Liputan6.com, Jakarta – PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk (SRIL) telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang. Keputusan pailit diambil oleh pengadilan setelah PT Indo Bharat Rayon, salah satu kreditur Sritex, mengajukan pembatalan perdamaian dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Terkait pailit tersebut, Sritex memiliki utang sebesar USD 1,59 miliar hingga 30 Juni 2024. Utang itu setara Rp 25,14 triliun (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 15.738). Dari total utang tersebut sebagian merupakan utang ke bank dan lembaga kembiayaan.
Apakah hal ini berbahaya bagi industri perbankan?
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan bahwa kemampuan kreditur Sritex masih cukup memadai untuk mengatasi potensi kerugian akibat utang.
Total utang Sritex per September 2024 mencapai Rp 14,64 triliun, terdiri dari Rp 14,42 triliun kepada 27 bank serta Rp220 miliar kepada tiga perusahaan pembiayaan.
“Cadangan agregat yang telah dibentuk pada bank dan perusahaan pembiayaan masing-masing sebesar 83,34 persen dan 63,95 persen. Nah, ini saya kira sudah cukup memadai ya untuk mem-back up potensi kerugian kepada kreditur,” ucapnya.
Ia mengatakan bahwa lembaga pembiayaan pastinya telah mempertimbangkan berbagai aspek keamanan perkreditan, termasuk juga mengenai kemampuan debitur untuk membayar, sebelum memberikan pembiayaan kepada perusahaan tersebut.
“Kemacetan kredit dalam dunia bisnis itu dari waktu ke waktu memang sering terjadi ya, sehingga memang prudential regulation atau ketentuan kehati-hatian dalam konteks perbankan ini memang sudah mencantumkan hal tersebut,” ujarnya.