Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Duka dan Amarah Keluarga Menanti Jenazah Korban Kecelakaan Jeju Air

Duka dan Amarah Keluarga Menanti Jenazah Korban Kecelakaan Jeju Air

Seoul

Ratusan kerabat korban kecelakaan pesawat Jeju Air tak bisa membendung duka dan amarah karena belum dapat melihat jenazah kerabat mereka yang tewas akibat insiden saat pendaratan darurat pada Minggu (29/12).

Mereka bermalam dalam tenda-tenda di Bandara Internasional Muan, Korea Selatan, menanti kabar tentang orang tercinta mereka, dalam ketidakpastian.

Penjabat Presiden Korea Selatan, Choi Sang-mok, memerintahkan para penyelidik untuk segera mengungkapkan hasil identifikasi mereka kepada keluarga yang ditinggalkan.

Choi juga telah memerintahkan pemeriksaan keselamatan darurat terhadap seluruh operasi maskapai penerbangan negara itu.

Di tengah teriakan marah para keluarga korban di Bandara Internasional Muan, kepala polisi jenderal Na Won-o menjelaskan penundaan itu disebabkan petugas membutuhkan waktu lebih lama untuk mengidentifikasi secara hati-hati ke-179 korban, yang jasadnya dalam kondisi rusak parah dan tersebar dalam kecelakaan itu.

“Bisakah Anda berjanji [jasad] mereka akan disatukan lagi?” seorang pria paruh baya bertanya, tampak emosional.

Lainnya meminta agar jasad korban diserahkan sebagaimana adanya, tetapi Na mengatakan pejabat ingin melakukan upaya terbaik untuk mengumpulkan dan mencocokkan sebanyak mungkin jasad yang mereka bisa.

Pesawat Boeing 737-800, yang sedang dalam perjalanan dari Bangkok, Thailand, menuju Bandara Internasional Muan di Korea Selatan tergelincir keluar landasan setelah mendarat dan menabrak dinding bandara pada Minggu (29/12) sekitar pukul 09.00 waktu setempat.

Kecelakaan itu menewaskan 179 dari 181 orang di dalamnya, menjadikannya kecelakaan pesawat paling mematikan di Korea Selatan.

Empat awak pesawat termasuk di antara korban, sementara dua orang berhasil diselamatkan dari reruntuhan dalam keadaan hidup.

Seruan penjabat presiden untuk peninjauan mendesak terhadap operasi maskapai muncul ketika penerbangan Jeju Air lainnya berbalik kembali ke Seoul tak lama setelah lepas landas pada Senin (30/12), karena masalah roda pendaratan yang tidak diketahui.

BBC

BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

BBC

Pada Senin (30/12) pukul 06.35 waktu setempat, pesawat Jeju Air terbang dari Bandara Internasional Gimpo namun kembali kurang dari satu jam kemudian setelah menyadari adanya kerusakan mekanis yang disebabkan oleh masalah roda pendaratan, kantor berita Korea Selatan Yonhap melaporkan.

Roda pendaratan merujuk pada rangkaian roda dan bagian lain pesawat yang menopang pesawat selama lepas landas, meluncur, dan mendarat.

Pesawat yang berbalik arah adalah Boeing 737-800, model yang sama dengan pesawat yang mengalami kecelakaan pada Minggu.

Sebanyak 39 dari 41 pesawat di maskapai Jeju Air adalah model ini.

BBC

Di bandara Muan, di antara kerabat korban yang diwawancarai BBC adalah Shin Gyu-ho, yang kehilangan dua cucu dan menantu laki-lakinya.

Frustrasi dengan lamanya proses identifikasi, pria berusia 64 tahun itu mengatakan dia sempat berpikir untuk menghancurkan sistem pengeras suara yang digunakan untuk pengarahan polisi karena marah.

Sementara jasad menantu Shin telah teridentifikasi, ia diberitahu bahwa kedua cucunya seorang siswa kelas dua SMA dan seorang siswa kelas tiga SMA”sulit untuk dikenali”.

Bagi keponakan Maeng Gi-su dan kedua putra keponakannya, perjalanan perayaan ke Thailand untuk menandai berakhirnya ujian masuk perguruan tinggi berakhir dengan tragedi ketika ketiganya meninggal dalam penerbangan.

“Saya tidak percaya seluruh keluarga tiba-tiba menghilang,” kata Maeng, 78 tahun, kepada BBC.

“Hati saya sangat sakit.”

Maeng Gi-su mengatakan tiga anggota keluarganya ada di dalam pesawat tersebut (BBC)

Menurut kantor berita Yonhap, 179 orang yang tewas dalam penerbangan 7C2216 berusia antara tiga hingga 78 tahun, meskipun sebagian besar berusia 40-an, 50-an, dan 60-an.

Dua warga negara Thailand termasuk di antara korban tewas dan sisanya diyakini warga Korea Selatan, kata pihak berwenang.

Lima orang yang meninggal adalah anak-anak di bawah 10 tahun, dan penumpang termuda adalah seorang bocah laki-laki berusia tiga tahun.

Seorang pria berusia enam puluhan mengatakan lima anggota keluarganya yang mencakup tiga generasi berada di pesawat itutermasuk saudara iparnya, putrinya, suaminya dan anak-anak kecil mereka, menurut kantor berita Yonhap.

Baca juga:

Banyak penumpang yang merayakan liburan Natal di Thailand dan kembali ke Korsel dengan penerbangan tersebut.

Sepupu salah satu korban, Jongluk Doungmanee, mengatakan kepada BBC Thai bahwa dia “terkejut” saat mendengar berita tersebut.

“Saya merinding. Saya tidak percaya,” kata Pornphichaya Chalermsin.

Jongluk tinggal di Korea Selatan selama lima tahun terakhir dan bekerja di industri pertanian.

Ia biasanya bepergian ke Thailand dua kali setahun selama liburan untuk mengunjungi ayahnya yang sedang sakit dan dua anaknya yang berusia 7 dan 15 tahundari pernikahan sebelumnya.

Dia telah menghabiskan lebih dari dua pekan kali ini bersama suaminya, yang telah kembali ke Korea Selatan pada awal Desember.

Ayahnya, yang menderita penyakit jantung, “berduka” saat mengetahui kematiannya, kata Pornphichaya.

“Ini tidak tertahankan baginya. Ini adalah putri bungsunya,” katanya, seraya menambahkan bahwa ketiga anaknya bekerja di luar negeri.

Jongluk Doungmanee dijadwalkan pulang setelah menghabiskan lebih dari dua pekan di Thailand untuk mengunjungi keluarga (Pornphichaya Chalermsin)

Jeon Je-young, 71 tahun, mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa putrinya Mi-Sook, yang diidentifikasi berdasarkan sidik jarinya, sedang dalam perjalanan pulang setelah bepergian dengan teman-temannya ke Bangkok untuk merayakan Natal.

“Putri saya, yang baru berusia pertengahan 40-an, berakhir seperti ini,” katanya.

Dia terakhir kali melihatnya pada tanggal 21 Desember, ketika dia membawa makanan dan kalender tahun depan ke rumahnya – yang menjadi momen terakhir mereka bersama.

Mi-Sook meninggalkan seorang suami dan seorang putri remaja.

“Ini tidak dapat dipercaya”, kata Jeon.

Seorang perempuan mengatakan saudara perempuannya, yang sedang menghadapi masa sulit, memutuskan untuk mengunjungi Thailand karena kehidupannya mulai membaik.

“Dia mengalami banyak kesulitan dan pergi bepergian karena situasinya baru saja mulai membaik,” katanya kepada kantor berita Yonhap.

Kedua awak kabin yang selamat dari kecelakaan ditemukan di bagian ekor pesawat, bagian paling utuh dari reruntuhan.

Salah satunya adalah pria berusia 33 tahun, dengan nama keluarga Lee, yang dilarikan ke rumah sakit di Mokpo, sekitar 25 km di selatan bandara,

Dia kemudian dipindahkan ke sebuah rumah sakit di ibu kota, Seoul, kantor berita Yonhap melaporkan.

“Ketika saya bangun, saya sudah diselamatkan,” katanya kepada para dokter di rumah sakit, menurut direktur Jeju Air Ju Woong, yang berbicara dalam jumpa pers.

Korban selamat yang menderita beberapa patah tulang, menerima perawatan khusus karena risiko efek sampingnya, termasuk kelumpuhan total, kata Ju.

Korban selamat lainnya, seorang pramugari berusia 25 tahun dengan nama keluarga Koo, sedang dirawat di Asan Medical Center di Seoul timur, Yonhap menambahkan.

Dia mengalami cedera kepala dan pergelangan kaki tetapi dilaporkan dalam kondisi stabil.

BBC

‘Saya melihat asap tebal dan gelap lalu terdengar ledakan’

Belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan bencana itu, tetapi sejumlah saksi mata mengatakan mereka dapat melihat pesawat itu dalam masalah sebelum kecelakaan.

Pemilik restoran Im Young-Hak mengatakan awalnya ia mengira itu adalah kecelakaan kapal tanker minyak.

“Saya keluar dan melihat asap tebal dan gelap. Setelah itu, saya mendengar ledakan keras, bukan dari kecelakaan itu sendiri. Kemudian ada lebih banyak ledakan lagisedikitnya tujuh kali,” katanya kepada Reuters.

“Kami merasa sedih ketika kecelakaan terjadi di belahan dunia lain, tetapi ini terjadi di sini. Ini traumatis.”

BBC

Yoo Jae-yong, 41, yang tinggal di dekat bandara, mengatakan kepada media lokal bahwa ia melihat percikan di sayap kanan pesawat sesaat sebelum kecelakaan.

Kim Yong-cheol, 70, mengatakan pesawat awalnya gagal mendarat dan berputar kembali untuk mencoba lagi.

Ia menambahkan bahwa ia menyaksikan “asap hitam mengepul ke langit” setelah mendengar “ledakan keras”, kantor berita Yonhap melaporkan.

Seorang petugas pemadam kebakaran yang dikirim ke lokasi kejadian mengatakan kepada Reuters bahwa ia belum pernah melihat sesuatu “dalam skala ini”.

BBC

Reporter BBC di lapangan mengatakan suara tangisan anggota keluarga bergema di terminal pada Minggu malam, sementara yang lain marah karena butuh waktu lama untuk mengidentifikasi jenazah.

Ratusan orang tetap berada di Bandara Internasional Muan menunggu orang yang mereka cintai diidentifikasi.

Beberapa telah memberikan sampel air liur DNA kepada pejabat untuk membantu mengidentifikasi jenazah korban, dan pemerintah telah menawarkan layanan pemakaman dan perumahan sementara bagi keluarga yang ditinggalkan.

Masa berkabung nasional juga telah diumumkan untuk tujuh hari ke depan.

Keluarga korban tewas sudah berkumpul di Bandara Internasional Muan (Reuters)

Namun bagi semua orang terkasih dari mereka yang meninggal, masih banyak pertanyaan yang tersisa khususnya penyebab kecelakaan itu, dan apakah kecelakaan itu dapat dihindari.

“Air di dekat bandara tidak dalam,” kata Jeon kepada Reuters.

“[Ada] lapangan yang lebih lunak daripada landasan semen ini. Mengapa pilot tidak bisa mendarat di sana saja?”

Putrinya Mi-Sook sudah hampir sampai di rumah, jadi tidak ada alasan untuk menelepon dan meninggalkan pesan terakhir, katanya.

“Dia hampir sampai rumah, dia pikir dia akan pulang”.

Laporan tambahan oleh Thanyaporn Buathong dari BBC Thai

(nvc/nvc)