Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Eks Dirjen Pajak Minta PPN 12% Dibatalkan, Usul Balik ke 10%

Eks Dirjen Pajak Minta PPN 12% Dibatalkan, Usul Balik ke 10%

Jakarta

Mantan Dirjen Pajak, Hadi Poernomo mendesak pemerintah tidak hanya menunda tapi membatalkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Ia mengusulkan agar PPN bisa kembali ke 10%.

Dia menyebut, kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025, yang diatur dalam UU HPP Pasal 7 ayat (1), menuai kritik. Menurut Hadi, pemerintah dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) agar tarif PPN 12% yang ada dalam UU HPP bisa dibatalkan.

“Penerbitan Perppu dapat dilakukan untuk mencegah kenaikan tarif PPN. Karena ini kan sudah diatur undang-undang di UU HPP,” imbuh Hadi yang juga merupakan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2009-2014, dalam keterangan tertulis, Senin (2/12/2024).

la juga menambahkan, mengacu pada UU HPP, PPN 12% ini akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Artinya, masih ada waktu satu bulan untuk membatalkan aturan tersebut.

“Waktu yang singkat ini masih bisa dilakukan pemerintah dengan menerbitkan perppu, karena hanya membutuhkan persetujuan dari Presiden Prabowo Subianto,” ungkap Hadi.

Korupsi dan penghindaran pajak memiliki karakteristik yang sama, yaitu timbul karena adanya kesempatan. Prinsip self-assessment yang mengandalkan kejujuran wajib pajak (WP), berpotensi menimbulkan pelaporan pajak dengan tidak benar dan jelas.

Dalam sistem self-assessment, WP diberikan hak untuk menghitung sendiri pajaknya, membayar pajak yang terutang, dan melaporkannya melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan kepada otoritas pajak.

Hadi mengusulkan sistem monitoring self-assessment, di mana seluruh transaksi keuangan dan non-keuangan WP wajib dilaporkan secara lengkap dan transparan. Dengan begitu, pajak bukan hanya sebagai sumber utama pendapatan negara, tetapi juga alat yang sangat strategis untuk memberantas korupsi dan melunasi semua utang negara.

Untuk diketahui, sistem monitoring self-assessment dirancang untuk menghimpun data dari berbagai sumber yang akan disatukan dengan konsep berbasis link and match, sehingga negara mampu menguji SPT WP serta memungkinkan pemetaan penerimaan negara secara komprehensif, termasuk pendapatan yang bersifat legal maupun ilegal.

Sistem ini dapat memastikan setiap laporan pajak mencerminkan kondisi ekonomi sebenarnya, meminimalkan kebocoran penerimaan pajak, meningkatkan kepercayaan publik, dan optimalisasi penerimaan negara tanpa menaikkan tarif. “Dengan pengawasan ini, tarif PPN dapat kembali menjadi 10 persen tanpa mengurangi penerimaan negara,” tegasnya.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

PPN Bebani Masyarakat

Hadi mengatakan, berdasarkan data BPS, sebagian besar tenaga kerja Indonesia lebih dari 50 juta orang berpendidikan rendah, dengan daya beli terbatas. Kenaikan tarif PPN akan menambah beban mereka, mengurangi daya beli, dan memperparah ketimpangan sosial-ekonomi.

Berdasarkan data RAPBN 2025, ketergantungan terhadap PPN, yang mencapai 43,2% dari total penerimaan pajak, juga menjadi perhatian. Ia menegaskan kebijakan perpajakan harus melindungi daya beli rakyat kecil dan mendorong pemerataan ekonomi.

“Mengandalkan PPN sebagai sumber utama hanya akan membebani masyarakat kecil yang mayoritas pendapatannya untuk konsumsi,” ujar Hadi.

Hadi juga menyoroti inkonsistensi regulasi sebagai hambatan utama pengawasan pajak yang efektif. Hal ini menyebabkan munculnya aturan yang tidak sesuai dengan kaidah hukum atau pembatasan nilai yang tidak relevan.

Dia mengusulkan agar fokus utama dalam perbaikan sistem perpajakan adalah pada penyelarasan peraturan-peraturan yang ada agar lebih konsisten dan terintegrasi.

Selain itu, penting juga untuk mengembangkan dan memperkuat alat monitoring yang memungkinkan otoritas pajak dapat memverifikasi pelaporan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, sehingga prinsip self-assessment dapat dijalankan dengan lebih efektif dan akuntabel.

“Kalau sistem ini diterapkan, keadilan perpajakan akan terwujud. Petugas pajak tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Ini adalah kunci untuk menciptakan keadilan pajak,” kata Hadi.

Dengan sistem monitoring self-assessment, transparansi yang dihasilkan memungkinkan perluasan basis pajak yang lebih akurat. Hal ini membuka peluang untuk menurunkan tarif pajak tanpa mengurangi penerimaan negara, karena basis pajak yang lebih luas tetap mampu mendukung peningkatan rasio pajak secara signifikan.

Dengan demikian, jika semua pembenahan telah dilakukan, tarif PPN bisa diturunkan kembali menjadi 10 persen, sehingga daya beli masyarakat meningkat tanpa mengurangi penerimaan negara. Tarif PPN yang lebih rendah juga akan membuka ruang ekonomi untuk meningkatkan konsumsi masyarakat

“Bukan menaikkan tarif yang jadi solusi. Yang penting adalah SPT Wajib Pajak mampu diuji. meningkatkan kepatuhan, dan memastikan sistem pengawasan yang mampu menciptakan keadilan, transparansi, dan efisiensi,” pungkasnya.