Jakarta –
Eks pemain Timnas U-23 Syakir Sulaiman ditangkap polisi. Dia berurusan dengan hukum setelah menjadi pemasok obat terlarang jenis Tramadol dan Hexymer. Ada barang bukti berupa 1.700 butir Tramadol dan 1.000 butir Hexymer.
Sebagai informasi, Syakir Sulaiman merupakan pemain Timnas U-23 pada 2013. Pemain gelandang serang ini pernah memperkuat Persiba Balikpapan, Sriwijaya FC, Bali United, dan Aceh United.
Kepada detikINET, dr Hari Nugroho dari Institute of Mental Health Addiction and Neuroscience (IMAN) menjelaskan bahwa Tramadol adalah obat analgesik atau nyeri kuat.
“Kalo Hexymer sebenarnya merek, isi obatnya trihexyphenidyl. Dua obat ini adalah obat resep yang banyak disalahgunakan,” jabarnya melalui pesan singkat, Rabu (6/10/2024).
Menurut laki-laki yang menempuh pendidikan di King’s College London ini, Tramadol masuk bagian analgesik opioid. Obat ini banyak disalahgunakan terutama di kawasan Afrika, sebagian Asia, selain Indonesia. Seperti heroin, Tramadol disalahgunakan untuk mencari efek euforia.
Sementara trihexyphenidyl, dianggap para remaja punya efek halusinogen. Mirip-mirip kecubung dengan antikolinergik. Antikolinergik adalah zat yang menghalangi kerja neurotransmiter asetilkolin (ACh) pada sinapsis di sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.
“Nah, karena statusnya yang legal, keduanya lebih mudah di dapat, dibanding narkoba yang illegal.Cuma ya dapatnya tidak dengan cara yang benar. Tanpa resep dokter,” ungkapnya.
Tapi sebenarnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai Lembaga yang mengurus pengawasan di bidang obat dan makanan telah memperkuat pengawasannya dengan menerbitkan Peraturan BPOM No. 10 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan.
Lebih lanjut, efek dan toleransi dosis tiap orang pada zat tertentu berbeda-beda, karena itu narkoba bahayanya sangat besar. Kalaupun tidak sampai langsung merenggut nyawa, kerusakan yang ditimbulkan ujung-ujungnya membuat jiwa terancam.
Dikarenakan Tramadol itu analgesik opioid, efeknya menjadi mirip dengan orang yang kecanduan opioid. Paling ‘sederhana’ adalah terjadinya gejala putus zat atau withdrawal yang merupakan gejala adiksi. Nah, lama-lama toleransi dosisnya meningkat.
“Kemudian seperti opioid lainnya bisa bikin depresi napas kalau dipake dalam jumlah banyak atau bersama dengan obat lain seperti golongan benzodiazepine,” jelasnya.
“Bikin gangguan saluran cerna, gangguan ginjal, bahkan serotonin syndrome yang membuat orang jadi agitatif, seperti kebingungan, dan kejang dll,” sambungnya.
Sementara trihexyphenidyl atau THP yang digunakan jangka panjang (tanpa aturan) juga punya efek samping yang tidak sedikit. Contohnya membuat orang mengalami gangguan kognitif, memperparah gangguan jiwanya terutama orang yang sebelumnya mengalami gangguan psikotik, sampai menyebabkan gangguan jantung.
“Terus bikin gangguan saluran cerna, jadi konstipasi terus menerus dan ini bisa memicu gangguan lain seperti ileus. Terus yang sering terjadi juga retensi urine, orang jadi mengalami gangguan saluran kemih,” serunya.
Tak ketinggalan, sama dengan adiksi narkoba lain, gangguan mental dan perilaku juga jadi menonjol. Paling umum adalah mood yang terganggu sehingga gampang marah, misalnya.
(ask/ask)