Jakarta: Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) gencar dilakukan pemerintah dalam upaya memulihkan, mempertahankan, meningkatkan fungsi hutan dan lahan. Salah satu kegiatan yang telah dilakukan yaitu persemaian di sejumlah wilayah.
Persemaian tersebut yakni Persemaian Liang Anggang (PLA) di Kalimantan Selatan, bersamaan dengan empat persemaian skala besar lainnya, yaitu Persemaian Labuan Bajo (NTT), Persemaian Mandalika (NTB), Persemaian Likupang (Sulawesi Utara) dan Persemaian Toba (Sumatera Utara), telah diresmikan operasionalnya pada Senin, 14 Oktober 2024.
Kelima persemaian tersebut menyusul Persemaian Modern Rumpin, Jawa Barat, dan Persemaian Mentawir di IKN untuk mendukung Program RHL yang telah mengalami proses evolutif, terutama dalam hal pendekatan target dari yang awalnya berdasarkan jumlah bibit yang berhasil ditanam, menjadi jumlah luasan areal yang berhasil di tanami.
Mantan Menteri LHK era Presiden Joko Widodo, Siti Nurbaya, saat itu meresmikan lima Persemaian bersama dengan Duta Besar Kerajaan Norwegia untuk Indonesia dan Timor Leste, Rut Krüger Giverin.
Siti Nurbaya mengungkapkan bahwa merehabilitasi lahan dengan penanaman pohon harus jelas hasilnya dan diukur dari luasan penanaman tersebut, bukan hanya menanam 1 juta atau 1 miliar pohon.
“Harus jelas dan ada realisasi konkret tentang berapa luas hasil yang telah ditanam dan yang akan dicapai pemulihannya hasil dari penanaman pohon,” ujar Siti Nurbaya.
Ia pun menegaskan bahwa berdasarkan pengalaman sejak 2015-2016 hingga 2022-2023, maka terbukti bahwa pertimbangan perlunya kejelasan luasan areal yang berhasil ditanam merupakan pendekatan cukup tepat.
“Gambaran yang dihasilkan dari monitoring hutan dan deforestasi tahun 2022- 2023 menurut Ditjen PKTL, sudah bisa terlihat pada citra satelit bahwa muncul hutan-hutan baru dari hasil penanaman pohon atau RHL setelah lebih kurang 5-6 tahun penanaman,” kata Siti Nurbaya.
Selanjutnya kerja kolaborasi multipihak merupakan langkah yang didorong oleh Pemerintah dalam kerja RHL ini. Pembangunan persemaian skala besar Liang Anggang (PLA) ini merupakan pembangunan menggunakan langkah kolaborasi dengan skema Skema Public-Private Partnership (PPP). Dengan kolaborasi ini PLA dibangun melalui kerja sama KLHK dengan Kementerian PUPR Ditjen Sumber Data Air (BWS Kalimantan III) untuk penyediaan airnya, dan PT Adaro Energy Indonesia untuk konstruksi areal produksinya.
“Sudah saatnya dilakukan pola kerja public private partnership dan seyogyanya bisa dibangun di seluruh Indonesia, untuk mendapatkan Indonesia yang pulih dan menjadi baik lingkungannya. Dan atensi ini menjadi concern global bahwa kerja-kerja pelestarian alam merupakan kerja penting juga dalam tanggung jawab dunia usaha atau private sector,” kata Siti Nurbaya.
Pembangunan Persemaian Skala Besar merupakan paradigma baru dari pelajaran sangat berharga, yaitu kombinasi kerja antara pola pembibitan banyak jenis bibit atau pohon yang biasa dilakukan pemerintah melalui Persemaian Permanen, dikombinasikan dengan pembibitan skala sangat besar, dengan puluhan hingga juta bibit dengan pola monokultur yang biasa diterapkan oleh Perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI).
“Pemerintah belajar dari perusahaan-perusahaan besar HTI tentang ini. Dengan demikian kita mendapatkan pola yang baru yaitu dengan skala besar dan dari berbagai jenis tanaman, dalam pola kerja public private partnerships, di mana sarana dasar disiapkan oleh pemerintah melalui KLHK dan KemenPUPR dan sarana produksi bibit dibangun oleh dunia usaha, seperti yang kita lihat saat ini. Sarana produksi seperti bangunan untuk mother plat, untuk germination house, aclimatisation area dan open growth area, hingga tanaman siap didistribusikan,” ucap Siti Nurbaya.
Kolaborasi juga dilakukan dengan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan mulai dari proses perencanaan, distribusi, hingga monitoring bibitnya. Bibit dari PLA diharapkan dapat mempercepat kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di wilayah pengelolaan BPDAS Barito baik yang dilakukan oleh Kementerian LHK maupun yang dilakukan pemerintah daerah.
Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan menyambut baik peresmian PLA. Dengan keberadaan PLA maka dapat mendukung Gerakan Revolusi Hijau yang diprogramkan oleh Provinsi Kalimantan Selatan untuk memulihkan lahan melalui rehabilitasi lahan dan hutan.
“Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan sangat sangat mendukung pembangunan PLA karena akan membantu menyukseskan program Gerakan Revolusi Hijau Provinsi Kalimantan Selatan, juga mendukung target pengurangan emisi yang tercantum dalam target NDC Indonesia yang salah satunya diwujudkan melalui Program Indonesia FOLU Net Sink 2030,” ujar Sekretaris Daerah Kalsel.
Pemerintah mendorong semua pihak untuk berkolaborasi dalam percepatan pemulihan lingkungan, termasuk upaya peningkatan tutupan hutan dan lahan atau reforestasi, serta berkaitan sangat erat dengan langkah-langkah Indonesia dalam merespons kondisi global dengan isu pokok dan paling popular, yaitu berkaitan dengan sustainability, biodiversity dan sirkuler ekonomi juga dalam orientasi carbon offset.
Pada konteks ini, Indonesia telah menegaskan agenda Indonesia’s FoLU Net Sink 2030 sebagai aksi mitigasi yang menunjukkan ambisi aksi iklim dalam pelaksanaan target kinerja melalui pendekatan yang lebih terstruktur dan sistematis. Salah satu kunci pertama dan memegang peranan penting untuk mencapai hal tersebut yaitu penyediaan bibit berkualitas untuk kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) yang lebih masif dan terstruktur.
Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia serius dalam menangani dampak perubahan iklim. Salah satunya melalui produksi bibit di persemaian skala besar dengan melibatkan perusahaan swasta yang bergerak di sektor perkebunan dan pertambangan, yang memiliki kepedulian dan komitmen untuk turut serta dalam mendukung aksi mitigasi perubahan iklim dan pembangunan nasional.
Upaya penyediaan bibit secara besar-besaran melalui pembangunan persemaian skala besar, juga untuk terus mendorong perbaikan lingkungan melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, khususnya pada lahan-lahan kritis, daerah rawan bencana banjir dan tanah longsor, waduk/bendungan, dan daerah-daerah tangkapan air pada semua tipe ekosistem.
“Sebagaimana komitmen-komitmen yang selalu disampaikan pada berbagai forum global/multilateral, Indonesia memandang sangat penting untuk memastikan bahwa komitmen-komitmen tersebut dipenuhi melalui kebijakan dan aksi-aksi nyata, untuk menurunkan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya melalui Indonesia’s FOLU Net Sink 2030. Persemaian Skala Besar ini adalah salah satu wujud konkretnya,” tutur Siti Nurbaya.
Pembangunan persemaian merupakan bagian dari kerja aksi mitigasi iklim, pemulihan kualitas lingkungan hidup, percepatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan, serta upaya untuk memperbaiki kualitas lingkungan dengan memperbanyak tegakan pohon/tanaman serta meningkatkan wawasan dan pemahaman masyarakat umum atas pelaksanaan program pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan khususnya kegiatan penanaman pohon.
Saat ini, selain Persemaian Liang Anggang, KLHK memiliki tujuh persemaian skala besar lainnya yang sudah beroperasi, yaitu (1) Pusat Persemaian Mentawir – IKN (2) Pusat Persemaian Rumpin – Jawa Barat, (3) Pusat Persemaian Toba – Sumatera Utara, (4) Persemaian Mangrove Bali, (5) Pusat Persemaian Likupang – Sulawesi Utara, (6) Pusat Persemaian Labuan Bajo – Nusa Tenggara Timur, (7) Pusat Persemaian Mandalika – Nusa Tenggara Barat.
“Semua persemaian skala besar yang sudah beroperasi saat ini, memiliki kapasitas produksi 5 juta hingga 15 juta bibit per tahun,” kata Siti Nurbaya.
Pada pembangunan PLA, juga sebagian menggunakan dana dari Kerjasama Indonesia – Norwegia melalui Partnership in Support of Indonesia’s Effort to Reduce Greenhouse Gas Emission from Forestry and Other Land Use yang mendukung target aksi mitigasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.
“Saya juga ingin menegaskan langkah-langkah selanjutnya bahwa proses evolutionary ini masih akan terus berlangsung, dan terutama pada konteks aksi mitigasi iklim melalui RHL dengan didahului oleh persemaian untuk menyediakan tanaman. Langkah lanjut yang akan berkembang atau mau tidak mau harus dikembangkan dalam nexus iklim dan hutan, climate and forest, yaitu berkenaan dengan sistem distribusi bibit, supervisi dan monitoring pertanaman, reward kredit karbon dengan aksi mitigasi iklim, pengembangan multiplier effect ekonomi bagi masyarakat. Itu semua akan menghasilkan kredit karbon yang berkualitas tinggi dengan kerja-kerja simultan aksi iklim yang berkualitas (partisipatif, regulatif, sistematis, multiplier) serta kredit karbon dengan environmental high integrity (transparent, accuracy, completeness, comparability dan consistency),” ucap Siti.
Jakarta: Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) gencar dilakukan pemerintah dalam upaya memulihkan, mempertahankan, meningkatkan fungsi hutan dan lahan. Salah satu kegiatan yang telah dilakukan yaitu persemaian di sejumlah wilayah.
Persemaian tersebut yakni Persemaian Liang Anggang (PLA) di Kalimantan Selatan, bersamaan dengan empat persemaian skala besar lainnya, yaitu Persemaian Labuan Bajo (NTT), Persemaian Mandalika (NTB), Persemaian Likupang (Sulawesi Utara) dan Persemaian Toba (Sumatera Utara), telah diresmikan operasionalnya pada Senin, 14 Oktober 2024.
Kelima persemaian tersebut menyusul Persemaian Modern Rumpin, Jawa Barat, dan Persemaian Mentawir di IKN untuk mendukung Program RHL yang telah mengalami proses evolutif, terutama dalam hal pendekatan target dari yang awalnya berdasarkan jumlah bibit yang berhasil ditanam, menjadi jumlah luasan areal yang berhasil di tanami.
Mantan Menteri LHK era Presiden Joko Widodo, Siti Nurbaya, saat itu meresmikan lima Persemaian bersama dengan Duta Besar Kerajaan Norwegia untuk Indonesia dan Timor Leste, Rut Krüger Giverin.
Siti Nurbaya mengungkapkan bahwa merehabilitasi lahan dengan penanaman pohon harus jelas hasilnya dan diukur dari luasan penanaman tersebut, bukan hanya menanam 1 juta atau 1 miliar pohon.
“Harus jelas dan ada realisasi konkret tentang berapa luas hasil yang telah ditanam dan yang akan dicapai pemulihannya hasil dari penanaman pohon,” ujar Siti Nurbaya.
Ia pun menegaskan bahwa berdasarkan pengalaman sejak 2015-2016 hingga 2022-2023, maka terbukti bahwa pertimbangan perlunya kejelasan luasan areal yang berhasil ditanam merupakan pendekatan cukup tepat.
“Gambaran yang dihasilkan dari monitoring hutan dan deforestasi tahun 2022- 2023 menurut Ditjen PKTL, sudah bisa terlihat pada citra satelit bahwa muncul hutan-hutan baru dari hasil penanaman pohon atau RHL setelah lebih kurang 5-6 tahun penanaman,” kata Siti Nurbaya.
Selanjutnya kerja kolaborasi multipihak merupakan langkah yang didorong oleh Pemerintah dalam kerja RHL ini. Pembangunan persemaian skala besar Liang Anggang (PLA) ini merupakan pembangunan menggunakan langkah kolaborasi dengan skema Skema Public-Private Partnership (PPP). Dengan kolaborasi ini PLA dibangun melalui kerja sama KLHK dengan Kementerian PUPR Ditjen Sumber Data Air (BWS Kalimantan III) untuk penyediaan airnya, dan PT Adaro Energy Indonesia untuk konstruksi areal produksinya.
“Sudah saatnya dilakukan pola kerja public private partnership dan seyogyanya bisa dibangun di seluruh Indonesia, untuk mendapatkan Indonesia yang pulih dan menjadi baik lingkungannya. Dan atensi ini menjadi concern global bahwa kerja-kerja pelestarian alam merupakan kerja penting juga dalam tanggung jawab dunia usaha atau private sector,” kata Siti Nurbaya.
Pembangunan Persemaian Skala Besar merupakan paradigma baru dari pelajaran sangat berharga, yaitu kombinasi kerja antara pola pembibitan banyak jenis bibit atau pohon yang biasa dilakukan pemerintah melalui Persemaian Permanen, dikombinasikan dengan pembibitan skala sangat besar, dengan puluhan hingga juta bibit dengan pola monokultur yang biasa diterapkan oleh Perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI).
“Pemerintah belajar dari perusahaan-perusahaan besar HTI tentang ini. Dengan demikian kita mendapatkan pola yang baru yaitu dengan skala besar dan dari berbagai jenis tanaman, dalam pola kerja public private partnerships, di mana sarana dasar disiapkan oleh pemerintah melalui KLHK dan KemenPUPR dan sarana produksi bibit dibangun oleh dunia usaha, seperti yang kita lihat saat ini. Sarana produksi seperti bangunan untuk mother plat, untuk germination house, aclimatisation area dan open growth area, hingga tanaman siap didistribusikan,” ucap Siti Nurbaya.
Kolaborasi juga dilakukan dengan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan mulai dari proses perencanaan, distribusi, hingga monitoring bibitnya. Bibit dari PLA diharapkan dapat mempercepat kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di wilayah pengelolaan BPDAS Barito baik yang dilakukan oleh Kementerian LHK maupun yang dilakukan pemerintah daerah.
Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan menyambut baik peresmian PLA. Dengan keberadaan PLA maka dapat mendukung Gerakan Revolusi Hijau yang diprogramkan oleh Provinsi Kalimantan Selatan untuk memulihkan lahan melalui rehabilitasi lahan dan hutan.
“Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan sangat sangat mendukung pembangunan PLA karena akan membantu menyukseskan program Gerakan Revolusi Hijau Provinsi Kalimantan Selatan, juga mendukung target pengurangan emisi yang tercantum dalam target NDC Indonesia yang salah satunya diwujudkan melalui Program Indonesia FOLU Net Sink 2030,” ujar Sekretaris Daerah Kalsel.
Pemerintah mendorong semua pihak untuk berkolaborasi dalam percepatan pemulihan lingkungan, termasuk upaya peningkatan tutupan hutan dan lahan atau reforestasi, serta berkaitan sangat erat dengan langkah-langkah Indonesia dalam merespons kondisi global dengan isu pokok dan paling popular, yaitu berkaitan dengan sustainability, biodiversity dan sirkuler ekonomi juga dalam orientasi carbon offset.
Pada konteks ini, Indonesia telah menegaskan agenda Indonesia’s FoLU Net Sink 2030 sebagai aksi mitigasi yang menunjukkan ambisi aksi iklim dalam pelaksanaan target kinerja melalui pendekatan yang lebih terstruktur dan sistematis. Salah satu kunci pertama dan memegang peranan penting untuk mencapai hal tersebut yaitu penyediaan bibit berkualitas untuk kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) yang lebih masif dan terstruktur.
Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia serius dalam menangani dampak perubahan iklim. Salah satunya melalui produksi bibit di persemaian skala besar dengan melibatkan perusahaan swasta yang bergerak di sektor perkebunan dan pertambangan, yang memiliki kepedulian dan komitmen untuk turut serta dalam mendukung aksi mitigasi perubahan iklim dan pembangunan nasional.
Upaya penyediaan bibit secara besar-besaran melalui pembangunan persemaian skala besar, juga untuk terus mendorong perbaikan lingkungan melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, khususnya pada lahan-lahan kritis, daerah rawan bencana banjir dan tanah longsor, waduk/bendungan, dan daerah-daerah tangkapan air pada semua tipe ekosistem.
“Sebagaimana komitmen-komitmen yang selalu disampaikan pada berbagai forum global/multilateral, Indonesia memandang sangat penting untuk memastikan bahwa komitmen-komitmen tersebut dipenuhi melalui kebijakan dan aksi-aksi nyata, untuk menurunkan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya melalui Indonesia’s FOLU Net Sink 2030. Persemaian Skala Besar ini adalah salah satu wujud konkretnya,” tutur Siti Nurbaya.
Pembangunan persemaian merupakan bagian dari kerja aksi mitigasi iklim, pemulihan kualitas lingkungan hidup, percepatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan, serta upaya untuk memperbaiki kualitas lingkungan dengan memperbanyak tegakan pohon/tanaman serta meningkatkan wawasan dan pemahaman masyarakat umum atas pelaksanaan program pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan khususnya kegiatan penanaman pohon.
Saat ini, selain Persemaian Liang Anggang, KLHK memiliki tujuh persemaian skala besar lainnya yang sudah beroperasi, yaitu (1) Pusat Persemaian Mentawir – IKN (2) Pusat Persemaian Rumpin – Jawa Barat, (3) Pusat Persemaian Toba – Sumatera Utara, (4) Persemaian Mangrove Bali, (5) Pusat Persemaian Likupang – Sulawesi Utara, (6) Pusat Persemaian Labuan Bajo – Nusa Tenggara Timur, (7) Pusat Persemaian Mandalika – Nusa Tenggara Barat.
“Semua persemaian skala besar yang sudah beroperasi saat ini, memiliki kapasitas produksi 5 juta hingga 15 juta bibit per tahun,” kata Siti Nurbaya.
Pada pembangunan PLA, juga sebagian menggunakan dana dari Kerjasama Indonesia – Norwegia melalui Partnership in Support of Indonesia’s Effort to Reduce Greenhouse Gas Emission from Forestry and Other Land Use yang mendukung target aksi mitigasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.
“Saya juga ingin menegaskan langkah-langkah selanjutnya bahwa proses evolutionary ini masih akan terus berlangsung, dan terutama pada konteks aksi mitigasi iklim melalui RHL dengan didahului oleh persemaian untuk menyediakan tanaman. Langkah lanjut yang akan berkembang atau mau tidak mau harus dikembangkan dalam nexus iklim dan hutan, climate and forest, yaitu berkenaan dengan sistem distribusi bibit, supervisi dan monitoring pertanaman, reward kredit karbon dengan aksi mitigasi iklim, pengembangan multiplier effect ekonomi bagi masyarakat. Itu semua akan menghasilkan kredit karbon yang berkualitas tinggi dengan kerja-kerja simultan aksi iklim yang berkualitas (partisipatif, regulatif, sistematis, multiplier) serta kredit karbon dengan environmental high integrity (transparent, accuracy, completeness, comparability dan consistency),” ucap Siti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(ROS)