Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi menuding adanya upaya kriminalisasi terhadap profesional BUMN di kasus akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN).
Hal tersebut disampaikan oleh Ira dalam sidang agenda pembacaan pleidoi atau nota pembelaan terdakwa kasus ASDP di PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (6/11/2025).
“Kami ingin menggarisbawahi bahwa kriminalisasi dan framing korupsi pada profesional BUMN sedang kami alami,” ujar Ira.
Dia menambahkan penetapan tersangka dirinya merupakan ujian yang berat terhadap dirinya. Ira menyatakan nama baik, mental, kehidupan sosial hingga perekonomian telah rusak akibat diseret dalam kasus ini.
“Kemerdekaan serta kebersamaan saya dengan keluarga dirampas, nama baik saya dihancurkan. Kehidupan sosial, ekonomi, bahkan mental saya pun dirusak. Ironisnya ini semua terjadi di tahun 2025,” imbuhnya.
Dia terus menekankan bahwa dirinya tidak bersalah dalam perkara rasuah ini. Bahkan, Ira mengklaim tidak mendapatkan sepeser pun keuntungan.
Selain itu, Ira juga mengaku heran atas akuisisi PT Jembatan Nusantara yang dinilai berpolemik. Padahal, ASDP mendapatkan keuntungan karena mencaplok perusahaan dengan valuasi Rp2,09 triliun, dengan dana Rp1,27 triliun.
Berdasarkan klaimnya, perusahaan pelat merah perkapalan itu telah mendapatkan untung Rp2,1 triliun usai mengakuisisi PT Jembatan Nusantara selama 3,5 tahun.
“Kerugian negara juga tidak masuk akal karena PT Jembatan Nusantara yang diakuisisi masih utuh, beroperasi, dan telah memberi kontribusi sebesar 2,1 triliun pada ASDP selama 3,5 tahun setelah diakuisisi,” pungkasnya.
Sekadar informasi, Ira bersama eks Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono telah didakwa merugikan negara Rp1,25 triliun dalam proses akuisisi PT JN itu.
Adapun, ketiganya telah dituntut dalam perkara ini. Ira telah dituntut 8,5 tahun penjara. Sementara itu, Yusuf Hadi dan Harry Adhi Caksono dituntut 8 tahun penjara.
