Ekspor China Tetap Tangguh di Tengah Perang Dagang Lawan Trump

Ekspor China Tetap Tangguh di Tengah Perang Dagang Lawan Trump

Bisnis.com, JAKARTA — Ekspor China menunjukkan ketahanannya selama enam bulan terakhir meskipun diterpa perang dagang Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Catatan tersebut menunjukkan tingginya ketergantungan AS terhadap produk-produk Negeri Tirai Bambu di tengah bea impor tinggi yang mencapai 55%.

Melansir Bloomberg pada Rabu (22/10/2025), sekitar US$1 miliar barang dikirim dari China ke AS setiap harinya, dengan volume pengiriman pada September 2025 meningkat dibandingkan Agustus 2025.

Meskipun nilai total perdagangan kedua negara turun dua digit selama setengah tahun terakhir, sejumlah produk justru mencatat kenaikan dibandingkan 2024, menantang tensi dagang Beijing–Washington.

Kondisi tersebut menandakan efektivitas tarif AS masih terbatas dalam menekan impor dari China. Dominasi China pada sektor penting seperti logam tanah jarang dan elektronik membuat produk asal negara itu sulit tergantikan dalam jangka pendek. Namun, situasi dapat berubah bila Trump benar-benar menaikkan tarif lagi.

“Posisi kuat China dalam rantai pasok global memberi daya tawar terhadap importir AS. Realokasi produksi akan memerlukan waktu,” tulis ekonom Bloomberg, Chang Shu dan David Qu.

Kekuatan ekspor tersebut juga memberi Presiden Xi Jinping posisi negosiasi yang lebih baik menjelang pembicaraan perpanjangan gencatan tarif 90 hari yang akan berakhir November mendatang. 

Pada kuartal III/2025, nilai ekspor China ke AS menembus US$100 miliar, mendorong surplus perdagangan bilateral naik menjadi US$67 miliar.

Trump, pada Selasa (21/10/2025), menyatakan optimistis bahwa pertemuannya dengan Xi dalam KTT di Korea Selatan pekan depan akan menghasilkan kesepakatan yang baik, meskipun tidak menutup kemungkinan pertemuan itu gagal terlaksana.

Dia menegaskan isu logam tanah jarang, fentanyl, dan kedelai akan menjadi prioritas utama dalam negosiasi dagang tersebut.

Meski sebagian besar dari 10 komoditas ekspor utama China ke AS turun dalam setahun terakhir, pengiriman rokok elektrik (e-cigarette) dan sepeda listrik (e-bike) justru meningkat. Dalam tiga bulan hingga September, ekspor e-bike mencapai lebih dari US$500 juta, sedikit naik dari tahun sebelumnya.

Ekspor katoda tembaga olahan melonjak dari nyaris nihil menjadi US$270 juta, sementara kabel listrik naik 87% menjadi US$405 juta.

“Kedua pihak bisa saja mengurangi ketergantungan, tetapi tidak mungkin hingga nol,” ujar Zhaopeng Xing, Senior China Strategist di Australia & New Zealand Banking Group (ANZ).

Menurut ANZ, celah dalam kebijakan tarif juga memungkinkan sebagian perdagangan tetap berjalan. Importir AS disebut dapat membayar bea lebih rendah dengan memanfaatkan nilai transaksi awal di negara ketiga seperti Meksiko atau Vietnam sebelum barang tiba di pelabuhan AS.

“Masih banyak celah yang dimanfaatkan pelaku usaha. Bea Cukai AS tidak memiliki cukup sumber daya untuk menanganinya,” jelas Xing.

Pada kuartal III/2025, ekspor produk teknologi seperti ponsel, laptop, dan komponen komputer dari China ke AS mencapai hampir US$8 miliar—meskipun turun lebih dari separuh dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Selain itu, meski kebijakan de minimis yang memungkinkan paket kecil bebas bea masuk telah dicabut, konsumen AS tetap membeli miliaran dolar produk dari platform e-commerce China seperti Shein Group Ltd. dan Temu milik PDD Holdings Inc. Sejak Mei, nilai pengiriman paket kecil ke AS tercatat mencapai sekitar US$5,4 miliar.

Ekspor business-to-business (B2B) melalui e-commerce juga melonjak dari US$31 juta pada Agustus menjadi US$201 juta pada September. Lonjakan itu menunjukkan perusahaan China mulai beralih dari penjualan langsung ke konsumen AS menjadi pengiriman massal ke gudang di AS sebelum dipasarkan secara ritel.

Meski ekspor China masih kuat, arah perdagangan AS–China tampak menuju “pemutusan sebagian” (partial decoupling). Trump terus mendorong kebijakan onshoring untuk menghidupkan kembali manufaktur domestik AS. 

Tahun ini, total pengiriman barang dari China turun menjadi kurang dari US$320 miliar—setara dengan level 2017, sebelum perang dagang pertama era Trump.

Beberapa sektor sudah terkena dampak besar. Ekspor konsol gim dari China anjlok setelah Nintendo Co. dan Microsoft Corp. memindahkan produksi ke Vietnam dan negara lain untuk menghindari tarif tinggi. Ekspor televisi LCD ke AS bahkan merosot 73% dibandingkan tahun lalu.

Menurut Dana Moneter Internasional (IMF), kerusakan akibat perang dagang kali ini bahkan lebih parah dibandingkan periode 2018—2019.

“Pemutusan hubungan dagang antara AS dan China tampak terjadi lebih cepat dibandingkan guncangan tarif sebelumnya,” tulis IMF dalam laporan bulan ini.