Bisnis.com, JAKARTA — Aturan Kebijakan Energi Nasional (KEN) baru memberi mandat kepada badan usaha milik negara (BUMN) di bidang kelistrikan yakni PT PLN (Persero), sebagai agregator ekspor-impor listrik lintas negara. Pengamat pun menilai ketentuan tersebut memiliki untung rugi tersendiri.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada 15 September 2025, ekspor-impor listrik dilakukan oleh perusahaan listrik milik negara pengekspor atau pengimpor. Beleid itu juga membuka opsi ekspor-impor listrik dapat dilakukan oleh perusahaan yang ditunjuk mewakili negara.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) Bisman Bakhtiar berpendapat keputusan tersebut sudah tepat. Sebab, sesuai dengan konstitusi Pasal 33 UUD 1945 listrik merupakan cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh negara.
“Dalam hal ini penguasaan melalui pengelolaan oleh BUMN yaitu PT PLN,” ujar Bisman kepada Bisnis, Kamis (25/9/2025).
Dia lantas memaparkan untung rugi dari penunjukan PLN sebagai pelaku ekspor impor listrik. Keuntungannya, kebijakan ini akan menjaga kedaulatan energi.
Selain itu, kontrol pengadaan energi tetap ada pada negara dengan satu pintu, yaitu PLN sebagai perusahaan pelat merah.
“Dari aspek koordinasi dan perencanaan jaringan dan kapasitas juga akan lebih mudah,” imbuh Bisman.
Di satu sisi, kebijakan itu memiliki dampak negatif. Menurut Bisman, ruang pelaku usaha listrik swasta dan investor independent power producer (IPP) akan semakin terbatas.
Bisman menyebut, pelaku usaha swasta bakal sangat bergantung pada PLN. Oleh karena itu, walaupun dikuasai oleh negara dan agregator oleh PLN harus diatur tata niaga yang bisa memberikan ruang lebih luas kepada pelaku usaha swasta.
“Misalnya perlu dipertimbangkan opsi power wheeling atau kebijakan lain yang bisa meningkatkan peran swasta dan mendatangkan investor, khususnya untuk energi terbarukan,” ucap Bisman.
Dalam PP Nomor 40 Tahun 2025, pemerintah pusat dapat melakukan ekspor-impor listrik dalam rangka mengamankan penyediaan energi dalam jangka panjang.
Khusus ekspor listrik lintas negara, hal itu juga dapat dilakukan dengan tujuan peningkatan efisiensi, keandalan, dan keamanan pasokan penyediaan energi dengan memprioritaskan pemenuhan kebutuhan listrik setempat demi mewujudkan peningkatan ekonomi nasional.
Sementara itu, impor listrik lintas negara dapat dilakukan dengan tujuan peningkatan efisiensi, keandalan, dan keamanan pasokan penyediaan energi dengan pertimbangan belum tersedianya infrastruktur. Selanjutnya, ekspor-impor listrik dilakukan oleh BUMN atau perusahaan yang ditunjuk mewakili negara.
“Ekspor dan impor sumber energi berupa tenaga listrik lintas negara dilakukan oleh perusahaan listrik milik negara pengekspor atau pengimpor atau entitas bisnis yang ditunjuk mewakili negara pengekspor atau pengimpor,” berikut bunyi Pasal 26 ayat (3).
Adapun, ekspor-impor listrik itu dapat dilakukan dengan cara transaksi penukaran (swap). Berikutnya, ketentuan pelaksanaan transaksi penukaran berdasarkan perjanjian jual beli dalam hal melakukan transaksi penukaran sumber energi dengan energi lain melakukan transaksi penukaran sumber energi dengan komoditas lain.
Selanjutnya, ketentuan mengenai pelaksanaan ekspor impor listrik dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, penerimaan negara yang berasal dari sektor energi dapat dimanfaatkan untuk mendukung ketahanan energi nasional dan pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Adapun, pemanfaatan itu disesuaikan dengan prioritas nasional.
Berikutnya, pemanfaatan dari penerimaan negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan.
