Jakarta –
Belakangan, jika pelaku usaha asal Jerman dan Cina bertemu, hanya satu topik yang mendominasi pembicaraan, yakni ancaman kenaikan tarif oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Senin (25/11) lalu, dia mengumumkan bakal mengenakan tarif hukuman tambahan sebesar sepuluh persen pada impor dari Cina pada hari pertamanya menjabat.
Trump juga ingin mengenakan tarif impor yang tinggi sebesar 25 persen pada Kanada dan Meksiko, satu-satunya negara tetangga AS. Kedua negara dituduh tidak berbuat banyak untuk memberantas arus migran dan penyelundupan narkoba di perbatasan.
Hukuman dagang terhadap Cina dijatuhkan atas derasnya impor obat-obatan seperti fentanil, yang bertanggung jawab atas krisis kesehatan berupa kecanduan di Amerika Serikat.
Beijing mengkritik pengumuman tarif sepihak dan menyerukan kepada AS “untuk tidak menganggap remeh niat baik Cina” untuk bekerja sama, menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Beijing. Pemerintah Tiongkok sudah melarang semua zat berbasis fentanil pada awal tahun 2019.
Eropa ketar-ketir
Uni Eropa sejauh ini belum disebutkan dalam pengumuman kenaikan tarif. Namun lingkaran politik dan bisnis di Eropa “pada dasarnya menunggu sampai UE dan Jerman muncul dalam daftar tersebut. Hal ini akan menimbulkan kerugian besar bagi kita,” kata Siegfried Russwurm, Presiden Federasi Industri Jerman, BDI.
Selama kampanye pemilu, Trump mengancam akan mengenakan tarif hingga 20 persen terhadap impor dari Eropa. Tarif hingga 60 persen seharusnya berlaku untuk produk asal Cina. Bahkan jika UE terbebas dari kenaikan pajak impor oleh AS, lonjakan tarif terhadap Cina juga akan menjadi merugikan UE lantaran terikat dalam jejaring rantai suplai.
“Jika hal ini benar-benar terjadi, hal ini tentu tidak hanya akan berdampak pada perusahaan Cina saja. Lingkarannya juga akan jauh lebih besar,” kata Michael Müller, kepala bank investasi terbesar Cina, China International Capital Corporation, CICC. Perusahaan lain yang berproduksi di Cina juga akan terkena dampak, misalnya perusahaan Jerman. “Dengan Trump, kita akan menghadapi lebih banyak masalah serupa.”
Konsumsi dorong ekonomi
Jerman pun mempunyai surplus perdagangan yang besar dengan Amerika, yang terutama bersumber dari ekspor kendaraan bermotor dan mesin.
Jika tarif impor diberlakukan, harga di pasar domestik di AS akan naik secara signifikan, terlebih dengan industri dalam negeri yang tidak mampu mengisi kekurangan suplai dalam waktu singkat.
Pada awal tahun 2018, Donald Trump memberlakukan tarif hukuman sebesar 25 persen pada baja dan aluminium dari Eropa, antara lain, pada masa kepresidenannya yang pertama. Dia berdalih, impor logam mengancam nasional karena memperlemah industri di dalam negeri. Tapi buntutnya, malah negara non-Eropa yang mengadu ke Organisasi Perdagangan Dunia. UE tidak ikut serta dalam gugatan tersebut dan memilih merundingkan sistem kuota dengan Washington pada tahun 2021.
Eropa dan Cina mendekat?
Kembalinya “manusia tarif” ke Gedung Putih pada Januari 2025 mendatang turut menyebar kekhawatiran ke seluruh Eropa. “Tidak ada pemenang dalam fragmentasi ekonomi global,” kata Sabine Mauderer, Wakil Presiden Bundesbank Jerman, pada Pekan Keuangan Euro China Day di Frankfurt pekan lalu.
“Kita semua tahu bahwa proteksionisme biasanya menyebabkan penurunan pertumbuhan. Dan proteksionisme akan sangat merugikan ketika kita menghadapi tantangan serupa di Cina dan Jerman. Kita berdua perlu memperkuat perekonomian kita. Tingkat pertumbuhan di kedua negara lebih rendah dibandingkan sebelumnya. .”
Akankah Jerman mendekat kepada Beijing demi menstimulasi perekonomian dan mengamankan lapangan kerja? Menteri Luar Negeri Federal Annalena Baerbock harus menunjukkan kemampuan negosiasinya ketika berkunjung ke Cina pada Senin dan Selasa.
Beijing tidak ingin terlibat dalam persaingan dan menawarkan kerja sama obyektif kepada Berlin demi kepentingan bersama. Ibarat roda doa, Cina menegaskan kembali keinginannya untuk bekerja sama dengan Jerman dan Eropa dalam membangun tatanan dunia multilateral. Eropa tidak boleh membiarkan kebijakan perdagangannya didikte oleh Washington, demikian dikatakan di Beijing. Perusahaan Cina ingin memperluas aktivitasnya di Eropa karena pasar AS akhir-akhir ini semakin sulit bagi banyak industri karena peraturan yang ketat.
Bagaimanapun, Beijing siap mendukung perekonomiannya sebaik mungkin, kata Jens Rübbert, kepala regional Asia-Pasifik di Landesbank Baden-Württemberg, LBBW, di Singapura. “Pemerintah Cina telah menyiapkan paket stimulus ekonomi yang sangat besar. Masih harus dilihat apakah itu akan cukup untuk masa depan atau apakah Cina akan menunggu lebih lama lagi untuk melihat apa yang sebenarnya akan dilakukan oleh Presiden Trump.”
Berbeda dengan Amerika Serikat, konsumsi domestik di Tiongkok hanya mempunyai peran kecil dalam pertumbuhan ekonomi. Produk domestik bruto didukung oleh investasi publik dan, yang terpenting, ekspor.
Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Jerman
(ita/ita)