintah Kota Surabaya, melibatkan pula Pemerintah Kabupaten Bangkalan, Polda Jawa Timur, dan jajaran kepolisian terkait. Tujuannya, menggali pola perkembangan curanmor dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk berkontribusi menjaga keamanan kota.

    Panelis dalam diskusi ini terdiri dari Wali Kota Surabaya Dr. Eri Cahyadi ST., M.MT., Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Dr. Luthfie Sulistiawan S.I.K., M.H., M.Si., Kasubdit III Jatanras Polda Jawa Timur AKBP Arbaridi Jumhur, serta Bupati Bangkalan Lukman Hakim, S.Ip, M.H. dan Kapolres Bangkalan AKBP Hendro Sukmono S.H., S.I.K., M.I.K.

    Forum juga melibatkan Koordinator RT/RW, Ketua Karang Taruna Surabaya, mantan pelaku curanmor, para korban, pengelola hunian, serta pelaku bisnis otomotif. Para panelis menyampaikan data terkini kasus curanmor, mengklarifikasi persepsi wilayah tertentu sebagai jalur pelarian motor curian, dan merumuskan aksi nyata demi keamanan bersama.

    Dalam sesi testimoni, tiga korban curanmor berbagi pengalaman. Verawati, pemilik rumah kos di Dukuh Kupang Timur, kehilangan dua motor milik penghuni kosnya. Ia pertama kali melapor ke Suara Surabaya sebelum diarahkan ke polisi. “Pelat nomor kendaraan anak kos saya ada, tapi barang bukti sudah enggak ada,” ujarnya.

    Korban kedua, Nur Mahmuda, penghuni kos di Dinoyo, kehilangan motornya meski kunci stir dan pagar terkunci. “Sayangnya CCTV kos rusak,” jelasnya. Ia mengaku sempat kesulitan saat membuat laporan karena petugas sedang libur piket.

    Sementara Ubaidillah, warga Bulak Jaya, kehilangan sepeda motornya saat salat Jumat. “Pelaku sempat ikut salat di luar masjid, lalu buru-buru keluar dan mencuri motor saya,” tuturnya. Hingga kini, ia belum menerima informasi lanjutan dari pihak kepolisian.

    FGD “Wawasan Series: Curanmor Meresahkan, Aksi Kita Menentukan” diharapkan dapat menjadi langkah awal membangun sinergi untuk pencegahan dan penanganan curanmor secara kolaboratif. [beq]