Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Dukung Transisi Energi Berkelanjutan di Indonesia, PLN Fokus pada Pendanaan Hijau Nasional 13 November 2024

Dukung Transisi Energi Berkelanjutan di Indonesia, PLN Fokus pada Pendanaan Hijau
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        13 November 2024

Dukung Transisi Energi Berkelanjutan di Indonesia, PLN Fokus pada Pendanaan Hijau
Tim Redaksi
KOMPAS.com
– Direktur Keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (
PLN
) Sinthya Roesly menjelaskan bahwa PLN sebagai penyedia utama kelistrikan di Indonesia akan terus menunjukkan komitmennya dalam pengelolaan dana
investasi hijau
.
“Komitmen ini bertujuan untuk mendukung visi pemerintah Indonesia dalam mencapai swasembada energi yang berkelanjutan,”  ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (13/11/2024).
Dalam rangka itu, PLN aktif menggalang
pembiayaan hijau
dari berbagai sumber, termasuk lembaga publik, bilateral, multilateral, hingga sektor swasta.
Pernyataan tersebut disampaikan Sinthya dalam acara Indonesian Pavilion Talkshow “Fostering and Enabling Innovative Climate Finance Mechanism” di Conference of the Parties (COP) ke-29, Baku, Azerbaijan, Selasa (12/11/2024).
Untuk memastikan pendanaan yang tepat guna, ia mengungkapkan bahwa PLN telah merancang beberapa inisiatif pembiayaan hijau, di antaranya melalui penyusunan Sustainable Linked Financing Framework (SLFF) dan Green Financing Framework (GFF).
Kedua kerangka tersebut bertujuan untuk menarik pembiayaan yang berkelanjutan dan sesuai dengan prinsip-prinsip investasi hijau, yang mendukung pengembangan proyek
energi terbarukan
di Indonesia.
Sinthya menyebut bahwa PLN menargetkan pengembangan pembangkit listrik dengan 75 persen dari sumber energi terbarukan hingga 2033.
Untuk mencapai target tersebut, kata dia, dibutuhkan dana yang sangat besar, diperkirakan lebih dari 100 miliar dollar Amerika Serikat (AS).
Sinthya menjelaskan bahwa, untuk mendapatkan pembiayaan yang dibutuhkan, PLN harus memastikan proyek-proyek energi terbarukan yang direncanakan sudah siap dengan perencanaan yang matang.
“Untuk memperoleh pembiayaan
transisi energi
, yang paling utama adalah menyiapkan proyek yang tepat. Kami memiliki ratusan proyek yang mencakup pembangkitan, transmisi, distribusi, dan juga
smart grid
,” ujarnya.
Sinthya juga menambahkan bahwa PLN akan terus mengeksplorasi berbagai opsi pendanaan, baik melalui kerja sama dengan pemberi pinjaman internasional maupun sumber daya lokal, untuk memastikan transisi energi dapat berjalan sesuai rencana.
Beberapa mitra institusi keuangan yang telah mendukung PLN dalam transisi energi ini antara lain adalah World Bank, Asian Development Bank (ADB), dan Just Energy Transition Partnership (JETP).
Dalam dua tahun terakhir, kata Sinthya, PLN telah berhasil mengumpulkan sekitar 2,9 miliar dollar AS untuk proyek-proyek transisi energi.
“Saat ini, PLN tengah berdiskusi dengan ADB untuk memperoleh pembiayaan tambahan sekitar 4,8 miliar dollar AS. Selain itu, kami juga tengah bernegosiasi dengan beberapa investor lainnya, dengan total potensi pendanaan yang sudah diperoleh mencapai sekitar 46,9 miliar dollar AS,” jelasnya.
Sebelumnya, Utusan Khusus Presiden Bidang Perdagangan Internasional dan Kerja Sama Multilateral, Mari Elka Pangestu, mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia telah menginisiasi Global Blended Finance Alliance (GBFA) sebagai platform untuk merangkul negara-negara berkembang berkolaborasi dalam pembiayaan transisi energi.
Inisiatif tersebut diluncurkan pada KTT G20 dan sudah diikuti oleh beberapa negara, seperti Perancis, Kanada, dan Kenya.
Mari menjelaskan bahwa GBFA bertujuan untuk mendukung pembiayaan dalam rangka mengurangi perubahan iklim dan mencapai Sustainable Development Goals (
SDGs
).
“Perkiraan pembiayaan untuk aksi iklim saja berkisar antara 1 hingga 2 triliun dollar AS. Jika ditambahkan upaya SDGs, jumlahnya bisa mencapai sekitar 6 triliun dollar AS,” imbuhnya.
Mari juga menekankan pentingnya bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk merancang strategi guna menutupi kekurangan pendanaan tersebut.
Berdasarkan perhitungan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Indonesia membutuhkan sekitar 280 miliar dollar AS untuk seluruh aksi iklim hingga 2030.
Namun, hanya sekitar 30 persen yang dapat didanai melalui anggaran negara, sehingga sisanya harus berasal dari sektor swasta dan sumber pembiayaan lainnya.
“Sebagaimana yang disampaikan Pak Hashim Djojohadikusumo (Utusan Khusu Presiden RI untuk
COP 29
) dalam sambutannya kemarin, beliau menegaskan pemerintahan baru akan melanjutkan agenda pembangunan yang sudah digagas oleh pemerintahan sebelumnya. Dan GBFA adalah salah satu komitmen yang kami harap dapat terus berlanjut,” kata Mari.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.