TRIBUNNEWS.COM, BEKASI- Seorang siswa SMAN 2 Cibitung, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, membuat pengakuan terjadi pungutan liar (pungli) di sekolahnya.
Siswa tersebut mengaku sudah melaporkannya ke nomor ponsel Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka. Namun, siswa tersebut mengatakan nomor tersebut sudah tidak aktif.
Dikutip dari Tribun Bekasi, sebanyak 600 orangtua siswa di sekolah tersebut dimintai uang Rp 2,5 juta untuk pembangunan fisik seperti pagar dan bangunan lain.
Siswa yang tidak membayar uang Rp 2,5 juta tersebut tidak bisa mengikuti ujian.
Pungli di SMA negeri di Cibitung, Kabupaten Bekasi, ini terungkap dari percakapan tertulis di handpone.
Diduga percakapan ini dilakukan seorang siswa dan seorang yang dianggap bisa memberikan jalan keluar.
Siswa tersebut mengaku sudah pernah mencoba melapor melalui handphone ke Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Namun laporannya tidak direspons karena nomor handphone Gibran diduga sudah tidak aktif.
Siswa tersebut secara singkat menjelaskan kronologi pungli di sekolahnya.
“Dapet undangan dari sekolah buat bersosialisasi dari komite sekolah, eh pas nyampe malah disuruh isi kertas buat nulisin angka uang yang mau dikasih orang tua ke sekolah,” bunyi tulisan yang viral tersebut, Kamis (5/12/2024).
Siswa ini tampaknya sudah pernah mengadu ke Wapres Gibran Rakabuming Raka melalui nomor telepon yang disebar ke publik.
Namun laporannya tidak mendapat respons. “Dah sempet lapor mas Gibran, kan ngadain (layanan) lapor mas wapres, saya coba lapor ternyata nomernya dah off,” katanya.
“Masalahnya, kalo ga bayar ga dikasih kertas ulangan bang, gmna mau maju Indonesia
emas,” ujarnya.
“Saya selaku siswa merasa dirugikan padahal ini (SMA) negeri, mana mungkin uang tanah, pagar, serta bangunan lain menggunakan uang siswa, tolong ditindak pak,” imbuhnya.
Lawan bicara siswa SMA ini mencoba mencari tahu sudah berapa lama pungli berlangsung di sekolahnya.
Siswa tersebut menyatakan bahwa pungli terjadi setidaknya dalam dua tahun terakhir.
Tahun lalu orangtua siswa dibebani uang pembangunan pagar namun sampai sekarang tidak ada wujudnya.
Sedangkan tahun ini siswa dibebani uang untuk menguruk tanah namun juga tidak jelas penggunaannya.
“Tahun kemarin katanya untuk uang pagar, tapi sampai saat ini blm di bangun dan thun ajaran 24/25 untuk uang urug, katanya disuruh komite sekolah,” jawabnya.
“Diadakan tiap tahun, nyatanya hanya pungli,” keluhnya.
“Sudah ada yg transfer uangnya? Atau kasih cash?” tanya lawan bicaranya.
Menurut siswa tersebut, uang pungli ke sekolah tidak dibayarkan melalui transfer bank. Uang pungli tersebut harus diserahkan langsung kepada guru atau wali kelasnya.
Hingga berita ini ditulis, Tribun Bekasi masih berusaha mendapatkan penjelasan dari pihak terkait.
Salah pengertian
Humas SMAN 2 Cibitung, Nana mengatakan dugaan pungli itu muncul karena ada miskomunikasi antara siswa, wali murid, sekolah, dan komite sekolah.
“Ya, ini hanya miskomunikasi saja antara orangtua, siswa, pihak sekolah, dengan pihak komite dalam hal ini,” ungkap Nana, Kamis (5/12/2024).
Selain pungli, Nana juga membantah tudingan pihak sekolah melarang anak didik mengikuti UAS apabila tidak membayar sumbangan tersebut.
Nana mengeklaim, ratusan pelajar yang tidak menyerahkan uang sumbangan tetap bisa mengikuti UAS yang kini tengah berjalan.
Sementara pelajar yang menyerahkan uang sumbangan diklaim hanya puluhan anak.
“Mereka katanya tidak boleh ikut ujian, kalau tidak menyumbang, tidak. Itu tidak ada. Semua ikut ujian, dan semua kita bagikan kartu,” terang dia.
Nana membantah tudingan adanya dugaan pungutan liar (pungli) ke pelajar untuk pembuatan pagar dan bangunan sekolah.
Namun, Nana mengakui bahwa sekolah melalui komite sekolah telah meminta uang kepada siswa atau wali murid yang sifatnya sumbangan untuk menguruk halaman sekolah yang kerap tergenang jika hujan.
“Sekarang punglinya di mana? Itu sumbangan, sukarela. Tinggal terserah orangtua mau nyumbangnya berapa, bahkan ada yang tidak nyumbang,” kata Nana.
Nana juga membantah jika pihak sekolah mematok besaran nilai uang yang wajib diserahkan siswa.
Ia beralasan, ekonomi wali murid SMAN 2 Cibitung mayoritas kelas menengah ke bawah, sehingga pihak sekolah tak mematok nilai uang sumbangan pengurukan halaman sekolah.
“Kita memahami itu, memaklumi itu. Kalau memang tidak ada ya, itu yang namanya sumbangan, masa harus kita paksa, kan enggak, monggoh (silakan) terserah saja. Ya kalau pun ada yang menyumbang juga, ya enggak maksimal gitu,” ujar Nana.
Minta sumbangan sekolah sejak 2018
Sejak SMAN 2 Cibitung Kabupaten Bekasi beroperasi pada 2017, sekolah telah meminta sumbangan untuk pengurukan halaman sekolah sejak 2018 hingga kini.
Humas SMAN 2 Cibitung Nana mengaku heran kebijakan sumbangan untuk pengurukan halaman sekolah justru baru dikeluhkan olah pelajar pada tahun ini.
“Saya juga enggak tahu itu kenapa bisa baru sekarang terjadi seperti itu. (Yang dulu) nerima-nerima saja, dan dulu pun tidak pernah terealisasi (keseluruhan),” tutur Nana.
Diberitakan sebelumnya, seorang pelajar SMAN 2 Cibitung, Kabupaten Bekasi yang belum diketahui identitasnya mengungkap dugaan pungutan liar (pungli) di sekolahannya.
dan
SMAN 2 Cibitung Sebut Tudingan Pungli Rp 2,5 Juta per Siswa di Sekolah Muncul karena Miskomunikasi